Share

Quinn dan Eireen [2]

Setelah tiba di halaman parkir ke The Suite, Quinn menyempatkan diri menelepon Eireen, mencari tahu apakah gadis itu sudah tiba di rumahnya atau belum. Eireen malah mengaku dia sedang mampir ke sebuah coffee shop untuk bertemu seorang teman.

Satu setengah tahun terakhir, Quinn menduduki posisi bergengsi sebagai residence manager. Jabatan itu membuatnya mengepalai delapan manajer lini pertama. Jadi, tanggung jawab Quinn memang cukup berat karena harus mengawasi dan bertanggung jawab atas kinerja semua departemen di bawahnya.

Sudah bergabung di The Suite sejak berusia 24 tahun, hanya berjarak sebulan sejak meraih gelar sarjana, Quinn mengawali kariernya sebagai petugas housekeeping. Setelah itu, secara berkala Quinn berpindah bagian. Mulai dari bagian akunting, food and beverage, front office, engineering, hingga marketing.

“Kamu harus paham tiap bagian di hotel ini. Bahkan, kalau bisa, nggak sekadar paham. Tapi memang menguasai setiap bidang. Itu modal utama kalau ingin punya kedudukan tinggi, Quinn. Karena kamu nggak bisa cuma mengandalkan laporan dari para bawahan juga. Kalau ada masalah, kamu akan tahu sumber dan cara memecahkannya. Itu salah satu cara supaya bisnis bisa berkembang, apa pun jenisnya. Pemilik nggak cukup hanya punya modal, Quinn. Tapi juga kemampuan. Supaya bisa terhindar dari penipuan dari orang-orang yang tak bertanggung jawab,” urai kakeknya, Jan Simon.

Itu cuma sebagian petuah panjang yang diucapkan Jan pada cucunya lima tahun silam. Lelaki itu juga mengakui bahwa dia menyiapkan Quinn untuk menjadi penggantinya kelak. Karena tampaknya tak ada anak dan cucu lain yang tertarik untuk ikut mengurus The Suite.

Sang kakek ada benarnya. Dengan bekerja di setiap departemen yang ada di The Suite selama minimal tiga bulan, Quinn memperoleh banyak sekali pengetahuan berharga. Dia mungkin tidak ahli dalam hal permesinan, tapi setidaknya Quinn bisa memperbaiki jika terjadi kerusakan pada peralatan atau fasilitas hotel. Quinn juga bisa membersihkan kamar sama baiknya dengan pegawai bagian housekeeping.

“Kakek yakin, kamu bisa diandalkan. Makanya Kakek memberi kamu posisi sebagai residence manager ini,” ucap Jan, satu setengah tahun silam. “Setelah menjadi accounting manager, sudah saatnya kamu naik jabatan.”

Meski senang dengan apresiasi yang diberikan kakeknya dan selalu bicara bahwa pekerjaannya di The Suite adalah hasil nepotisme, Quinn berusaha menolak kenaikan jabatan itu. “Kek, masih terlalu cepat kalau aku menduduki posisi residence manager. Lagi pula, latar belakang pendidikanku kan memang di bidang akunting. Jadi, kurasa posisi yang sekarang adalah yang paling tepat buatku.”

“Kakek sama sekali tidak setuju,” bantah Jan. “Sejak awal, Kakek kan sudah bilang, akan menyiapkanmu sebagai pengganti Kakek. Sebenarnya, Kakek berencana mengangkatmu menjadi residence manager minimal tiga tahun lagi. Tapi Kakek lihat kamu sudah mampu untuk tanggung jawab yang lebih besar. Kamu sudah membuktikan diri selama ini, Quinn. Bekerja lebih keras yang bisa Kakek bayangkan. Apalagi, Martin akan segera pensiun. Jadi, jabatan residence manager akan lowong.” Jan menatap cucunya sungguh-sungguh. “Tapi, alasan yang sesungguhnya, karena Martin sendiri yang merekomendasikanmu.”

Kalimat terakhir kakeknya membuat Quinn terpana. Martin adalah salah satu bawahan Jan yang paling tegas dan memiliki standar tinggi. Bukan cuma sekali dua Quinn dimarahi karena dianggap tidak becus bekerja. Karena itu Quinn selalu yakin bahwa dirinya mendapat poin minus di mata Martin.

“Pak Martin yang merekomendasikanku, Kek?” ulang Quinn, tak percaya.

Yes! Itulah sebabnya Kakek tidak menunggu sampai tiga tahunan lagi. Kamu kan tahu sendiri kalau Martin itu galak tapi objektif. Standarnya memang tinggi tapi dia nggak sungkan memberi pujian jika seseorang memang pantas mendapatkannya. Emma yang sudah hampir sepuluh tahun menjadi manajer di bagian housekeeping, malah mendapat nilai paling rendah. Padahal, Emma yang paling banyak pengalamannya di The Suite untuk kategori manajer lini pertama,” ungkap Jan, panjang.

“Jadi, sebaiknya aku nggak berani menolak rekomendasi Pak Martin, ya?” Quinn menyeringai. “Tapi, Kek, jujur saja, aku merasa ini terlalu cepat. Lompatan karierku terlalu jauh. Aku masih butuh waktu untuk belajar banyak.”

