Share

BAB 3

Penulis: Zukma_Artajaya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-26 11:35:19

“Ka...Kamu siapa” Hani gemetar dan mundur sedikit ke belakang. Pria itu menatap Hani tajam “Panggil dia keluar” Jawab pria itu dingin.

Wajah Hani semakin memucat “Apa maksud kamu adalah Mona...Dia sedang sakit dan tidak menerima tamu.  Kalau ada urusan dengannya bisa bicara denganku. Aku adalah .....” Belum sampai selesai Hani mengeluarkan kalimatnya.  Pria itu masuk kedalam rumah Mona. Hani terkejut “Hei..jangan sembarangan masuk!”.

Tetapi pria itu mengabaikannya. Matanya tertuju ke sebuah pintu kamar mandi yang terbuka. Dia bergegas masuk ke kamar mandi itu. Hani panik dan berteriak “Hei...kamu tidak boleh masuk kesitu!”. Pria itu tetap masuk ke kamar mandi dan mendapati Mona sedang dalam keadaan pingsan. Pria itu langsung mengambil kain tirai penghalang dan membalutnya ke tubuh Mona. Dia menggendong Mona secara perlahan-lahan. Karena takut akan menyakiti Mona.

“Kenapa kamu masuk sembarangan!” Hani berteriak marah sambil jarinya menunjuk ke pria itu.

Pria itu menatap tajam ke Hani. “ Dia sudah seperti ini! Kenapa kamu membiarkannya!” Bentak pria itu. Kaki Hani bergetar mendengar kata-kata pria tersebut. “A...Aku” jawab Hani terbata-bata.

“ Aku akan membawanya ke rumah sakit. Kau ikutlah di belakang” Pria itu berjalan keluar rumah.

Hani merunduk “Baik”. Pikiran Hani kacau. “Ini aneh, kenapa aku tidak berani  menolak perintahnya? Siapa pria ini? ” batin Hani lalu kemudian berjalan mengikuti pria itu.

Pria tersebut menggendong Mona dengan tergesa-gesa. Asistennya  sedari tadi memperhatikannya. Dia tersenyum, Dalam hatinya berkata “Jarang sekali melihat CEO begitu panik. Setelah mendapatkan kabar dia langsung kesini. Siapakah gadis yang telah membuat CEO begitu mengkhawatirkannya?”.

Mobil mewah Audy merah melaju sangat cepat menuju ke rumah sakit. Dalam mobil itu, Pria itu meletakkan kepala Mona ke pangkuannya. Dia terus membelai rambut Mona. Asisten yang mengemudi mobil terus tersenyum melihat tingkah bosnya dari kaca pemantau depan. “Cepatlah sedikit” Perintah pria itu.

“ baik CEO...tapi sepertinya ini sudah yang paling cepat” Jawab asistennya sambil tersenyum.

Mobil terus melaju cepat ke arah rumah sakit terbaik di kota Andalas. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang di tuju. Pria itu langsung memasuki rumah sakit.

Para perawat bergegas maju untuk menyapa “ Selamat datang CEO Raka”. Mereka menyapa bersama dengan serempak. Ya...Pria adalah Raka Hartono. Seorang pemimpin perusahaan Raymond yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di kota Andalas. Keberadaannya sangat berpengaruh bukan hanya di kota Andalas bahkan di seluruh negeri. Bisnisnya mendunia dan mencakup banyak bidang. Pantas semua orang begitu menghormatinya.

Raka membaringkan Mona ke ranjang pasien. Kemudian menoleh ke salah satu perawat “Periksalah dia”.

Perawat itu mengangguk dan maju dengan gugup. Dia ketakutan karena Raka mengawasinya dari belakang. Perawat berkeringat gugup “ CEO Raka, No..nona ini hanya masuk angin. Setelah panasnya turun. Saya yakin, dia pasti sembuh”. Perawat itu semakin gugup dan mengambil jarum suntik. Dia memegang tangan Mona dengan gemetar sampai-sampai ketika dia menusukka jarum suntiknya, tangan Mona keluar darah.

