Saat ini terlihat Neneng yang sedang mengangkat embel pelan dengan susah payah, setelah memberikan semua pesanan orang kantor, dia di suruh mengepel lantai satu. Namun karena cukup banyak orang yang bulak balik di sana membuat pekerjaan tak sudah-sudah.Orlando yang sedang menunggu kedatangan sang tuan mudanya, melihat hal itu dan segera membantu Neneng yang terlihat sangat kesusahan. Sedangkan gadis Sunda itu, kaget saat ada tangan yang menggantikan memegang ember itu, saat ia melihat siapa orangnya, matanya melebar seperti tak percaya. Apa ia sedang bermimpi? Pria tampan dengan rahang tegas itu membantunya, sekarang senyuman mengembang lebar lalu ia menutup mulutnya karena malu. Sedangkan Orlando merasa apa yang ada di tangannya itu tak terlalu berat, tapi kenapa wanita ini begitu terlihat susah, atau memang ingin simpati semua orang, ia melihat Neneng yang ia tau teman Safira. Sekarang gadis itu menatapnya tanpa berkedip. "Kamu kenapa?""Eneng teh kayak mimpi aa bantu Eneng," u
Langkah besar Dexter membuat masuk kedalam tempat yang penuh dengan sorotan lampu juga musik yang amat kencang, semua orang yang ada di sana bersorak juga berjoget untuk menghilangkan stress yang mereka alami atau sekedar bersenang-senang.Beberapa wanita yang tak sengaja berpapasan dengan Dexter, memasang wajah tertarik dan bahkan ada yang memegang tubuhnya dengan senyuman menggoda, tapi Dexter tak merespon. Dia terus melangkah maju, menuju seseorang yang saat ini sedang duduk sambil memegang gelas yang berisi wine yang merah memikat, sesekali tangan lentiknya berputar-putar membuat wine itu mengikuti arah tangannya. Rambut panjang terurai menyamping, tak lupa anting panjang berwarna silver yang terlihat di lapisi berlian itu menambah kesan elegan dari yang memakannya. Dexter menatap datar orang itu dan duduk di depannya membuat si wanita tersebut terkejut. "Ka-kapan kamu datang?" tanya Angelina, dia tak sadar karena asik melamun mencerna apa yang dikatakan Dexter kemarin. "Baru
Beberapa tahun silam dimana saat Dexter masih kecil, dia telah memperlihatkan tingkah yang aneh, dimana saat ini kedua orang tuanya baru saja pulang dan sengaja ingin melihat putra mereka, yang mereka dengar kerap kali menyakiti hewan peliharaan yang mereka belikan atau kadang membunuhnya.Terlihat saat ini Dexter kecil yang duduk membelakangi mereka dengan tubuh kucing di depannya. "Dexter sayang! Mama sama papa pulang!" Ketika anak itu berbalik alangkah terkejutnya ia melihat kepala kucing itu sudah terpisah dari tubuhnya, tangan Dexter juga berlumuran darah lengkap dengan pisau dapur yang ia pegang. Saat itu Dexter masih berumur 7 tahun, dan dokter bilang Dexter memilih gangguan mental karena depresi yang di alami, kurangnya perhatian membuat dia bisa melihat apapun lalu mencontohnya. Sejak itu Dexter selalu meminum obat dari dokter, walau ia tak mau ibunya selalu saja memaksa, membuat Dexter kesal juga marah. Sebelum wanita itu tak pernah peduli padanya dan ketika datang denga
Keesokan paginya Dexter berjalan turun kebawah dengan satu tangan memegang ponsel dan satu lagi memegang penyangga tangga, sedangkan Safira yang hampir tak bisa tidur karena memikirkan majikannya, malah melihat pria itu yang tampak biasa' saja seperti tak terjadi apa-apa. "Mas udah gak apa-apa?" tanya Safira yang penasaran. "Seperti yang kamu lihat! Aku bilang jangan khawatir!" ujar Dexter yang duduk di kursinya, dengan mata yang masih mantap layar ponsel di tangannya. "Gimana gak khawatir sih mas, orang mas aja keliatan pucet gitu. Lagian mas abis dari mana sih?" Tak lama Dexter meletakan ponselnya, Safira kira pria itu kesal, namun ucapannya malah membuat dia yang kesal. "Mau tau aja atau mau tau banget?" "Ih mas Dexter ini, ditanya bener-bener malah balasnya gitu," ucap Safira yang kesal, namun Dexter hanya tersenyum mendengarkannya, senyuman yang terkadang di perlihatkan itu membuat detak jantung berdebar cepat, intinya ketampanan dari pria berkacamata itu sangat memukau apal
