LOGIN"Kok bisa wajahnya Dira sangat mirip sama Shira?"
Aku masih duduk termangu di ruang tamu, serata memandangi foto Dira di layar ponselku. Rasanya jantungku masih berdetak lebih cepat dari biasanya. Wanita di foto itu ... entah kenapa, wajahnya terasa sangat familiar. Aku memandangi setiap detail dengan seksama. Tak bisa dipungkiri, dia memang mirip sekali dengan Shira, istriku. Mulutku terasa kering, dan pikiranku berputar. Apa ini hanya kebetulan? Kuamati wajah cantik Dira sekali lagi. Dari hidungnya, matanya, dan bibirnya, semua memang terlihat mirip dengan Shira. Hanya saja, wajah Dira terlihat lebih glowing dan mulus daripada Shira yang kusam dan berjerawat itu. Ada sebersit kemarahan di hatiku. Tanganku rasanya bergetar dan berkeringat dingin. Tiba-tiba terbayang bagaimana rasanya jika sampai Shira menjajakan diri di aplikasi hijau itu. "Sialan! Jangan sampai Shira seperti wanita-wanita murahan itu! Aku jelas nggak terima," geramku dengan frustasi. Aku berharap jika mereka memang hanya sekedar mirip. Kini kuambil nafas dalam-dalam dan ku hembuskan perlahan. Aku berusaha menenangkan pikiran yang sempat kacau. Bagaimana pun juga, aku tidak boleh terlalu paranoid. Bisa-bisa pikiranku jadi kacau sendiri jika aku terus berpikir seperti itu. "Enggak! Kau yang tenang, Panji. Dira itu ya Dira. Shira ya Shira. Mereka jelas-jelas orang yang berbeda." Aku menasihati diriku sendiri. Kini pandanganku kembali beralih pada foto Dira yang seksi dan sensual, dengan mengenakan pakaian renang. Aku menelan ludah susah payah, merasakan ada sesuatu yang mulai bangkit di bawah sana. Tanpa berpikir panjang, aku mengetikkan pesan untuk wanita cantik itu. [Hai, Dira. Kamu di mana?] Aku berharap, setidaknya, ini bisa memberi petunjuk lebih banyak. Tak lama, balasan masuk darinya. [Aku di sini. Kamu siapa?] Aku membalas, mencoba bersikap santai meskipun hatiku terasa cemas. [Aku Panji. Aku tertarik ngobrol lebih lanjut sama kamu. Apa kamu ada waktu] Beberapa detik terasa seperti beberapa menit. Akhirnya, pesan itu datang. [Boleh, kita bisa ketemu. Besok pagi, bagaimana kalau di restoran X?] Sebuah senyuman muncul di wajahku. Aku merasa sedikit lega, merasa semuanya mungkin hanya kebetulan saja. Wajah Dira dan Shira memang mirip, tapi mereka pasti tak saling kenal, kan? Aku membalas. [Oke, besok pagi aku tunggu di sana.] Setelah itu, aku pun menaruh ponsel dan berjalan menuju kamar. Senyum terus terukir di wajahku. Bahkan aku sampai bersiul-siul senang, membayangkan besok akan bertemu dengan si seksi Dira. Begitu sampai di kamar, aku melihat Shira sudah tidur dengan lelap. Tubuhnya tertidur dengan posisi yang hampir sama seperti malam-malam sebelumnya. Tidur dengan posisi membelakangiku. Tiba-tiba ada rasa bersalah yang mulai muncul dalam hatiku. Tapi, aku cepat-cepat mengabaikannya. Aku berbaring di sampingnya dan menutup mata. Dalam hitungan menit, rasa lelah menyelimutiku. Aku sudah sangat capek dan berpikir, besok akan jadi hari yang cukup berat. Tapi beberapa saat setelah aku berbaring, aku merasakan kasur berguncang. Ada perasaan aneh yang menghampiriku, seolah-olah tubuh Shira sedikit bergerak atau mungkin dia terbangun. Namun, rasanya aku tidak ingin membuka mata. Aku terlalu malas. Akhirnya, aku