“Braakk” kaki Raka menghentak kursi di depannya.

“AAAA” Perawat itu gemetar dan ketakutan.

Akhirnya pemeriksaan selesai. Perawat itu menghela nafas lega. Mona dipindahkan ke ruang rawat inap vvip. Raka terus memandang Mona dengan khawatir.

Hani menemui Raka sambil menunduk dan gemetar “CEO Raka ya, terima kasih banyak sudah membawa Mona ke rumah sakit. Sekarang sudah tidak ada masalah lagi. Bagaimana kalau CEO pulang dulu, biar aku yang menjaga disini ” Hani berkata dengan hati-hati. Takut menyinggung Raka. Keringat mengalir di dahinya.

Raka hanya melirik Hani dengan tajam. Hani salah tingkah “Ka..ka..ka...kalau begitu aku akan pergi membeli makanan untuk Mona dulu. Kamu disini saja” Hani langsung berbalik keluar ruangan dengan cepat.

Raka terus memandangi Mona yang sedang tertidur. Dia sedang bingung dengan perasaannya saat ini. Dia bergumam dalam hati “Hanya seorang wanita biasa, kenapa aku begitu peduli dengannya?”.

****

Suasana lantai rumah sakit tempat Mona dirawat sangat sunyi. Ya memang sunyi, karena tidaksemua orang bisa menempati ruang vvip di rumah sakit ini. Setelah sekian lama pingsan akhirnya Mona bangun dan membuka matanya. Dia merasakan ada yang menggenggam tangannya.

“Siapa...apakah Hani?” Mona menoleh untuk melihat siapa yang menggenggam tangannya.

“Mona...kanu sudah sadar! Apakah kamu merasa lebih baik?”.

Mona terkejut dan langsung duduk di ranjang. Dia menghempaskan genggaman tangan orang itu.

“Ardhi!!!” Teriak Mona marah. “Kenapa kamu ada disini???”.

“Maafkan aku Mona, Dania mengambil ponselku. Itu membuatku tidak bisa menerima panggilanmu kemarin”.

Mona memalingkan wajahnya “Aku tidak mengerti maksudmu!”.

Ardhi meraih tangan Mona. “Ini salahku, aku tidak ada disampingmu di waktu yang tepat. Tapi setelah aku tahu kau memanggilku, aku langsung kesini”.

Mona tidak memandang wajah Ardhi. Dia mendengus “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Kita sudah putus! Lepaskan tanganku!”.

“Mona...jangan seperti ini. Aku sangat mencintaimu”.

Mona menatap Ardhi dengan sinis “Mencintai aku??”. Dia kembali memalingkan wajahnya “Inikah caramu mencintai aku??. Dengan meniduri adikku didepanku??. Aku tidak mampu menerima cintamu” Mona jijik terhadap sikap Ardhi.

Ardhi langsung memeluk Mona dari belakang. Membuat Mona terkejut. “Tidak Mona...aku sangat merindukanmu! Jangan tinggalkan aku!”.

Mona berusaha melawan “Lepaskan aku!!!”.

“Apa yang kau lakukan!!!” Hani berlari masuk untuk menyelamatkan Mona. Dia langsung mendorong Ardhi menjauh dari Mona. Dan melindungi Mona di belakangnya “Jauhi Mona!!!”.

Ardhi menatap tajam Hani. Dia mendengus dingin “Itu bukan urusanmu! Minggir!” Ardhi bergegas mau maju tetapi terhenti mendengar sebuah suara.

“ Ardhi....Kakak”.

Ketiganya menoleh bersamaan. Dania telah berdiri di pintu ruang Mona dirawat. Dania mengerutkan kening “ Apa yang kalian lakukan?”.

****

Di perusahaan Raymond...

Raka tampak sedang memeriksa dokumen-dokumen penting. Asistennya Roni berdiri di belakangnya. Raka tampak serius menatap dokumen-dokumen lebih dari setengah jam. Roni tersenyum “CEO, sudah waktunya pulang. Apakah anda ingin pergi ke rumah sakit untuk menjenguk nona Mona?”.

