Share

Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku
Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku
Author: Siti_Rohmah21

Bab 1

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2022-12-27 17:49:10

[Dek, tolong cek berkas-berkas, Mas yang ada di laci. Tolong antarkan melalui ojek online ya! Itu mau dibawa saat meeting nanti siang.]

Barusan adalah isi chat yang Mas Danu Raditya kirim. Aku segera ke ruangan kerjanya mencari berkas yang Mas Danu butuhkan. Dengan semangat, aku langkahkan kaki ini ke arah ruangan kerja Mas Danu.

Hati ini rasa senang, tiap kali Mas Danu membutuhkan tenagaku. Ya, ia adalah laki-laki yang paling aku sayang selain papa. Sayangnya, aku sudah 2 tahun menikah, namun belum juga dikaruniai keturunan.

Mas Danu adalah pria yang satu-satunya berani melamarku. Bagaimana tidak, aku ini anak semata wayang, tapi mempunyai kekurangan. Kekurangan itu, sangat memalukan untuk sebagian wanita. Yaitu, tidak dapat bicara atau disebut juga tunawicara. Bukan bisu bawaan atau dari lahir, tapi karena kecelakaan.

Sepanjang pernikahan, Mas Danu sangat mencintaiku sepenuh hati. Oleh karena itu, ia mendapatkan hak perusahaan oleh Papa. Aku pun sangat percaya padanya.

Segera mungkin aku mencari keberadaan berkas yang Mas Danu pinta, pertama aku cari di laci meja kerja. Namun, laci itu ada tiga. Dahi ini mengerut ketika harus mencari laci yang harus kubuka? Satu, dua, atau tiga?

Akhirnya kuputuskan untuk mencari dari laci atas. Akan tetapi yang terlihat hanya pena dan beberapa materai berserakan di dalam laci. Kemudian aku buka laci kedua, betapa terkejutnya melihat foto Mas Danu. Ya, foto mesra dengan seorang wanita. Aku perhatikan sekali lagi, khawatir salah lihat, tapi berulang kali memperhatikan, tetap yang nampak memang Mas Danu, suamiku. Hatiku hancur saat itu juga. Namun, mencoba tegar dan kututup laci tersebut dengan kencang.

Buk!

Suara hentakan laci yang terbuat dari kayu jati.

Aku marah melihat foto mesra suamiku di laci itu. Namun, rasa penasaran kian menggebu karena belum melihat jelas siapa wanita yang sedang Mas Danu gendong saat di foto yang kutemukan tadi.

Aku mencoba menghampiri laci kedua lagi, lalu membukanya perlahan. Dengan rasa kesal dan marah, aku ambil foto tersebut.

Aku menghela napas dalam-dalam, dan aku hembuskan kembali. Foto yang aku lihat adalah foto prewedding suamiku dengan wanita yang bernama Syakila Maharani. Sakit hati ini melihat ada tulisan nama wanita lain selain aku.

Aku memandang foto itu rasanya tak sanggup, terlihat jelas tulisan itu tertera di depan mata ini. Kubaca tulisan di bawah nama pasangan itu. Ternyata tanggal yang tertera adalah tanggal 14 February 2018. Setahun sebelum aku dijadikan istri oleh Mas Danu.

Aku pertegas lagi tanggal beserta tahunnya. Tetap sama, tahun yang tertera lebih dulu dibuat dibandingkan pernikahanku dengan Mas Danu. 'Astaga, berati aku adalah istri kedua? Bagaimana bisa terjadi? Sedangkan waktu mempersuntingku, KTP yang Mas Danu ajukan adalah bujang,' batinku kesal.

Pantas saja, ia selalu berusaha mengambil alih perusahaan milik papaku. Ternyata ini alasannya. Pernikahan bersamaku hanya untuk menguasai perusahaan papa.

Segera aku tutup laci itu kembali. Derai air mata yang sejak tadi tumpah, kini aku seka dengan kedua tangan ini. Aku wanita tunawicara, bukan wanita lemah. Setidaknya akan aku cari tahu perkawinan Mas Danu sebelumnya, dan kenapa ia bisa melakukan ini? Sebegitu teganya ia padaku.

Kemudian wanita itu, yang berada dalam foto prewedding. Ia adalah wanita yang pertama kali memperkenalkan Mas Danu kepadaku. Ia adalah teman saat aku kuliah dulu. 'Sungguh teganya kamu Syakila, membohongiku sampai sejauh ini, dan anehnya, sudah 2 tahun berjalan. Aku tidak pernah mencurigainya. Pantas saja ia sering berkunjung ke rumah ini. Ternyata Syakila juga istri dari suamiku,' gerutuku di dalam hati.