tetap melanjutkan tidurku, membiarkan segala sesuatu mengalir begitu saja. Terserah apapun yang ingin dilakukan oleh istriku itu sekarang. --- Keesokan paginya, aku bangun lebih awal. Aku cepat-cepat mandi dan mengenakan pakaian kantor. Tentu saja aku tak ingin membuat Shira curiga bahwa aku sudah di PHK. Lagipula pagi ini aku ingin bertemu dengan Dira. Jadi dia tak boleh berpikiran yang bukan-bukan. "Sudah mau berangkat ke kantor, Mas?" tanya Shira sambil menyiapkan bekalku di meja makan. "Iya, Sayang. Hari ini ada meeting pagi-pagi sekali," jawabku gugup, karena aku jelas-jelas berbohong. Shira tersenyum menatapku. Ia mengulurkan kotak bekal padaku. "Ini bekalnya, Mas. Hati-hati di jalan ya." "I ... Iya, Sayang. Kalau begitu aku berangkat dulu ya." "Iya, Mas." Shira mencium tanganku dengan penuh rasa hormat, membuat aku kembali diliputi perasaan bersalah itu. Setelah berpamitan pada Shira, aku cepat-cepat keluar rumah dengan mengendarai motor sportku. Aku bergegas pergi ke restoran yang sudah aku tentukan untuk berjumpa dengan Dira. Harapanku, hari ini bisa berjalan dengan lancar. Aku tidak sabar untuk bertemu dengannya. Bukan hanya bertemu, tapi lebih tepatnya aku tak sabar ingin menikmati keindahan tubuhnya yang sejak tadi malam hanya bisa aku bayangkan dalam khayalanku. Setelah tiba di restoran, aku duduk di sebuah meja yang sudah aku pesan sebelumnya. Aku memeriksa ponselku, berharap mendapat kabar dari Dira. Aku menunggu dan menunggu. Setiap menit yang berlalu membuatku semakin gelisah. Pagi mulai beranjak siang, namun Dira belum juga muncul. "Kemana sih wanita itu? Kenapa dia belum datang juga?" Aku mulai kesal dan mengirim pesan berisi kemarahan padanya. Seharusnya dia datang sesuai janjinya. Aku hampir memutuskan untuk membatalkan pesanan dan pulang. Namun, tepat saat itu, ponselku bergetar. Dira mengirim pesan. [Ada apa? Kamu cuma mau ketemu atau ingin menggunakan jasaku?] Aku terdiam sejenak. Ada perasaan yang sulit dijelaskan. Aku tahu apa maksudnya dengan "jasanya". Namun, perasaan bingung dan ingin tahu mengalahkan rasa ragu yang sempat muncul. Aku mengumpulkan keberanian dan membalas cepat. [Aku ingin menggunakan jasamu.] Dira membalas. [Baiklah, ketemuan di hotel Y, pukul satu siang.] Tanpa berpikir panjang, aku langsung setuju. Aku merasa antusias, meskipun ada sedikit keraguan yang terus menggelayuti. Aku merasa seperti sedang terjebak dalam suatu permainan yang aku sendiri tidak tahu bagaimana akhirnya. --- Siang ini aku pun tiba di hotel yang dimaksud oleh Dira. Dengan langkah cepat, aku bergegas menuju kamar yang telah disebutkan oleh wanita itu. Hatiku rasanya berdebar-debar begitu tiba di depan pintu kamar. Begitu tiba di sana, pintu kamar itu rupanya sudah terbuka, dan aku melangkah masuk dengan pelan. Di dalam kamar itu, seorang wanita seksi sedang berdiri di tengah-tengah ruangan, dengan mengenakan gaun minim berwarna merah yang pas di tubuhnya. Rambutnya terurai indah, dan dia tersenyum menggoda saat melihatku. Ada sesuatu yang terasa berbeda, sesuatu yang memunculkan perasaan tak menentu di dalam diriku. "Selamat datang, Panji," sapanya dengan suara lembut dan mendayu-dayu. Ia mengedipkan sebelah matanya dengan sangat menggoda. Aku memandangi