ホーム / Romansa / Fleur's Wedding / Bab 4 - Sarapan Yang Hangat

共有

Bab 4 - Sarapan Yang Hangat

last update 最終更新日: 2025-10-27 19:15:53

Ruthven bersaudara baru menyadari kehadiran Anshel.

“Kalian terlalu sibuk bermain, hingga tidak menyadari kehadiranku.”

Philippe langsung naik dan mengajak adik iparnya masuk ke dalam, ia juga menyuruh pelayannya menyiapkan sarapan untuk mereka.

Anshel sempat menoleh ke belakang menatap istrinya, yang terlihat lebih ceria dari kemarin.

Kemudian Philippe izin mandi dulu dan akan segera kembali untuk mengobrol dengannya.

Anshel memperhatikan ruangan itu. Kediaman Ruthven memancarkan keanggunan klasik, lantai kayu gelap berkilau, lampu kristal yang memantulkan cahaya lembut di cermin besar, dan tirai beludru emas yang menahan sinar pagi.

Mata Anshel tertuju pada rak buku di sudut ruangan laku mengambil sebuah buku dan membacanya.

Fleur dan Pamela pun langsung masuk kamar masing-masing untuk membersihkan diri.

Anshel merasa bosan ia lalu berjalan-jalan.

Fleur pun mandi dengan tenang. Air hangat melesap di kulitnya, Ia menggosok tubuhnya dengan spons berbusa, aroma mawar yang lembut menyelimuti udara. Segarnya menyusup ke setiap pori, membuatnya rileks, menenangkan seluruh tubuhnya.

Selesai mandi Ia mengenakan handuk putih dan membungkus rambutnya yang basah. Saat keluar dari kamar mandi ia dikejutkan oleh suaminya yang sedang duduk santai dekat jendela kamar dengan kaki bersilang.

“Selamat pagi, Nyonya Robinson!” sapanya sambil melambaikan tangan kirinya dan tersenyum ramah kepadanya.

Fleur membelalakan matanya, ia mendekati suaminya sambil memegangi handuknya karena takut lepas.

“Anshel, pergi dari kamarku!”

sambil menarik satu tangannya.

Tapi Anshel tidak beranjak.

“Aku tidak mau, ini kan kamar istriku, kau tidak usah malu, aku ini suamimu, sayang!” godanya.

“Hentikan ide konyol yang ada di kepalamu, aku baru saja kehilangan Ayahku dan kau malah mencoba untuk…”

Fleur tiba-tiba menghentikan kata-katanya.

Kalimatnya terhenti, air matanya menahan amarah dan rasa malu yang bertabrakan di dada.

Anshel bangkit dari tempat duduknya dan melangkah mendekati Fleur, yang mundur untuk menjaga jarak.

“Mencoba untuk apa, Fleur?”

Fleur menatapnya dari kejauhan, menahan diri. Ia teringat salah satu klausul yang diubah Anshel, keinginannya memiliki anak, tapi Fleur tetap diam.

“Memangnya apa yang akan aku lakukan, Fleur?”

Fleur menggeleng dan menyuruhnya pergi, tapi Anshel terus maju hingga ia terjatuh ke atas kasur.

Anshel menaiki kasur, kakinya mengapit tubuh istrinya.

“Bukankah kau sudah membaca klausul baru yang kubuat?”

“Ya… tentu saja. Memperpanjang kontrak menjadi sepuluh tahun karena kau ingin memiliki anak dariku,” ucap Fleur sambil memalingkan wajah.

Anshel tersenyum licik, meletakkan tangannya di samping tubuhnya.

“Fleur, apakah ini akan menjadi pengalaman pertama kita?”

Fleur panik, mencoba menahan dan menamparnya, tapi Anshel lebih cepat, menangkap pergelangan tangannya, mendekat hingga napas mereka hampir bersentuhan. Jantung Fleur berdebar hebat, pipinya memanas.  

“Jangan berbuat macam-macam padaku, Anshel! Pernikahan kita terjadi hanya untuk menyelamatkan perusahaan Ayahku, bukan karena cinta!”

Anshel menatapnya tajam, senyum miring terbit di bibirnya.

