Share

Bab 7. Kakak Ipar Rese

Pov Irfan

"Mmm... naik taksi online ajalah." Gumamku dalam hati saat melihat teriknya cuaca pagi ini. Masih juga pagi tapi matahari sudah bersinar begitu terang seperti di siang hari.

Aku langsung mengurungkan niatku untuk naik angkutan umum dan mengutak-atik gawai guna memesan moda transportasi roda empat dari aplikasi yang didominasi oleh warna biru. 

Buat apa panas-panasan dan berdesak-desakan di angkutan umum kalau bisa duduk santai ditemani semilir angin dari AC mobil taksi online. Masalah ongkos itu gampang, tinggal minta sama Bang Indra atau istrinya, beres!!

"Bang, tunggu sebentar ya! Saya gak bawa ongkos." pamit ku pada sang sopir saat mobil sudah sampai di rumah Bang Indra.

Entah kenapa rumah abangku terasa sepi, biasanya dua keponakan kembarku bermain di halaman rumah dengan sangat berisik. Aku langsung masuk saja ke dalam rumah untuk meminta ongkos pada abangku. Tapi si4l, yang kutemui malah si Maya, istrinya Bang Indra yang cerewet dan sok ngatur. Kakak iparku itu bener-bener rese!

Nah bener, kan? Baru juga datang dia sudah heboh sendiri dan memaki-maki aku kayak bunyi petasan banting cuma gara-gara aku mintain duit ongkos. Bahkan saking hebohnya ia sampai membanting wajan penggorengan. Aku malas meladeni kakak ipar model begitu, ngasih uang enggak tapi ngomel-ngomel iya. Mending aku cari Bang Indra saja... kalau abangku itu sudah pasti royal sama aku, dia kan sayang banget sama aku.

Pucuk dicinta, kakak iparku itu berbaik hati menunjukkan dimana abangku berada, tak perlu lah aku bersusah payah mencarinya kemana-mana. Aku sudah tak enak hati, sopir taksi online sudah membunyikan klakson karena aku tak kunjung keluar rumah membayar ongkos.

Bener-bener kakak iparku itu tega.

"Bang, bagi duitnya seratus ribu dong!" Aku menepuk keras pundak Bang Indra yang sedang tertidur pulas. Ia hanya menggeliatkan badan dan merubah posisi tidurnya dari miring kanan ke miring kiri.

Ck jam segini masih belum juga bangun... Dasar pemalas!! Eeh sama lah dia sama aku. Biasanya Bang Indra ini saingan sama aku bangun siang. Hehehe.

"Bang!!" Sengaja ku tepuk lebih keras kali ini. Kebiasaan Bang Indra ini kalau tidur udah kaya kerbau mati, jadi harus ekstra tenaga untuk membangunkannya. Kalau perlu pinjam toa sekalian dari mushola.

"Apaan sih gangguin orang tidur aja?" Gerutu Bang Indra sambil mengucek-ucek matanya yang masih susah melek.

"Aku minta duit seratus ribu buat bayar ongkos taksi online. Itu abang supirnya udah nungguin dari tadi. Minta sama istrimu bukannya dikasih malah di omelin." Sekalian saja kuadukan kelakuan istrinya biar mampus kena maki abangku nanti.

Salah sendiri tiap aku kesini pasti pasang muka garang, udah macam singa betina yang baru saja melahirkan.

Bang Indra masih malas-malasan di kasur, ia hanya menunjuk ke gantungan baju di belakang pintu. "Ambil aja sendiri di dompet! Dompetnya abang taruh di saku celana hitam itu."

Gegas ku ambil celana hitam yang Bang Indra maksud dan merogoh ke kantongnya. Di dalam dompetnya ada sepuluh lembar uang merah. Sambil menengok ke belakang buru-buru ku tarik dua lembar uang merah tersebut dan merapikan kembali dompet dan celana Bang Indra ke gantungan lagi. Untung Bang Indra masih belum melek sempurna, ia masih terlalu nyaman rebahan di kasur.

"Hmm lumayanlah dua ratus ribu..." Gumamku dalam hati sambil menyelipkan selembar uang hasil tilepan ke saku celana jeans yang kupakai dan menggenggam yang selembar lagi untuk kuberikan kepada supir taksi yang masih menunggu di depan.

Biarlah nanti kalau Bang Indra tanya tinggal jawab saja 'tidak tahu'. Paling-paling istrinya yang kena tuduh. Hahaha, seringai jahat terukir di senyumanku.