Mendengar Roni, Raka langsung berdiri dan merapikan dasinya “Karena kamu mengatakan itu. Ayo kita menjenguknya”.

Hehe...Roni tersenyum.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • GADIS IMPIAN SANG CEO   BAB 52

    Dania, yang masih dipenuhi rasa iri dan dendam terhadap Mona, memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih besar dan lebih berbahaya. Di tengah rencana jahatnya, dia teringat pada seorang sekutu potensial, Ayana, seorang putri keluarga kaya yang terkenal, cerdas, namun juga ambisius. Ayana sudah lama menaruh hati pada Raka dan merasa tersingkir sejak Mona menjadi istri Raka. Keduanya segera bertemu di sebuah kafe eksklusif, di mana Dania mengajukan ide gila untuk merusak kehidupan Mona.“Ayana, kamu tahu Mona bukan? Istri Raka itu…” ujar Dania dengan tatapan sinis, memancing respons Ayana.“Siapa yang tidak tahu?” jawab Ayana dengan suara dingin sambil menyeruput kopinya. “Dia menikahi Raka, dan tiba-tiba semua orang menghormatinya, seolah-olah dia layak mendapat semua itu.”Dania tersenyum, melihat kesamaan ambisi mereka. “Bagaimana kalau kita bekerja sama untuk membuat hidup Mona lebih sulit? Kita berdua tahu dia bukan siapa-siapa tanpa Raka.”Ayana terdiam sejenak, mempertimbangka

  • GADIS IMPIAN SANG CEO   BAB 51

    Setelah beberapa minggu bekerja sama dalam suasana yang baik, hubungan Mona dan Liana kembali diuji ketika mereka berhadapan dengan masalah besar di perusahaan. Liana telah menyusun sebuah proyek yang cukup ambisius, yang menurutnya bisa mengangkat nama perusahaan ke degree berikutnya. Namun, saat Mona meninjau concept Liana, dia merasa proyek tersebut terlalu berisiko dan berpotensi mengganggu stabilitas perusahaan jika gagal.Mona menyampaikan pendapatnya dengan serius kepada Liana, berharap bisa berdiskusi untuk mencari solusi yang lebih aman. Namun, tanggapan Liana justru membuat suasana tegang. Alih-alih mendengarkan, Liana merasa bahwa Mona sekali lagi meremehkan kemampuannya.“Kamu selalu berpikir kamu yang paling tahu segalanya, Mona,” kata Liana dengan nada sinis. “Padahal, ide ini adalah kesempatan besar bagi kita. Tapi kamu terlalu takut untuk mengambil risiko!”Mona menggelengkan kepala, berusaha menahan emosinya. “Liana, ini bukan soal siapa yang lebih tahu. Aku hanya mem

  • GADIS IMPIAN SANG CEO   BAB 50

    Setelah acara double date yang seru itu, Mona dan Liana kembali menjalani aktivitas mereka masing-masing. Namun, di balik kedekatan mereka yang perlahan terjalin, masih ada sisa-sisa ketegangan yang belum sepenuhnya terselesaikan. Ketegangan itu muncul lagi ketika Mona dan Liana sedang berdiskusi tentang beberapa keputusan penting terkait perusahaan keluarga. Diskusi yang awalnya berjalan biasa mulai memanas ketika pandangan mereka mengenai proyek yang sedang digarap ternyata sangat berbeda. Mona, yang sudah lama terlibat dalam perusahaan keluarga Hartono bersama Raka, merasa bahwa keputusan Liana terlalu berisiko. Sementara Liana, dengan keyakinannya sendiri, menganggap Mona terlalu berhati-hati dan tidak berani mengambil langkah berani yang dibutuhkan untuk memajukan perusahaan. “Aku cuma ingin memastikan bahwa kita mengambil langkah yang aman, Liana. Semua ini menyangkut banyak orang, bukan cuma kita berdua!” tegas Mona, mencoba menjelaskan alasan kehati-hatiannya. Liana mendengu