“Justru karena itu,” katanya pelan tapi dingin, “patuhi kontrak itu, Fleur. Atau kau mau melihat perusahaanmu hancur… menyusul pemiliknya?”

Saat ia mencoba berontak lagi, Anshel menahan kedua tangannya, dan tubuhnya semakin terhimpit oleh kaki suaminya.

Matanya kini seolah siap menelan Fleur hidup-hidup. Saat ia mencoba menolak, Anshel menutup bibirnya dengan satu jari.

Tangan Anshel mulai menjelajah, mencoba membuka handuk yang melingkar di tubuh Fleur. Fleur memohon agar suaminya berhenti, tapi tubuhnya sudah bereaksi, merinding dari sentuhan ringan di daun telinganya. Lalu pria itu mulai menyapu lehernya dengan napas hangat. Ia berhenti sejenak, matanya menatap Fleur dalam-dalam, penuh nafsu, seolah ingin menguasai kemarahannya sekaligus menggoda istrinya.

Saat Anshel hendak mendekat ke bibir Fleur, tiba-tiba Philippe masuk menghentikan momen itu.

“Fleur apa kau melihat Anshel?”

Tapi dia buru-buru berbalik melihat Anshel sedang menindih Fleur di atas ranjang.

Philippe langsung berbalik.

“Ya Tuhan, maaf sudah mengganggu kemesraan kalian. Ah sudah lah kalian lanjutkan saja aku, aku akan sarapan.” kata kakaknya sambil menahan tawa, Lalu menutup pintu.

Anshel langsung turun dari ranjang dengan perlahan. Ia tersenyum jahat lalu menutupi paha Fleur karena handuknya sempat tersibak.

“Kali ini kau lolos Fleur?”

ucapnya dan berlalu dari kamarnya penuh kemenangan.

“Fleur langsung bangkit dan memarahinya.

“Dasar kurang ajar!” ucap Fleur geram sambil melihat punggung Anshel dengan dada berdebar. Ia menahan emosi dan berusaha menenangkan diri.

Anshel memasukkan kedua tangannya kedalam celana kerjanya yang berwarna abu-abu lalu menuju meja makan disana ada kedua kakak iparnya sedang sarapan.

Philippe langsung mengajaknya agar sarapan bersama.

“Kenapa kau tidak datang bersama istrimu, ku kira kita akan di buat menunggu lama?” godanya.

Philippe memarahi kakaknya yang hanya minum coklat dan tidak mau makan.

“Ka Pamela kau dan Fleur dari kemarin belum makan, cepat makan kalau kalian bersikap seperti anak kecil aku akan pergi dari rumah, kau tahu kan aku juga ingin hidup jauh dari kalian yang selalu bersikap manja.”

“Philippe, aku ini kakakmu, bukan adikmu.”

“Aku tahu kak, tapi aku lebih dewasa darimu, aku bahkan yang selalu menjagamu dari kecil, bukan kau yang menjagaku dan Fleur, iya kan?”

Anshel hanya tersenyum melihat perselisihan kedua kakak beradik itu, lalu mengunyah sarapannya.

Beberapa saat kemudian Fleur datang. Ia duduk di samping suaminya.

“Fleur kau harus makan banyak, dari kemarin kau tidak mau makan kan?” ucapnya sambil mengambil sepotong roti dan meletakkannya di atas piring Fleur.

Fleur hanya memperhatikan sikap Anshel yang sok perhatian.

Ia mencoba tenang dan memakan sarapannya.

Kakaknya menatap kedua saudarinya yang akhirnya mau makan sambil tersenyum.

Tak berapa lama Smith datang.

Smith sapa Fleur, ia langsung berdiri dan memeluknya Smith juga mencium pipinya dan membalas pelukan sahabatnya. Ia pun ikut bergabung untuk sarapan, pelayan mereka langsung menyiapkan piring untuknya.

“Philippe, apakah aku boleh mengajak Fleur berlibur?”

Philippe melirik ke arah adik iparnya, sementara Anshel malah meledek.

“Harusnya kau minta izin padaku, sahabatmu sudah memiliki suami, apalagi… sebentar lagi kita akan memiliki anak?”