wanita itu selama beberapa saat. Sejenak aku merasa kebingungan. Rasa familiar kembali datang. Kulit wanita itu yang sangat mulus, matanya yang indah tajam, senyumannya yang memikat, bibir seksinya dan juga tubuh indahnya .... Semuanya sangat indah dan sempurna. Namun, entah kenapa aku melihat bahwa wajah wanita ini terlihat sangat berbeda dengan yang ada di foto. Dia tidak mirip dengan Dira ataupun Shira. "Kamu ... Apa kamu Dira?" tanyaku sedikit ragu.Entah itu mimpi atau bukan, aku tak bisa membedakannya. Tapi yang aku tahu, tubuhku terasa sangat berat saat aku terbangun. Mataku yang terpejam membuka secara perlahan, dan saat itu juga aku langsung disambut oleh wajah cantik yang sangat familiar.Dira.Dia sedang berada di atas tubuhku dan mengguncang tempat tidurku. Rambut panjangnya tergerai indah, dan matanya yang kecoklatan itu tampak menatapku dengan intens."Dira, ini ... Ini benar kamu?" tanyaku dengan suara terbata-bata.Mataku tak berkedip menatap sosok wanita cantik yang kini sedang berada di atas tubuhku itu."Panji." Suaranya lembut, memanggil namaku seperti sebuah bisikan yang menenangkan, namun membuat jantungku berdebar tak karuan.Dia sangat cantik, jauh lebih cantik dibandingkan foto-fotonya di aplikasi hijau yang sering aku kunjungi hanya untuk berkirim pesan padanya. Wangi tubuhnya menyusup ke indera penciumanku, membuatku merasa seolah-olah aku hanyut dalam lautan aroma yang begitu menenangkan."Dira, apa yang k
Begitu pintu hotel terbuka dengan suara berderit, aku menoleh dengan cepat, berharap jika itu adalah Dira yang akhirnya datang. Namun, yang kulihat justru membuatku semakin terkejut bukan main.Sosok yang datang ke kamar itu bukanlah Dira, dan malah Bowo, sahabatku. Sama halnya seperti aku, dia juga tampak bingung saat melihat keberadaanku di sini. Ia berdiri di sana dengan ekspresi yang tak kalah terkejut. Aku pun buru-buru berdiri dengan raut wajah kebingungan."Loh, Bowo! Kenapa lo bisa ada di sini?" tanyaku kaget, suaraku tak bisa menyembunyikan rasa heran.Bowo tampak terkejut, matanya membelalak, seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat."Gue ... gue juga yang seharusnya nanya! Kenapa lo ada di sini, Panji?" tanyanya terbata-bata.Aku merasa ada yang aneh. Aku berjalan mendekatinya dengan mata memicing."Gue kesini karena mau ketemu sama Dira, di kamar ini. Jadi lebih baik Lo keluar aja sekarang, Bowo. Sepertinya Lo salah masuk masuk." Aku berkata dengan baik-baik padanya
Aku masih terdiam, mataku terkunci pada foto model cantik dan seksi yang menghiasi sampul majalah dewasa di layar ponsel Bowo. Foto itu begitu mencolok dengan pose menggoda dan gaya yang luar biasa. Namun, semakin lama aku menatapnya, semakin aku yakin bahwa ini adalah foto Shira, istriku."Itu ... Itu kan foto Shira?" tanyaku, suaraku sedikit bergetar, tidak bisa menyembunyikan kegelisahanku.Bowo yang tadinya tertawa terhenti mendengar ucapanku. Dia menatapku dengan mata terbuka lebar, tampak kaget. Lalu dia melirik layar ponselnya dan mengernyitkan dahi."Lo serius? Gue kira ini foto Dira," jawabnya dengan nada yang agak menyesal, kemudian tertawa canggung.Aku makin tercengang. Foto itu jelas wajah Shira, dan aku tidak bisa salah. Tapi kenapa ada gaya dan aura yang berbeda? Kulitnya yang glowing dan pose menggoda itu lebih mirip Dira. Ah! Aku semakin bingung.Bagaimana bisa Dira dan Shira begitu mirip? Perasaan campur aduk muncul di dadaku. Aku harus tahu lebih banyak."Lo yakin i
