Share

Bab 4

Author: Lucyana
last update Last Updated: 2025-01-15 22:09:02

PULAU Jeju terkenal dengan cuaca dingin meskipun matahari bersinar terik di atas kepala. Hal ini karena pulau yang sering dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun internasional tersebut dikelilingi oleh pegunungan tinggi dan angin laut yang sejuk.

Begitu Farah turun dari dermaga, tubuhnya langsung menggigil sedikit. Dia tidak menyangka cuaca di dekat dermaga akan sedingin itu. Apalagi, dia lupa mengenakan hoodie.

"Di sini kamu harus pakai jas hujan kalau tidak mau wajahmu terkena percikan air laut," ujar Shina sambil mengeluarkan jas hujan transparan dari tas punggungnya.

"Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal? Aku tidak tahu harus pakai jas hujan ini. Kalau tahu, aku pasti sudah beli sejak awal," keluh Farah sambil memasang wajah masam, memandang jas hujan yang akan dipakaikan Shina ke tubuhnya.

Ya, Farah memang belum pernah menjejakkan kaki di Pulau Jeju, meskipun sudah beberapa kali berencana ke sana. Namun, selalu saja ada halangan yang membuatnya gagal berangkat.

Meski tinggal di Korea Selatan selama beberapa tahun, Pulau Jeju pun belum pernah dia kunjungi. Ini menunjukkan bahwa dia bukan tipe orang yang suka berlibur tanpa alasan. Bahkan kali ini pun, kalau bukan karena terpaksa ikut program team-building, mungkin dia masih sibuk di kantor menyelesaikan pekerjaan yang tiada habisnya.

"Di sini sebenarnya juga bisa beli jas hujan, tapi harganya lebih mahal karena rata-rata pengunjungnya adalah turis," kata Shina sambil tersenyum ramah. Rekan kerjanya yang satu ini memang selalu ringan tangan dan murah senyum, tidak peduli dalam situasi apa pun.

Mendengar bahwa harga jas hujan di tempat itu lebih mahal, Farah langsung memutuskan untuk tidak membelinya. Dia buru-buru berlari menaiki tangga bus yang sudah siap mengantar mereka ke penginapan.

HAMPIR setengah jam Farah berada di atas bus, tetapi anehnya tidak ada seorang pun peserta yang naik. Dia mulai mengangkat kepala untuk melihat ke arah depan, dan semakin aneh karena ternyata hanya dia seorang yang ada di dalam bus itu.

Farah segera bergerak ke pintu bus dan memeriksa keadaan di luar. Ah! Tidak ada bayangan Shina sama sekali. Ke mana perginya semua orang? Bergegas dia turun dari bus, mencoba mencari rekan-rekannya, termasuk Shina dan Hongjoong.

"Aduh... ke mana mereka semua pergi?" gumamnya.

Saat sedang asyik melihat ke sekeliling—di mana ada beberapa kios yang menjual makanan dan cendera mata untuk turis—tiba-tiba ponselnya yang berada di saku celana bergetar.

Farah dengan cepat mengeluarkan ponselnya untuk melihat siapa yang menelepon. Sayangnya, panggilan itu sudah terlewat. Dia lantas memeriksa grup LINE yang dibuat khusus untuk program itu.

Mata Farah membelalak saat membaca pesan dari Shina dan beberapa rekannya di grup, yang menyebutkan bahwa mereka kekurangan satu peserta.

"Aku, ya, yang mereka maksud?" Farah mengerutkan dahi, mencoba menahan rasa cemas. Kalau benar dia yang dimaksudkan, berarti dia tadi salah naik bus? Tapi bukankah hanya ada satu bus di sana?

Pesan baru masuk lagi di grup.

"Bukan satu orang, tapi dua orang..."

Alis Farah terangkat. Rasanya aneh karena ada yang menyebut dua orang yang tidak ada di bus. Kalau selain dirinya, siapa lagi? Saat Farah sibuk menatap layar ponselnya, telinganya menangkap suara seorang pria yang sangat dikenalnya sedang bertanya kepada salah satu sopir Uber di kios depan tempatnya berdiri.

Kepala Farah langsung mendongak untuk melihat siapa pria itu, dan ternyata, tidak lain tidak bukan adalah pesaing abadinya. Sama-sama tidak naik bus peserta program untuk menuju ke penginapan.

"Ergh! Lagi-lagi muka kamu! Dari zaman kuliah sampai sekarang, asyik-asyik kamu aja yang muncul di mana-mana!" Farah mengomel kesal sambil menghentakkan satu kaki ke tanah, meluapkan rasa geram terhadap situasi yang sedang dialaminya.

