Kalian semua hai teman2 jelita sangat mengerti Laras. Semua komen, pasti Laras akan memaafkan Julio dan itu benar. Uda lega kita.... Happy reading. Terimakasih sudah membaca kisah Labayo.❤️
Julio POVPagi itu udara Jakarta masih lembap ketika aku dan Laras menarik koper menuju Stasiun BNI City. Dari kejauhan, suara roda koper beradu dengan lantai peron, berpadu dengan hiruk pikuk para penumpang lain.Sebenarnya aku sudah menawarkan naik taksi saja dari rumah. Menurutku lebih praktis, kami bisa duduk nyaman, tak perlu repot mengangkat koper naik turun kereta. Tapi seperti biasanya, Laras dengan segala perhitungan “APBL” ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Laras ) menolak mentah-mentah.“Naik taksi habisnya dua ratus ribu, Liyo, termasuk biaya tolnya . Kalau kereta bandara cukup enam puluh ribu untuk berdua. Hemat seratus empat puluh ribu. Ngapain buang-buang duit kalau sama-sama sampai airport?” katanya sambil mengerlingkan matanya.Aku hanya bisa tersenyum. Ucapan itu terlalu khas Laras. Perempuan sederhana yang tidak pernah malu menolak kemewahan, justru bangga dengan langkah hematnya. Dan aku? Seperti biasa, akhirnya menurut. Karena aku tahu, bila aku terus membantah, La
Laras POVBesok adalah hari keberangkatan kami ke Bangkok, hadiah dari kemenangan lomba The Couple Apprentice. Lomba itu bukan hanya memberi kami pengalaman berharga, tetapi juga membuka jalan baru yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Untuk pertama kalianya aku bisa liburan ke luar negeri, sekaligus belajar masak di Blue Elephant Cooking School dan mengenal budaya baru, serta hadiah yang paling penting adalah kami dapat modal usaha sebesar dua ratus juta rupiah yang akan ditransfer setelah kami pulang nanti.Kadang aku masih tak percaya bagaimana jalan hidup ini bisa berbelok ke arah yang sama sekali tak terduga. Rasanya baru kemarin aku berdiri di titik paling rapuh, kehilangan Bayu, adik terbaikku, lalu terjebak dalam lingkaran duka yang seperti tak berujung. Dan kini, aku berdiri di titik berbeda, bersama Julio dengan tangan yang menggenggam erat seakan tak pernah mau melepaskan, siap untuk maju bersama. Beberapa hari terakhir, aku sibuk mengurus paspor. Mungkin hal sed
Laras POV Aku duduk di ruang tunggu keluarga, menunggu Julio yang sedang menjalani operasi perbaikan retina. Dokter Yvonne bilang ini operasi kecil, tapi dadaku tetap berdebar seperti ingin pecah. Dalam diam, aku hanya bisa berdoa, semoga operasi ini berjalan lancar, semoga mata yang kini menyatukan aku dan Julio mata peninggalan Bayu. tidak sia-sia. Semoga Julio bisa kembali melihat dunia, dan melihatku tanpa rasa bersalah lagi. Pintu ruang tunggu tiba-tiba terbuka keras. Ario muncul dengan wajah panik. “Laras… terima kasih sudah hubungi aku. Tadi aku sempat panik. Sampai rumahmu kok pintu masih tergembok, Julio juga nggak ada di kontrakan. Aku tahu lombanya harusnya sudah selesai dari sore karena aku pantengin lihat live I*-nya dari awal . Gimana keadaan Julio sekarang?” Aku menarik napas, berusaha menenangkan Ario yang tergopoh-gopoh. Dengan lembut, aku ceritakan padanya apa yang terjadi, tentang matanya Julio yang tiba-tiba gelap, dan tentang operasi ini. Ario menepuk keningny
Laras POV Aku duduk di ruang tunggu post-operation, menatap ke arah pintu ruang operasi yang sebentar lagi akan dimasuki oleh Julio. Ruangan itu terasa dingin, bukan hanya karena hembusan pendingin udara, tapi karena perasaan campur aduk yang menguasai dadaku. Julio ada di sampingku, duduk dengan wajah yang pucat, matanya yang kosong menatap lurus ke depan, karena sekarang ini hanya ada gelap yang bisa dia tatap. Tangannya menggenggam tanganku erat, begitu erat, seolah dia takut aku akan melepaskannya kapan saja. “Maafkan aku ya, Ra… maafkan aku.” Suaranya pecah, lirih, seakan setiap kata adalah beban yang menekan dadanya. Aku menoleh, menatap wajahnya yang berusaha tetap tegar tapi tidak bisa menyembunyikan luka di baliknya. “Kok minta maaf lagi, Liyo? Tidak ada yang perlu dimaafkan. Semua sudah terjadi. Aku tidak ingin kamu menyia-nyiakan mata Bayu. Itu keinginan Bayu supaya hidupnya berarti meskipun dia sudah tidak ada di sini, jadi jangan sia-siakan, dengan tidak mau melakukan o
Laras POV Sejak Julio masuk ke ruang konsultasi dokter Yvonne, aku tidak bisa tenang. Kegelisahan merayapi tubuhku seperti semut yang tak henti menggigit. Aku duduk di kursi yang menghadap pintu, lalu pindah ke kursi lain di pojok ruangan, tapi rasanya semua kursi dipenuhi paku. Tidak ada satu pun tempat yang bisa membuatku merasa nyaman. Nafasku tersengal, tanganku dingin, dan hatiku seolah tahu, pasti sesuatu akan terjadi karena sikap Julio yang tiba-tiba menjauh dariku. Saat aku kembali berpindah, memilih kursi di samping pintu, seorang perawat melintas masuk ke ruangan dokter, sepertinya membawa rekam medis milik Julio. Tanpa sengaja, pintu yang hampir menutup rapat itu aku tahan dengan sertifikat kemenangan yang masih ada di tanganku, dan selembar bukti kemenangan itu membuatku bisa mendengar suara dari balik ruang konsultasi. Suara dokter Yvonne terdengar jelas dari celah pintu. “Retinamu lepas, Julio.” Jantungku seketika berhenti berdetak. Dunia seakan runtuh di hadapanku. A
Julio POV Aku duduk di kursi pemeriksaan, tubuhku kaku, seperti tak lagi milikku. Bau obat-obatan menusuk hidung, cahaya lampu putih di atas kepala terasa terlalu terang , tapi ironisnya, dunia di depan mataku justru semakin gelap. Mesin pemeriksa dengan layar digital di sebelah dokter Yvonne berdengung halus. Setelah menempelkan mataku ke alat itu, ia mengetik beberapa data, lalu berhenti. Tatapannya serius. “Julio,” suara dokter Yvonne terdengar hati-hati, seolah ia memilih setiap kata dengan saksama. “Retina matamu lepas.” Aku terdiam. Bukan karena terkejut, tapi karena entah mengapa aku sudah tidak lagi peduli. Hanya anggukan kecil keluar dariku, pasrah, seperti orang yang sudah kehilangan segalanya. Dokter Yvonne mencondongkan tubuhnya. “Tapi jangan khawatir. Ini bisa diperbaiki. Kasus seperti ini wajar terjadi, bahkan pada pasien tanpa transplantasi. Namun karena matamu hasil transplantasi, resikonya memang lebih tinggi kalau tidak dijaga dengan baik. Biasanya penyebabnya kom