Jan menukas dengan nada tak sabar, “Kalau kamu memikirkan omongan orang, lupakan saja! Kalaupun Kakek menunjukmu sebagai general manager sejak kamu baru bergabung di The Suite, tak ada yang bisa melarang. Sebisa mungkin Kakek tetap objektif, Quinn. Apalagi, Kakek mendapat rekomendasi dari orang yang selama ini penilaiannya memang dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Posisi kamu sebagai cucu Kakek, cuma bonus. Jadi, kamu tidak memiliki alasan untuk menolak.”

Quinn pun akhirnya menggumamkan persetujuan. “Baiklah, Kek. Aku akan menjadi residence manager terbaik yang ada di The Suite.”

Jan memiliki dua orang anak, dari pernikahannya dengan nenek Quinn yang sudah meninggal sejak pria itu masih balita. Putri sulungnya adalah ibu kandung Quinn yang sejak kuliah pindah ke Yogyakarta hingga kemudian menjalani profesi sebagai psikolog. Sedangkan putra bungsu Jan memilih menetap di Australia dan bekerja sebagai dosen sejarah.

Ketiga saudara Quinn dan dua orang sepupunya, menolak ajakan Jan untuk bergabung di The Suite. Hanya Quinn yang bersedia. Bahkan, sejak kecil dia memang bercita-cita untuk ikut mengelola hotel yang dibangun kakeknya sejak akhir tahun sembilan puluhan itu.

“Malam, Pak,” sapa Wiwiek, asisten Quinn. Mereka berpapasan di lobi, saat Quinn hendak menuju ruang kerjanya. “Tadi Bapak dicari oleh Bu Rida,” beri tahunya. Nama yang disebut Wiwiek adalah Front Office Manager di The Suite.

“Bu Rida menjelaskan apa keperluannya?” tanya Quinn.

“Nggak, Pak. Cuma bilang, ada hal penting yang ingin dikonfirmasi,” sahut Wiwiek.

Tangan kanan Quinn merogoh saku jasnya untuk mengambil ponsel. Dengan cepat, lelaki itu mengecek gawainya, cemas sudah melewatkan panggilan telepon penting. Ternyata, tidak ada yang mengontaknya saat meninggalkan hotel untuk makan malam tadi.

“Terima kasih infonya, Wiek. Nanti saya akan kontak Bu Rida,” janji Quinn. Dia mengecek arlojinya. Saat ini sudah pukul sembilan lewat. Khusus hari Sabtu, jam kerja Wiwiek memang lebih panjang. Seharusnya perempuan itu sudah pulang pukul enam sore. Namun Wiwiek biasa bekerja lembur sampai pukul sembilan. “Ada masalah selama saya pergi?”

“Nggak ada, Pak. Semuanya lancar, aman, dan terkendali,” gurau Wiwiek.

Quinn tertawa kecil. “Kenapa kamu belum pulang? Ini sudah lewat jam sembilan.”

“Saya menunggu Bapak kembali ke hotel,” sahutnya.

“Maaf, saya memang telat kembali ke sini.” Quinn merasa bersalah. Padahal, tadi dia sudah berkendara lumayan cepat jika tak ingin dianggap mengebut. Ternyata, dia tetap saja tiba di hotel sekitar sepuluh menit setelah pukul sembilan. “Kamu bisa pulang sekarang, Wiek.”

Quinn lalu pamit untuk menuju ruang kerjanya. Lalu, dia mengontak Rida untuk menanyakan keperluan perempuan itu. Rida mengaku tadinya ingin mengonfirmasi sesuatu tapi ternyata sudah mendapatkan jawaban.

Setelah yakin tidak ada pekerjaan mendesak yang harus dibereskannya, Quinn memutuskan untuk berkeliling. Ini salah satu hal yang ditirunya dari Martin. Pria yang digantikan Quinn itu biasanya memang rajin memeriksa segala sesuatunya. Martin akan berpatroli minimal satu jam setiap harinya, demi memastikan tak ada masalah di setiap departemen.

Setelah lewat pukul sebelas malam, Quinn akhirnya bersiap untuk pulang ke mes yang disiapkan oleh kakeknya, untuk semua karyawan The Suite. Khusus akhir pekan, seperti halnya Wiwiek, Quinn bekerja lebih lama dibanding biasa. Dia datang ke hotel pukul sepuluh pagi dan pulang menjelang tengah malam. Itu sebagai bentuk tanggung jawabnya.

Quinn baru saja mematikan laptop saat ponselnya berbunyi. Nama sang kekasih tertera di layar. Lelaki itu belum sempat menyapa saat Eireen sudah membuka mulut.

“Quinn, bisa datang ke sini, nggak? Aku parkir di depan Botani Square. Barusan aku menabrak mobil pas mau berhenti di lampu merah. Kepalaku pusing dan....”

Rasa cemas yang kuat meremas dada Quinn. Sebelum Eireen selesai bicara, dia buru-buru menyanggupi dan meminta gadis itu menunggunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status