"Kelihatannya, kamu dan aku sama-sama terjebak di sini," ujar Hongjoong sambil mendekati Farah. Niatnya cuma satu: mengajak gadis itu untuk ikut naik Uber yang baru saja dia pesan.

Sopir Uber sudah mulai memanaskan mesin mobilnya. Tinggal Hongjoong yang berbelok sejenak, mendekati Farah yang masih berdiri mematung di tempatnya.

"Kalau iya, kenapa? Bagaimana mungkin kamu juga terjebak di sini?" Farah mengangkat alis, tidak mengerti bagaimana musuhnya itu bisa sama-sama tertinggal bus. Tak mungkin ini karena takdir! Sangat tidak mungkin.

"Aku tadi cari toilet. Tapi toiletnya ada di dermaga bawah sana. Begitu naik lagi ke sini, eh, busnya sudah nggak ada. Kamu sendiri, kenapa?" Hongjoong sengaja mengajak bicara, jarang-jarang ada kesempatan seperti ini untuk berbicara santai dengan Farah. Biasanya, mereka akan bertengkar seperti anjing dan kucing. Berbincang dengan tenang hampir mustahil terjadi.

Farah mendengus kesal dan memalingkan wajah ke arah lain.

"Aku salah naik bus..." jawab Farah pelan, nyaris seperti berbisik. Tapi Hongjoong sudah tahu gadis itu memang salah naik bus. Dia tadi sempat melihat Farah turun dari bus kosong yang ada di sana.

"Aku sudah pesan Uber. Mau ikut nggak?"

Farah langsung mencibir, merasa aneh mendengar Kim Hongjoong menawarkan tumpangan dengan nada yang cukup ramah.

"Kamu mimpi apa, Tuan Hongjoong? Tiba-tiba baik banget ngajak aku tumpang?" tanya Farah, sengaja ingin memastikan apakah pria itu benar-benar tulus atau hanya basa-basi.

"Aku nggak punya waktu buat ngajak dua atau tiga kali. Jadi pilihan ada di tangan kamu, mau ikut atau nggak." Setelah mengatakan itu, Hongjoong berjalan ke depan, meninggalkan Farah yang masih ragu.

Farah menggigit bibirnya, pandangannya melayang ke kiri dan kanan. Selain kios-kios cendera mata yang ada di situ, dia melihat papan bertuliskan Uber dalam hangul dengan harga layanan yang juga tertera di bawahnya.

Farah menelan ludah saat membaca harga Uber yang ditawarkan. Mahal juga! Perasaan resah mulai menjalari hatinya. Dia kemudian menatap Hongjoong, yang sengaja menoleh ke belakang, menunggu keputusan apa yang akan gadis itu buat.

"Hish!" Farah menggeram kesal sebelum melangkah cepat menuju ke mobil yang sudah siap untuk bergerak.

Tanpa ragu, dia segera masuk dan duduk di sebelah Hongjoong di kursi belakang, sambil meletakkan tas pakaian di tengah-tengah mereka sebagai pembatas.

Melihat tingkah Farah, Hongjoong menunjukkan wajah kesal. Gadis itu, masih sama menjengkelkannya seperti dulu. Padahal, dia tadi mencoba untuk bersikap baik. Tapi, kebaikan itu hanya sementara karena kompetisi mereka belum dimulai. Saat perlombaan nanti resmi dimulai, Hongjoong bersumpah tidak akan memberi kesempatan sedikit pun kepada Farah untuk memenangkan persaingan!

SETIBANYA di penginapan, Hongjoong langsung menyerahkan kartu pembayaran kepada sopir Uber sambil berkata, "Saya bayar punya saya. Untuk dia, bayar sendiri."

Farah, yang sudah bersiap untuk keluar dari mobil, langsung berbalik menatap pria itu dengan ekspresi terkejut.

"What?!" serunya dengan nada tinggi. Matanya membelalak, menampilkan kemarahan yang jelas di wajahnya.

Hongjoong hanya tersenyum sinis sambil mengambil kembali kartu yang sudah dihulurkan.

"Ya... ya... Kim Hongjoong!" Farah hampir berteriak saking geramnya. Dia melihat Hongjoong dengan santai keluar dari mobil, seolah-olah tidak ada apa-apa.

Farah hendak membuka pintu mobilnya, namun sopir Uber menahannya.

"Maaf, Nona. Bayar dulu."

Farah terdiam, memaksakan diri membuka dompet untuk membayar biaya perjalanan. Begitu selesai, dia keluar dengan langkah cepat dan amarah yang membara. Saat dia melihat Hongjoong tertawa puas di tepi jalan, rasanya dia ingin melemparkan sesuatu ke arahnya.