Aku segera menemui abang supir taksi online untuk memberikan uang ongkosnya. Entah kenapa kakak iparku masih berdiri mematung di depan pintu. Kutabrak saja sekalian biar dia tahu rasa.

"Ini kembaliannya buat abang aja. Itung-itung buat ongkos nungguin saya." ucapku pada sopir taksi online yang kelihatannya sudah sangat cemberut. Mukanya saja ditekuk sepuluh, bibirnya sampai manyun begitu. Tapi begitu ku berikan uang lebihan ia langsung tersenyum sumringah dan bergegas pergi. Dasar mata duitan!

Saat hendak masuk ke dalam rumah, kulihat abangku itu bertengkar dengan istrinya. Entah gara-gara aduanku tadi atau gara-gara duitnya hilang karena kuambil. Bodo amat, aku melenggang saja melewati mereka tanpa permisi. Malas kali harus berbasa-basi pada kakak ipar yang jelas-jelas tak menyukaiku.

Aku langsung ngeloyor duduk di depan TV dan menonton acara siaran ulang sepak bola yang semalam belum sempat ku tonton. Mumpung duo kembar tidak ada di rumah. Kalau ada mereka mana bisa aku menonton TV di rumah abangku. Yang ada TV dikuasai oleh mereka dengan tayangan-tayangan kartun seharian.

Baru juga mau selonjoran, perutku terasa keroncongan. Ah mungkin ini efek belum sarapan dari pagi.

Lekas aku menuju ke meja makan yang ada di sudut pojok dapur dan membuka tudung saji. Wahhh semua makanan yang tersaji benar-benar menggugah selera. Wangi masakan kakak iparku ini menguar harum dan menggelitik lambungku yang sudah menjerit minta diisi makanan.

Inilah satu-satunya hal yang paling aku senangi dari kakak iparku, masakannya enak-enak seperti rasa masakan di restoran kelas mewah.

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Bang Indra dan istrinya. Namun entah dimana mereka sehabis berdebat tadi, tak kulihat batang hidung mereka karena asyik menonton TV.

"Bodo ah, aku makan duluan. Sudah lapar ini." Aku segera mengambil piring dan sendok dan menuang dua centong nasi kedalam piring. Bak orang kelaparan seperti tak di kasih makan berhari-hari, aku kalap dan kesetanan memakan makanan hasil olahan kakak ipar yang memang sangat lezat. Tak sadar diri ini sampai nambah nasi dua kali.

Tapi baru juga aku mau menyuap nasi lagi ke dalam mulut, suara teguran kakak ipar terdengar melengking di telinga. Ku toleh ia sudah berdiri sambil memegang gagang kain pel dengan erat.

Ku pikir dia mau memukulku, tapi ternyata ia hanya mengomel mempermasalahkan aku yang makan duluan. Lah sama saja kan mau makan duluan atau nanti, ujungnya juga makan semua kan? Kenapa harus berbarengan? Kayak teletubies aja.

Ku lihat raut mukanya sudah merah padam, apalagi saat melihat aku hampir menghabiskan semua hidangan yang tersaji diatas meja.

Oke... aku akui aku khilaf. Masakan kakak ipar memang benar-benar enak sampai-sampai aku tak ingat kalau yang lain belum makan.

Ku tinggal saja dia yang masih merepet tak jelas. Tak ku hiraukan suaranya yang sudah mulai naik satu oktaf. 

Beruntung Bang Indra segera keluar dari kamar dengan aroma wangi sehabis mandi. Ia membantuku menghentikan ocehan istrinya yang sedari aku datang memarahiku terus-terusan.

Benar kan? Cuma Bang Indra yang bisa menjinakkan singa betina itu. Tak kudengar lagi suaranya merepet.

Lambat laun aku mengantuk dan gegas masuk ke kamar si kembar untuk tiduran. Memang benar kata orang, kalau perut kenyang pasti rasa kantuk datang. Makanya kita tak boleh makan terlalu kenyang.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ina Muharochmawati
jadi perempuan harus kuat.. semangat Maya..
goodnovel comment avatar
Mariposa
author sukses bisa ngebuat pembaca greget. Suerrr, sebel bgt sama Irfan dan indra. Mau hebat tapi gak memikirkan kebutuhan. Semangat buat mba May, jangan mau ngalah, please! ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status