Bagaimana bisa ini terjadi? Dengan mudahnya Mas Danu dan Syakila mempermainkan aku. Kemudian tangan ini melanjutkan pencarian berkas yang Mas Danu butuhkan. Aku ambil berkas itu yang berada di laci ketiga. Lalu segera mengirimkannya ke kantor. Sembari membawa foto prewedding yang berada di laci ini, sebagai bukti kepada papa, bahwa banyak kebohongan yang Mas Danu buat selama ini. Ya, ia sudah berani memalsukan datanya sebagai bujang untuk dapat menikahiku.

[Mas, aku akan ke kantor. Membawa berkas yang kamu butuhkan.]

Aku mengirimkan pesan melalui aplikasi berwarna hijau. Aku hanya bisa melakukan itu karena tidak mungkin bicara padanya melalui telepon. Sedangkan suara saja tidak sanggup aku lontarkan. Wanita bisu ini ternyata dimanfaatkan olehnya.

[Cepat ya, kamu hati-hati di jalan]

Balasan pesan yang masih terkesan memperhatikanku. 'Mulutmu manis sekali, Mas, seperti manisnya madu. Namun, akan aku balas dengan pahitnya racun,' batinku kesal.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku Ā Ā Ā Bab 54. Akhir Kebahagiaan Fika

    Seorang pria berhasil membawa maling tersebut bersama dengan Ari dan Haris. Mereka berdua diseret ke mobil dan diperintahkan masuk olehnya."Udah jebloskan aja ke penjara, kalau sudah berani kabur sih artinya sangat berani," ucap Haris.Kemudian, kami memutuskan untuk membuat laporan ke kantor polisi atas penjambretan tadi. Namun, sebelumnya, aku menghubungi papa melalui pesan singkat untuk sekadar memberikan informasi padanya.[Pah, aku ke kantor polisi ya. Ada jambret tadi.]Setelah mengirimkan pesan, aku duduk kembali ke mobil dan menuju kantor polisi.***Setibanya di kantor polisi dan selesai membuat laporan, pihak kepolisian pun sangat berterima kasih terhadap kami, sebab ternyata orang yang menjambret adalah buronan. Jadi ini justru sangat memudahkan kami juga dalam membuat laporan."Ayo, Fik, pulang!" ajak Haris. "Ri, kami pamit, terima kasih bantuannya, sudah membantu menangkap maling tadi.""Iya, sama-sama. Kalian hati-hati," ucap Ari sembari meninggalkan kami yang masih mem

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku Ā Ā Ā Bab 53. Detik-detik Ending

    Kemudian Tante Siska membicarakan perihal dokter yang memanggil Mas Danu dan dirinya. Ia bilang bahwa Syakila menitip pesan pada dokter, bahwa akan mendonorkan matanya untukku.Lagi-lagi ini hal yang tidak masuk akal, Syakila tengah memperjuangkan hidupnya tapi ia malah ingin menyerahkan matanya untukku.Aku terharu mendengarnya, sekaligus ingin menolak apa yang menjadi niat baik Syakila."Maaf Tante aku tolak mentah-mentah, ini tidak adil jika aku menyetujuinya," ucapku dengan tegas.Aku pun meminta apa-apa untuk melarang Tante Siska membujukku. Ini semua demi kebaikan bersama, seharusnya Syakila juga sembuh, bukan malah ingin mendonorkan matanya untukku."Tante paham betul, tapi ini keinginan Syakila," jawab Tante Siska lagi."Aku tolak, Tante," ucapku lagi."Kenapa tolak?" tanya Tante Siska.Aku hanya menggelengkan kepala dan tidak berkomentar apa-apa lagi."Baiklah, tapi Syakila sudah meninggal dunia, Fika," ucap Tante Siska membuatku spontan melotot. Mata ini benar-benar membuka l