"Tunggu saja, Kim Hongjoong! Aku nggak akan kalah dalam program ini!" Farah menarik tasnya dengan gerakan kasar, menyalurkan rasa geram yang mendidih. Dia bertekad membalas perbuatan pria itu suatu hari nanti.

"Kalau memang aku harus bayar sendiri, lebih baik kamu nggak usah ajak aku tumpang! Dasar nyebelin!" Farah mengomel sendiri. Andai saja situasinya tidak ramai, dia pasti sudah menjitak kepala Hongjoong. Tapi mengingat pria itu adalah adik dari bos mereka sekaligus memiliki jabatan di perusahaan, dia menahan diri agar tidak menimbulkan masalah.

Setibanya mereka di lobi resort, Shina langsung mendekati Farah dengan wajah lega.

"Syukurlah kamu sampai dengan selamat."

Farah hanya memberikan senyum tipis yang dipaksakan. Hatinya masih panas dengan apa yang baru saja terjadi. Ketika matanya menangkap Hongjoong yang sudah santai menuju meja makan, rasa kesalnya kembali memuncak.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Shina sambil ikut melihat arah pandangan Farah.

"Baik... Eh, kamu sudah tahu belum kamar penginapan kamu?" Farah cepat-cepat mengalihkan pembicaraan, tidak ingin membahas apa yang terjadi di luar resort tadi.

"Sudah. Kita sekamar, kok. Kalau mau taruh tas dulu, kita bisa langsung ke sana. Sebentar lagi ada briefing dari fasilitator program."

Farah mengangguk setuju, lalu mereka berjalan bersama menuju kamar. Untuk sementara, dia meninggalkan rasa kesalnya di lobi. Tapi dia berjanji akan kembali menghadapi Kim Hongjoong dengan semangat baru, siap untuk memenangkan persaingan ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • From Contract To Jannah   BAB 22

    Langkah kaki menuruni sebuah taksi.Suasana di Itaewon terasa sedikit berbeda bagi Farah hari ini karena ia datang ke sini dengan satu tujuan saja. Sudah lama sejak terakhir kali ia menginjakkan kaki di sebuah bangunan berwarna putih dengan tangga di depannya seperti yang ada di hadapannya sekarang.Tampak banyak orang keluar-masuk dari bangunan itu, ada juga yang sedang duduk-duduk di bagian anak tangga. Jantung Farah berdebar saat melihat situasi yang terasa begitu asing baginya kini.Ia menarik napas sedalam mungkin sebelum melangkah mendekati tangga berwarna putih itu. Kebanyakan orang di sekitar tidak memperdulikan kehadirannya yang sedang menaiki anak tangga satu per satu. Tapi entah kenapa, ia merasa jantungnya memompa darah begitu cepat hingga rasa gugup mulai menguasai dirinya.Ia panik! Tapi ia mencoba menahan perasaan itu. Meski tangga itu tidak setinggi tangga di Batu Caves, Kuala Lumpur, yang harus dipanjat hingga ke puncak, tapi Farah merasa langkahnya sangat lambat dan

  • From Contract To Jannah   Bab 21

    Hari terasa begitu lambat berlalu, meskipun sekilas melihat jam di tangan sudah menunjukkan pukul enam petang.Enam petang di Korea Selatan tidak sama dengan waktu di Malaysia. Jika di tanah airnya, saat itu masih terlihat cahaya jingga di luar sana, tetapi di Korea, warna jingga sudah terganti dengan gelapnya senja.Farah merasa tidak nyaman ketika diperhatikan oleh Nyonya Hongju. Sejak tadi, wanita bergaya kebaratan itu tidak mengucapkan sepatah kata pun selama mereka berada di meja makan.Hongjoong juga tidak betah dengan situasi tersebut. Selera makannya sudah hilang sejak awal.“Hmm... kenapa kamu memilih perempuan ini?” tiba-tiba Nyonya Hongju bertanya sambil mengangkat gelas berisi minuman anggur.Farah menoleh ke arah Hongjoong di sampingnya. Dalam hatinya turut timbul rasa ingin tahu — kenapa lelaki itu memilih dirinya untuk menjadi pasangan palsu di depan wanita itu?Misteri dan pertanyaan itu masih belum terjawab dalam