"Si-siap ngapain mas?" tanya Safira yang masih berpikir jernih, kalau Dexter hanya sedang menggodanya. "Siap untuk menikah?" tanya Dexter yang sekarang menuangkan air putih ke gelas, dan itu membuat Safira menelan air ludahnya susah payah karena tak tau lagi harus bagaimana mana. Intinya ia senang juga terkejut tapi ia takut kalau pria itu hanya bercanda dengannya dan dia akan sedih setelah itu. Safira tertawa bodoh, dia memakan masakannya dengan wajah yang sudah memerah. "Mas, lagi bercandakan? Masa mas mau nikah sama saya? Nanti pacar mas gimana?" Dexter sejujurnya mulai muak dengan semua ini, tapi ia juga harus memikirkan tentang kondisi Safira, jika wanita itu kenapa-kenapa setelah ia bicara tentang hubungan mereka, maka bisa saja amnesia bertambah parah. "Buruan kita harus ke kantor!" ujar Dexter yang kembali melanjutkan makan tanpa berpikir tentang menjawab bertanya Safira, tentu saja gadis itu merasa kalau ia salah bicara hingga Dexter marah padanya. "Mas marah ya?" "Tid
Beberapa tahun yang lalu ….Dimana gadis muda itu, mulai merasakan sisi lembut Dexter yang dulu tak pernah terlihat, pernah merasa curiga tapi Safira yang sudah terbuai tak lagi menghiraukan perasaan itu. Bahkan hubungan itu terasa seperti sedang pasangan kekasih, tapi juga terlihat seperti kakak beradik. Angelina yang melihat kedekatan keduanya merasa amat kesal, dan menghampiri Safira yang saat ini baru saja selesai membuang air kecil di kamar mandi, sahabat Dexter itu membawa dua orang temannya guna melakukan hal mengancam pada Safira. Safira muda yang merasa heran dengan kehadiran ketiga orang itu. “Ada apa ya kak Angel?” Angelina mendorong tubuh Safira hingga menabrak tembok di belakangnya, karena hal itu punggungnya terasa sakit sekarang dan ia memperlihatkan wajah meringis pada ketiga kakak kelasnya itu, namun mereka bukan kasihan atau panik malah tersenyum menyeringai.“Itu peringatan buat Lo! Karena Lo berani deketin Dexter gue,” ucap Angelina yang memasang tampang angkuh
Safira saat ini merasa gugup, dia membawa bunga mawar merah yang ia beli hasil uang tabungannya selama ini, demi sang pujaan hati yang sekarang telah lulus dari sekolah menengah atas itu. Banyak kakak kelasnya yang berdandan amat cantik juga begitu tampan dengan setelan jas yang mereka pakai, sedangkan anak kelas 10 sampai 11 hanya memakai baju batik sekolah sesuai aturan dari para guru. Walau tak secantik kakak kelas dua belas, tapi ia tak pantang mundur demi memberikan bunga itu. Matanya kesana kemari guna mencari keberadaan Dexter, namun saat ia melangkah maju bunga yang ia pegang jatuh. Melihat hal itu, tangannya hendak mengambil bunga tersebut, namun sepatu high heels malah menginjak bunga juga tangannya dengan begitu sadis. Safira melihat ke atas, ternyata itu Angelina, selama ini wanita itu memang kerap kali melakukan aksi gila, tapi Safira tak ingin memperpanjang masalah, lagipula Dexter tetap menjadi miliknya walau orang ini terus mengusiknya. “Sakit?” Dengan mata yang
Safira menatap Dexter dengan sedikit berkaca-kaca, lalu dia tersenyum dan mengangguk mau, siapa yang tidak mau bersanding dengan pria ini. Entah kenapa dia bisa menjilat ludahnya sendiri, karena dulu ia amat benci dengan lelaki ini. Tapi lambat laut, dia menyukainya, sikapnya pura-pura dingin di depan namun peduli dibelakang memberikan kesan lucu padanya, dia juga sangat menyukai pria ini, jauh di lubuk hatinya. "Iya kak, aku mau."Dexter tersenyum sambil menghela nafas, dia merasa lega juga bahagia mendapatkan jawaban dari Safira, bahkan rasanya ia tak pernah mendapatkan perasaan seperti sepanjang hidupnya. "Tapi kayaknya kita harus LDR deh," ucap Dexter yang membuat Safira yang tadinya tersenyum bahagia menatapnya bingung."Maksud kakak?" "Mama sama papa minta aku kuliah di luar negeri." Mendengar hal itu suasana hati Safira langsung berubah, dia menjatuhkan diri dari lelaki itu karena kesal, yang benar saja dia merasa sudah di bawa terbang tinggi namun pada akhirnya di hempasan