Fleur dan semua orang di sana sampai tercengang, termasuk pelayan yang ada di dapur sampai menutup mulut mereka karena berpikir majikannya berkata yang sesungguhnya.

“Apa, Fleur kau hamil?” tanya Pamela?

Fleur buru-buru merapatnya bahwa dirinya tidak hamil.

Philippe malah makin menggoda mereka, dan sampai membocorkan tadi pagi mereka hampir bermesraan kalau ia tidak datang ke kamarnya.

Smith langsung menatap Fleur.

Tapi Fleur langsung mengelak.

“Tidak seperti yang kalian bayangkan itu hanya kesalahpahaman saja, sungguh.”

“Jaga kata-katamu!” kata Fleur sambil menatap tajam suaminya.

Lalu mereka berangkat ke kantor seperti biasanya. Dan Anshel memaksa mengantar Fleur

Saat di jalan Anshel menatap istrinya ia mencoba mengelus pipinya tapi Fleur langsung memukul tangannya.

“Jaga perilakumu, aku sangat membencimu!”

Anshel menjauhkan tangannya.

Saat tiba di kantor suaminya ikut masuk ke dalam dan ia mengejar Philippe dan memanggilnya.”

Kakaknya yang sedang berjalan berdampingan dengan Smith berbalik.

“Philippe, aku lupa menyampaikan sesuatu.”

Philippe menautkan alisnya.

Anshel mendekat.

“Aku ingin kau memecat Fleur.”

Fleur mendongak melihat suaminya dengan penuh amarah.

“Apa maksudmu Anshel?”

“Ya aku ingin agar Fleur tidak terlibat lagi di perusahaan kalian karena dia akan bekerja di perusahaan.”

Fleur sampai menutup mulutnya, ia tak percaya apa yang dikatakan suaminya.

Bersambung.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Fleur's Wedding   Bab 5 - Tuan Putri Di Tengah Bayangan

    Baru saja tiba di Ruthven Wine, Anshel langsung meminta Philippe memberhentikan istrinya dari jabatannya. “Philippe, jangan dengarkan dia!” seru Fleur dengan nada tinggi. Philippe menatap keduanya bergantian lalu tertawa kecil. “Baiklah, anggap saja ini hanya lelucon.” Namun Anshel menatapnya serius. “Aku tidak sedang bercanda. Aku ingin istriku bekerja bersamaku.” Nada Philippe berubah. “Baiklah, kita bicarakan di dalam.” “Maaf, ini sudah siang. Aku ada rapat lain. Lain kali saja kita lanjutkan.” Anshel mengalihkan pandangan pada istrinya. “Fleur, aku sudah menyampaikan yang ingin kukatakan. Tolong pikirkan permintaanku.”Tanpa di duga Anshel mencium bibir Fleur di depan mereka, membuat Fleur terdiam tak berdaya.Philippe dan Pamela menutup mulut, terkejut melihat aksi adik iparnya, sementara Smith hanya bisa ternganga.“Aku berangkat dulu ke kantor, sayang.”Anshel pun pergi, diam-diam tersenyum puas karena berhasil mencuri ciuman dari istrinya.Fleur menggertakk

  • Fleur's Wedding   Bab 4 - Sarapan Yang Hangat

    Ruthven bersaudara baru menyadari kehadiran Anshel. “Kalian terlalu sibuk bermain, hingga tidak menyadari kehadiranku.” Philippe langsung naik dan mengajak adik iparnya masuk ke dalam, ia juga menyuruh pelayannya menyiapkan sarapan untuk mereka. Anshel sempat menoleh ke belakang menatap istrinya, yang terlihat lebih ceria dari kemarin. Kemudian Philippe izin mandi dulu dan akan segera kembali untuk mengobrol dengannya. Anshel memperhatikan ruangan itu. Kediaman Ruthven memancarkan keanggunan klasik, lantai kayu gelap berkilau, lampu kristal yang memantulkan cahaya lembut di cermin besar, dan tirai beludru emas yang menahan sinar pagi. Mata Anshel tertuju pada rak buku di sudut ruangan laku mengambil sebuah buku dan membacanya. Fleur dan Pamela pun langsung masuk kamar masing-masing untuk membersihkan diri. Anshel merasa bosan ia lalu berjalan-jalan. Fleur pun mandi dengan tenang. Air hangat melesap di kulitnya, Ia menggosok tubuhnya dengan spons berbusa, aroma mawar y

