LOGINAku masih terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja kulihat. Di depanku, Shira yang biasanya tenang dan penuh kelembutan, kini terlihat sangat berbeda. Air matanya mengalir tanpa henti, dan di sampingnya, ada Bowo yang sedang berdiri dengan ekspresi yang sulit kubaca.Keberadaannya di rumahku itu jelas membuat aku merasa sangat terkejut. Aku tak menyangka jika temanku itu bisa ada di sini sekarang."Loh, Bowo, Lo ... Kenapa Lo bisa ada di sini?" tanyaku dengan suara yang bahkan aku sendiri merasa gemetar.Suasana ruangan itu terasa begitu berat, udara seperti sesak, dan aku masih tak bisa mengerti bagaimana semuanya bisa jadi begini.Shira memandangku dengan penuh amarah. Matanya merah dan wajahnya terlihat sangat berbeda dari biasanya. "Mas Panji, kamu jahat!" teriaknya, membuat hatiku terasa seperti dipukul keras.Aku terkejut, tidak tahu harus berkata apa. Karena aku pun juga tidak tahu apa maksud dari perkataannya itu."Shira, apa maksud kamu? Apa yang terjadi?" Aku bertanya
Aku masih tercengang saat melihat istriku, Shira masuk ke dalam mobil mewah itu. Mobil tersebut melaju perlahan dan semakin menjauh meninggalkan jalanan. Dan tanpa berpikir panjang, aku langsung mengikuti dari belakang. Spion mobil menunjukkan dengan jelas, bahwa ada seorang pria yang tak asing sedang mengemudi di sebelah Shira.Mataku membulat menatap sosok pria itu, hingga membuatku tercengang dan nyaris tak konsentrasi mengendarai motorku."Itu kan ...?" gumamku dengan rasa kebingungan."Itu kan kakaknya Shira, si Sony. Apa yang dia lakukan di sini? Jangan bilang kalau dia mau bawa Shira balik ke rumah orang tuanya," pikiranku terus berlarian dalam kegelisahan.Pertanyaan itu mengemuka dalam benakku. Aku mulai berpikiran yang macam-macam, dan pikiran itu berlarian kesana kemari."Apa mungkin kalau Shira tahu sesuatu tentang apa yang aku lakukan belakangan ini? Mungkinkah kalau dia merasa curiga? Atau jangan-jangan, dia tahu sesuatu tentang perkelahianku dan Bowo gara-gara si Dira?"
Entah itu mimpi atau bukan, aku tak bisa membedakannya. Tapi yang aku tahu, tubuhku terasa sangat berat saat aku terbangun. Mataku yang terpejam membuka secara perlahan, dan saat itu juga aku langsung disambut oleh wajah cantik yang sangat familiar.Dira.Dia sedang berada di atas tubuhku dan mengguncang tempat tidurku. Rambut panjangnya tergerai indah, dan matanya yang kecoklatan itu tampak menatapku dengan intens."Dira, ini ... Ini benar kamu?" tanyaku dengan suara terbata-bata.Mataku tak berkedip menatap sosok wanita cantik yang kini sedang berada di atas tubuhku itu."Panji." Suaranya lembut, memanggil namaku seperti sebuah bisikan yang menenangkan, namun membuat jantungku berdebar tak karuan.Dia sangat cantik, jauh lebih cantik dibandingkan foto-fotonya di aplikasi hijau yang sering aku kunjungi hanya untuk berkirim pesan padanya. Wangi tubuhnya menyusup ke indera penciumanku, membuatku merasa seolah-olah aku hanyut dalam lautan aroma yang begitu menenangkan."Dira, apa yang k
Begitu pintu hotel terbuka dengan suara berderit, aku menoleh dengan cepat, berharap jika itu adalah Dira yang akhirnya datang. Namun, yang kulihat justru membuatku semakin terkejut bukan main.Sosok yang datang ke kamar itu bukanlah Dira, dan malah Bowo, sahabatku. Sama halnya seperti aku, dia juga tampak bingung saat melihat keberadaanku di sini. Ia berdiri di sana dengan ekspresi yang tak kalah terkejut. Aku pun buru-buru berdiri dengan raut wajah kebingungan."Loh, Bowo! Kenapa lo bisa ada di sini?" tanyaku kaget, suaraku tak bisa menyembunyikan rasa heran.Bowo tampak terkejut, matanya membelalak, seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat."Gue ... gue juga yang seharusnya nanya! Kenapa lo ada di sini, Panji?" tanyanya terbata-bata.Aku merasa ada yang aneh. Aku berjalan mendekatinya dengan mata memicing."Gue kesini karena mau ketemu sama Dira, di kamar ini. Jadi lebih baik Lo keluar aja sekarang, Bowo. Sepertinya Lo salah masuk masuk." Aku berkata dengan baik-baik padanya
Aku masih terdiam, mataku terkunci pada foto model cantik dan seksi yang menghiasi sampul majalah dewasa di layar ponsel Bowo. Foto itu begitu mencolok dengan pose menggoda dan gaya yang luar biasa. Namun, semakin lama aku menatapnya, semakin aku yakin bahwa ini adalah foto Shira, istriku."Itu ... Itu kan foto Shira?" tanyaku, suaraku sedikit bergetar, tidak bisa menyembunyikan kegelisahanku.Bowo yang tadinya tertawa terhenti mendengar ucapanku. Dia menatapku dengan mata terbuka lebar, tampak kaget. Lalu dia melirik layar ponselnya dan mengernyitkan dahi."Lo serius? Gue kira ini foto Dira," jawabnya dengan nada yang agak menyesal, kemudian tertawa canggung.Aku makin tercengang. Foto itu jelas wajah Shira, dan aku tidak bisa salah. Tapi kenapa ada gaya dan aura yang berbeda? Kulitnya yang glowing dan pose menggoda itu lebih mirip Dira. Ah! Aku semakin bingung.Bagaimana bisa Dira dan Shira begitu mirip? Perasaan campur aduk muncul di dadaku. Aku harus tahu lebih banyak."Lo yakin i
Aku tercengang di ruang tamu, dan menatap pada Bowo yang masih tiduran di sofa. Aku berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan Bowo."Apa? Dira? Dia datang kesini dan melayani Lo?" Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku.Aku merasa seolah ada batu besar yang menghempaskan dadaku. Perasaan cemburu dan marah datang begitu cepat, tak terkendali. Bagaimana bisa, Dira-wanita yang selama ini kurindukan-melakukan hal itu dengan Bowo?Bowo, yang tampaknya tak melihat ekspresi kesalku, malah tersenyum lebar dan berdiri dari sofa. Dengan santai dia mengenakan kaos hitamnya, lalu menepuk bahuku pelan."Lo nggak usah panik gitu, Panji. Dira itu bukan milik Lo! Dia itu emang jualan di aplikasi Michat itu. Jadi dia milik siapa aja yang mampu beli dia. Lo nggak perlu merasa tersakiti," katanya sambil terkekeh, seolah ini cuma masalah sepele.Aku hanya bisa diam. Pikiranku bergejolak, rasa cemburu membakar hatiku, tapi di sisi lain, aku tahu apa yang dikatakannya ada benarnya. Dira bukan siapa