  • GADIS IMPIAN SANG CEO   BAB 49

    Fauzi dan Lisa, yang baru saja resmi menjadi pasangan, memutuskan untuk merayakan kebahagiaan mereka dengan mengajak Ubay dan Dina untuk double date. Bagi Ubay, ini adalah pengalaman yang cukup baru, karena biasanya ia menjalani kencan hanya berdua dan sering kali hanya dalam suasana santai. Tapi kali ini, bersama Dina dan sahabat-sahabatnya, kencan ini memiliki kesan yang berbeda—lebih hangat dan penuh canda tawa.Mereka berempat memutuskan untuk menghabiskan hari dengan piknik di taman, tempat yang sejuk dan dikelilingi oleh bunga-bunga yang sedang bermekaran. Fauzi dan Lisa tiba terlebih dahulu, memilih lokasi yang strategis dengan pemandangan danau kecil. Tak lama kemudian, Ubay dan Dina datang membawa keranjang piknik berisi camilan dan minuman yang telah disiapkan oleh Dina."Wow, kalian benar-benar siap!" seru Fauzi sambil terkekeh saat melihat keranjang yang dibawa oleh Ubay.Lisa mengangguk setuju, “Ubay dan Dina sepertinya sudah ahli dalam hal piknik, nih. Terlihat seperti pa

  • GADIS IMPIAN SANG CEO   BAB 48

    Fauzi merasa gugup ketika duduk di sebuah kafe yang nyaman, menunggu Lisa tiba. Selama beberapa waktu terakhir, hatinya terasa tak menentu setiap kali mereka bertemu. Dia tak lagi sekadar merasa nyaman; kini ada perasaan hangat yang mengalir ketika bersama Lisa, sahabat Mona yang telah berhasil mencuri perhatiannya. Saat Lisa akhirnya datang dan menyapanya, Fauzi tersenyum hangat. "Hei, sudah lama nunggu?" tanya Lisa, sambil menarik kursi di depannya. "Enggak kok, baru saja," jawab Fauzi sambil berusaha menjaga ketenangan, meskipun jantungnya berdetak cepat. Mereka mengobrol ringan seperti biasanya, tapi kali ini ada sedikit perbedaan. Fauzi sesekali mencuri pandang ke arah Lisa, memperhatikan senyumnya yang tulus dan cara dia tertawa. Lisa juga merasakan kehangatan dari Fauzi yang membuatnya merasa nyaman dan damai. Mereka berdua menikmati obrolan tanpa sadar waktu yang berjalan. Akhirnya, setelah mengumpulkan keberanian, Fauzi memutuskan untuk berbicara tentang perasaannya. "Lisa

  • GADIS IMPIAN SANG CEO   BAB 47

    Di sebuah kafe dengan suasana santai dan nyaman, Ubay duduk sambil menyeruput kopinya, sesekali melirik seorang gadis yang duduk di meja sebelah. Gadis itu terlihat asyik membaca buku, tenggelam dalam dunianya sendiri. Dengan rambut panjang berombak, wajahnya yang manis, dan senyumnya yang samar, Ubay merasa ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. "Baiklah, Ubay. Ini saatnya beraksi," gumamnya pada diri sendiri, mencoba memberi semangat. Dengan percaya diri, ia pun melangkah mendekati meja gadis itu dan memberi salam dengan senyuman lebar. "Permisi, boleh aku gabung? Atau kamu lebih suka menikmati kopi dan bacaanmu sendirian?" tanyanya dengan nada lembut dan sopan. Gadis itu terkejut sesaat, lalu menatap Ubay. Ia tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya tersenyum kecil dan berkata, "Oh, tentu, silakan." Ubay duduk di depan gadis itu, berusaha mencari pembicaraan yang pas untuk memulai. "Kamu suka baca, ya? Aku nggak terlalu sering lihat ada orang yang bisa menikmati buku di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status