  • Fleur's Wedding   Bab 3 - Aroma Anggur

    Baru saja melangkah masuk ke kantornya, Anshel menerima kabar yang membuat darahnya berhenti mengalir. “Apa, Tuan Wesley meninggal?” Anshel langsung mengecek panggilan dari Fleur dan dari kediaman Ayahnya. Flashback Saat Fleur baru tiba di kantor, ia menerima telepon dari Philippe, kakak laki-lakinya. “Fleur, jangan banyak tanya. Cepat pulang ayah kritis?” Fleur langsung meminta supirnya pergi ke Estate Rivershade, kediaman mereka. Saat tiba disana orang-orang sudah berkumpul kamar Tuan Wesley. Dokter pribadi mereka memberitahu bahwa ayahnya sudah tiada. Fleur disambar petir di siang bolong, ia menangis sesenggukan, memeluk jenazahnya, ia terus mencoba membangunkan dari lelap tidurnya, lalu berdiri dan marah kepada kakaknya. “Philippe… kau bilang ayah kritis, ternyata… beliau sudah meninggal, kenapa kau membohongiku?” ucapnya sambil memukul dada kakaknya. Philippe langsung memeluk Fleur sambil meminta maaf, tapi ia Melepaskan Pelukannya. Lalu menatap beberapa p

  • Fleur's Wedding   Bab 2 - Ancaman Dan Kabar Duka

    “Kalau kau belum bercerai juga, aku akan membunuhmu, atau… Ayahmu dulu yang harus aku lenyapkan, Fleur!”Fleur menatap layar itu lama. Di bawah teks, terlampir foto lama ayahnya di sebuah acara politik, dengan tanggal dan nama perusahaan keluarga di pojok bawah.Alisnya berkerut pelan. Foto ini tak seharusnya bisa keluar dari arsip keluarga.Ia menarik napas panjang, mencoba menekan debar di dadanya.“Siapa yang kirim ini…?” gumamnya lirih. Fleur tersenyum sinis. Ia tak membalas, hanya membaca sekilas pesan itu sambil bergumam lirih di dalam hatinya. Sepertinya ini dari Ava Grace. Berani-beraninya dia mengancam istri sahnya. Smith datang membawa kopi untuk mereka. Tuan Weasley dan Fleur pun mengucapkan terima kasih. Sahabatnya itu duduk di samping ayahnya. “Fleur, bagaimana kalau besok kita berkuda?” tanya pria yang memiliki rambut coklat dan ikal itu Fleur meletakkan cangkir kopinya dengan tenang. Ia duduk tegap, menyilangkan kaki, lalu menatapnya sambil tersenyum. “

  • Fleur's Wedding   Bab 1 - Klausul Pernikahan

    Kehidupan rumah tanggaku seperti sebuah papan catur, aku hanya pion yang bergerak di antara dua raja.“Nyonya saya mohon, jangan masuk. Tuan Anshel sedang ada tamu.”Fleur tidak mempedulikannya dan terus melangkah. Wanita berusia tiga puluh tahun itu terus membujuk dan mencoba menghalang Fleur kembali. “Nyonya Fleur, tolong… tunggu dulu di ruangan sebelah, Tuan Anshel bisa marah!”Suara sekretaris terdengar gugup. Namun Fleur terus melangkah di koridor panjang dengan langkah mantap, gaun krimnya bermotif bunga lili bergoyang mengikuti irama tumit yang beradu dengan lantai marmer, parfumnya yang beraroma bunga manis dan mewah langsung menyebar.Saat tiba di depan ruangan, ia mendengar suara samar dari dalam. Fleur memegang gagang pintu itu dan langsung membantingnya dengan keras. Fleur melenggang memasuki kantor suaminya, Anshel Robinson, cucu Raja Robinson II. Ayahnya, Arthur Robinson, meninggalkan istana untuk mengejar kekuasaan di dunia bisnis, meninggalkan tahta di belakangnya.

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status