Share

Bab 41

"Ya udah, saya ke sana dengan Fika sekarang juga," tuturnya.

Papa menutup teleponnya kemudian, aku dengan cepat menanyakan padanya. Khawatir Syakila yang barusan dikabarkan meninggal dunia.

"Ayo Fika, kita ke rumah Pak Khairul," ajak papa.

Aku menautkan kedua alis. "Jadi yang meninggal ...."

"Ibunya Ari meninggal subuh tadi," kata papa sambil bangkit dari duduknya.

"Aku pikir Syakila, jujur saja, Pah, nggak kepikiran ke ibunya Ari, waktu kita jenguk kan sudah membaik," ucapku.

"Umur manusia itu sudah ada sebelum kita lahir, jadi itulah takdir kematian, tidak ada yang menyangka," jawab papa.

Memang, manusia tidak akan bisa menyangkal takdir. Terkadang semua sudah disusun rencana dengan rapi, tapi Tuhan kadang berkata lain. Ini yang terbaik, pasti yang terbaik.

***

Sesampainya di rumah Ari, telah terpasang bendera kuning. Rasanya, baru kemarin becanda dengan Bu Ira. Kini, beliau terbujur kaku di pembaringan. Tak terasa air mataku menetes satu demi satu. Helaan napas menjadi satu-satunya
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status