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku Ā Ā Ā Bab 52

    Mereka semua berhamburan keluar. Hanya aku yang tersisa di dalam. Papa pun ikut karena aku yang menyuruhnya.Aku merebahkan tubuh sambil menunggu kedatangan mereka. Dalam hati kecil ini berharap ada kabar baik yang dokter katakan pada mereka semua.Kecemasan yang aku alami memang terbilang berlebihan, Syakila bukan siapa-siapa, hanya seorang sahabat yang pernah menghancurkan hidupku. Namun, justru saat ini aku menginginkan dia bisa bertahan hidup.Selang beberapa menit kemudian, papa datang bersama dengan Haris dan Ari. Namun, tidak dengan Tante Siska juga Mas Danu, ia masih menemani Syakila. Setidaknya bukan kabar buruk yang aku terima, sebab tidak ada yang papa ucapkan saat mereka masuk ke dalam ruangan."Kok cepat? Nggak ada sepuluh menit," tanyaku seakan menyecar."Iya, Syakila tadi sadar, dan dokter ingin bicara dengan Danu dan Siska," kata papa sambil menarik kursi lalu duduk di dekatku."Syukurlah, ternyata Syakila masih berjuang untuk hidup," timpalku dengan disertai helaan na

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku Ā Ā Ā Bab 51

    Dikarenakan teriakan Kau sangat kencang, Papa yang tadi berada di luar pun panik dan masuk ke dalam.Begitu juga dengan Haris dan Ari yang masuk mengekor di belakang papa."Ada apa, Fika? Kenapa kamu teriak?" tanya papa."Tadi aku dengar di kamar mandi suara kran mengalir, Pah, Aku takut Coba lihat ke sana!" Aku ketakutan sambil memegang selimut dan meremasnya."Aku akan melihat!" Itu suara Haris ia yang bersedia memantau toilet.Berselang kemudian Haris pun datang. "Nggak ada siapa-siapa dan kran pun masih tertutup." Ucapannya membuatku terdiam.Telingaku ini sudah berfungsi kembali seperti orang normal. Tadi jelas-jelas aku mendengar suara air mengalir dari keran kamar mandi."Mungkin kamu lelah, Fika, lebih baik kamu tidur ya, jangan mikirin macam-macam. Apalagi halusinasi tentang Syakila lagi, doakan aja dia mendapatkan yang terbaik untuk kesembuhannya," pesan papa.Kemungkinan besar halusinasiku ini terjadi karena terlalu takut. Ya, aku merasa sebagai penyebab kehancuran Syakila.

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku Ā Ā Ā Bab 50

    "Tapi, Syakila di ruangan ICU, Fik," ucap Haris."Iya, katanya kritis lagi," susul Ari."Jadi aku halusinasi?" Aku bertanya sambil menutup seluruh wajah dengan kedua telapak tangan."Fika, kamu istirahat ya, jangan sampai cemas berlebihan hingga membuat kamu jadi berpikiran tentang Syakila," tambah papa.Aku terdiam, bukankah ada suaranya tadi? Ya, suara raungan wanita bisu. Aku dapat mengetahuinya, sebab pernah berada di posisi Syakila dulu. "Aku yakin itu Syakila, apa dia ingin bicara denganku?" "Fika, biar aku dan Ari yang lihat kondisi Syakila ya," pesan Haris.Aku mengangguk senang, senyumku melebar ketika ia melakukan hal itu. Sebab, memang dari tadi aku menunggunya menawarkan diri setelah aku suruh.Setelah mereka pergi, aku pun ditemani papa. Ia duduk di sebelahku sambil mengusap lembut jari jemari ini."Kamu itu lelah, kepikiran sana sini, jadilah mikirin Syakila lagi, padahal sudah tidak ada yang perlu kamu cemaskan, dia sudah ditangani oleh dokter, Papa rasa dokter juga p

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku Ā Ā Ā Bab 49

    Aku merasa ini semua tidak adil jika harus kehilangan indera yang sangat penting, yaitu penglihatan. Seandainya mata ini tak bisa melihat dunia, aku pasti merasa orang yang paling buruk sedunia. Sebab, musibah yang ku terima tidak ada ujungnya.Dokter mulai melepaskan perban yang mengelilingi kepala dan mata ini. Kemudian, setelah lilitan terakhir ia menyuruhku untuk membuka mata.Perlahan aku buka mata yang biasa memandang indahnya dunia. Namun, setelah membukanya, aku malah menelan pil pahit. Semua berbayang, bahkan samar-samar. Untuk mengenali wajah papa saja aku tak mampu."Pah, mataku kenapa begini?" Aku bertanya sambil berteriak. Sebab, aku takut salah apakah yang berdiri di sebelahku persis itu papa atau dokter?"Nak, kamu yang sabar. Kamu pasti kuat, dokter bilang masih ada harapan dengan donor mata," ungkap papa.Papa memelukku, kemudian mengelus rambut ini."Kenapa aku tidak pernah merasakan bahagia, Pah? Baru sembuh dan bisa bicara, kini harus menerima kenyataan bahwa matak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status