  • From Contract To Jannah   Bab 20

    Sebuah rumah banglo yang memadukan ukiran klasik dan sentuhan modern menyambut pandangan dari kejauhan. Hanya rumah itulah yang berhasil menarik perhatian Farah ketika mobil perlahan-lahan mendekati gerbang yang masih tertutup rapat.Jantung Farah berdetak semakin kencang saat mobil yang dipandu Hongjoong berhenti di depan pagar, menunggu penjaga membukakan pintu untuk mereka.Tangannya spontan meraih sabuk pengaman sambil menengok-nengok ke luar jendela. Keresahan mulai menyesakkan dada. Bagaimana rupa dan sikap Nyonya Hongju? Farah benar-benar tidak tahu. Selama bekerja di Radiance Marketing, belum pernah sekalipun dia bertemu atau bahkan berselisih jalan dengan wanita itu.Yang sering dia lihat hanyalah Taejoong dan Hongjoong. Tuan Besar Kim pun hanya beberapa kali muncul, itu pun saat pemilik perusahaan itu datang sekadar ingin menikmati suasana kantor yang katanya sangat ia rindukan. Itulah satu-satunya informasi yang dimiliki Farah tentang keluarga H

  • From Contract To Jannah   Bab 19

    Akhir pekan yang tidak dinantikan akhirnya tiba juga.Kalau bisa, Farah ingin hari ini cepat-cepat berlalu agar dia tak perlu menghadapi seorang pria yang sejak tadi malam terus terbayang di pikirannya.Untuk pertama kalinya dalam "pertempuran" mereka, pria itu bersedia mengalah dan membiarkan Farah menang dalam persaingan mereka untuk hari-hari mendatang—dengan syarat dia harus setuju pada kontrak yang sudah dibacanya berulang kali!Hatinya bimbang dengan setiap syarat yang tertulis di atas kertas putih itu. Terlalu banyak hal yang harus diakuinya—Hongjoong terlalu teliti dalam setiap permintaannya.Sebagai seorang gadis yang tinggal di negara asing, dia sebenarnya tidak terlalu terdesak untuk menikah, meskipun kesepian sering kali terasa dalam menjalani hidup di negeri orang.Sejak menginjakkan kaki di Korea Selatan, dia sudah terbiasa dengan berbagai macam perangai manusia. Ada yang menusuk dari belakang, ada yang bermusuhan dengannya. Ada pula yang suka membully, bahkan ada saja p

  • From Contract To Jannah   Bab 18

    "FARAH..." Shina menyentuh-nyentuh tangan Farah dengan lembut. Dia tahu, seharusnya dia tidak ikut campur dalam urusan gadis itu. Tapi, hatinya benar-benar dipenuhi rasa ingin tahu tentang apa yang sedang terjadi.Kontrak pernikahan yang dia lihat tadi pagi. Benarkah Farah dan Hongjoong akan menikah? Bukankah mereka musuhan? Muslihat dan rencana apa yang sedang mereka susun bersama?Farah yang sedang menunduk menatap meja makan di kafetaria perusahaan mereka perlahan-lahan mengangkat kepala.“Kamu baik-baik saja?” Lain yang ingin dia tanyakan, lain pula yang keluar dari mulutnya saat melihat wajah Farah yang tampak linglung.“Entahlah, Shina… Kepalaku kacau. Nggak bisa fokus kerja. Semua gara-gara laki-laki nggak berguna itu.” Ucapan Farah terdengar pelan di akhir kalimat, dan Shina langsung paham siapa yang dimaksud oleh gadis itu.“Aku masih nggak ngerti…” Shina mencoba membuka pembicaraan sambil menyeruput minuman jeruk segarnya.“Kalau kamu nggak ngerti, aku lebih nggak ngerti!” N

  • From Contract To Jannah   Bab 17

    DUA hari telah berlalu, kesehatan Farah sudah pulih dan hari ini dia sangat bersemangat untuk kembali bekerja seperti biasa. Setelah selesai membersihkan diri dengan air hangat, terlintas di hatinya untuk merias sedikit wajahnya dengan lipstik yang sudah lama dibeli namun jarang sekali dipakai di bibirnya.Maklumlah, dia memang tidak suka merias wajah terlalu tebal. Cukup dengan cushion dan lip balm saja. Padahal, di negara metropolitan ini terkenal dengan berbagai produk skincare dan kecantikan wajah. Farah berbeda, dia tidak tertarik dengan semua itu. Bahkan, jika wanita lain suka berbelanja dan shopping sepuasnya, dia lebih senang menonton film atau hanya diam di rumah. Gaji yang diperoleh lebih banyak disimpan dan digunakan hanya saat diperlukan.Padahal sebenarnya dia bisa saja menggunakan uang yang dimilikinya untuk berbelanja karena dia tidak punya keluarga, tidak punya saudara kandung. Dia hanya perlu menanggung dirinya sendiri saja. Namun, sikap hemat itu sudah tertanam dalam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status