Aku tercengang di ruang tamu, dan menatap pada Bowo yang masih tiduran di sofa. Aku berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan Bowo."Apa? Dira? Dia datang kesini dan melayani Lo?" Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku.Aku merasa seolah ada batu besar yang menghempaskan dadaku. Perasaan cemburu dan marah datang begitu cepat, tak terkendali. Bagaimana bisa, Dira-wanita yang selama ini kurindukan-melakukan hal itu dengan Bowo?Bowo, yang tampaknya tak melihat ekspresi kesalku, malah tersenyum lebar dan berdiri dari sofa. Dengan santai dia mengenakan kaos hitamnya, lalu menepuk bahuku pelan."Lo nggak usah panik gitu, Panji. Dira itu bukan milik Lo! Dia itu emang jualan di aplikasi Michat itu. Jadi dia milik siapa aja yang mampu beli dia. Lo nggak perlu merasa tersakiti," katanya sambil terkekeh, seolah ini cuma masalah sepele.Aku hanya bisa diam. Pikiranku bergejolak, rasa cemburu membakar hatiku, tapi di sisi lain, aku tahu apa yang dikatakannya ada benarnya. Dira bukan siapa
Dari kejauhan, aku masih mengamati Shira yang tampak mengenakan selendang merah di kepalanya. Angin sore menyapu rambutnya, memberi kesan anggun saat ia melangkah di jalan rayat itu dan kembali naik ojol. Aku merasa jantungku berdetak lebih cepat, ada rasa penasaran yang mendalam menggigit setiap detik. Dengan hati-hati, aku mengikuti langkahnya. Tak ingin dia tahu, aku memastikan bahwa jarak kami tidak terlalu dekat.Shira naik motor ojek online itu dengan tenang, hingga akhirnya ia berhenti di sebuah minimarket yang tampaknya tidak terlalu ramai. Ia turun dan masuk ke dalam minimarket, dan aku memutuskan untuk mengikutinya.Begitu aku masuk ke dalam minimarket, Shira tampak sedang memilih beberapa bahan makanan di rak. Aku merasa sedikit canggung dan segera menyembunyikan diri di balik deretan barang-barang yang dijual, memastikan bahwa dia tidak melihatku.Setelah beberapa menit, Shira selesai berbelanja dan menuju kasir. Aku melihatnya membayar dengan uang tunai, tidak ada yang me
"Selendang ini ... Kenapa bisa ada di sini?Aku berdiri terdiam di depan lemari pakaian, menggenggam selendang merah yang baru saja jatuh dari tumpukan baju. Jantungku berdebar kencang.Ini … ini persis selendang milik Dira. Selendang yang tadi aku lihat di kamar hotelnya, yang sempat tertinggal saat dia keluar meninggalkan aku. Kenapa sekarang selendang itu bisa ada di sini, di rumahku?Aku berusaha menenangkan diri. Mungkin hanya kebetulan, pikirku. Tapi, semakin lama aku memandangi selendang itu, semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku."Apakah Dira dan Shira punya hubungan? Apakah mereka saling kenal?"Lagipula foto profil Dira di aplikasi Michat itu ... sangat mirip dengan Shira. Mungkin terlalu mirip. Meskipun aku belum melihat wajah Dira dengan jelas, tapi aku yakin jika mereka berdua memang sangat mirip.Hanya saja, Dira jauh lebih cantik, glowing, seksi, dan berkelas. Berbeda dengan Shira yang kumal, dekil, dan hanya mengenakan daster usangnya sebagai fashion sehari







