Di rumah sakit...
Ardhi memalingkan wajahnya begitu melihat Dania. Dania langsung menggandeng lengan Ardhi. “ Apakah kamu juga datang menjenguk kakak ”. Dania menoleh memandang Mona. Dia mencibir “ Kakak juga, kenapa kalau ada masalah tidak mencariku saja. Apakah pantas adik ipar dekat dengan kakaknya sendiri ”.
Wajah Hani langsung merah karena Dania. Dia membentak “ Kamu ini!!!”.
Mona menepuk bahu Hani “ Sudahlah Hani “. Dia lalu memandang Dania dengan tatapan sinis “Karena sudah menjenguk, bisakah kalian pergi! Kalian mengganggu istirahatku “.
Dania langsung menggandeng Ardhi “ Baiklah, kalau begitu aku tidak akan mengganggu waktu istirahat kakak lagi. Oh ya...Ibu menyuruh kakak untuk pulang ke rumah besok”. Mona langsung mengepalkan tangannya dan menunduk “ Baiklah”.
Mendengar jawaban kakaknya, Dania langsung tersenyum licik dan berbalik meninggalkan ruangan bersama dengan Ardhi.
Ardhi menoleh ke arah Mona “ Kalau begitu lain kali aku akan menjengukmu lagi “. Dania melirik kesal kearah Mona. Tapi Mona tidak memperdulikan mereka.
Hani langsung memegang tangan Mona. “Mo..mona, maafkan aku. Kemarin malam aku yang menelpon Ardhi untuk datang membantuku “.
Mona lalu mengerutkan Alisnya “ Itu berarti kemarin Ardhi yang membawaku ke rumah sakit?”.
Hani mencibir “ Tentu saja bukan dia. Dia tidak menjawab teleponku! Malah Dania yang menjawabnya! Aku sangat kesal mendengar suaranya! Tiba-tiba ada seorang pria tidak dikenal datang. Sepertinya dia seorang CEO perusahaan besar. Dia yang membawamu ke rumah sakit. Sungguh sangat baik dan tampan. Dia menjagamu semalaman. Kemudian dia pergi. Menurutku dia punya perasaan padamu “ Kata Hani mengangguk sambil memegangi dagunya bertingkah seperti layaknya seorang detektif.
Mona teringat kejadian kemarin malam saat berada di kamar hotel. Dia berpikir “ Apakah mungkin dia?? “.
Hani memegang kedua tangan Mona sehingga memecah lamunannya. “ Maafkan aku Mona. Jika aku tidak menelpon Ardhi. Dania pasti tidak akan mencari-cari kesalahan denganmu “.
Mona tersenyum, dia mengelus rambut sahabatnya itu “ Dasar bodoh, aku tahu kau hanya mengkhawatirkanku. Bagaimana mungkin aku menyalahkanmu “. Mona langsung menampakkan wajah kebingungan “ Tetapi kita harus segera pergi! Aku takut Ardhi akan cepat kembali lagi ”.
Hani langsung bersiap melangkahkan kaki “ Baiklah, aku akan mengurus administrasinya dulu. Kau bersiap-siaplah “. Lalu keluar ruangan.
Di koridor rumah sakit. Para perawat terkesima dengan datangnya seorang pria tampan. “ Eh itu CEO Raka datang “. Perawat lainpun antusias “ Tampan sekali “. Para perawat itu bergegas menyambut kedatangan Raka “ Selamat datang CEO Raka”.
Raka menganggukkan kepala kepada mereka yang lalu membuat para perawat itu semakin klepek-klepek.
Roni tersenyum geli melihat adegan itu. “ Baru kali ini bos bertingkah seperti ini. Dia sengaja berhenti di tengah jalan untuk membelikan makanan kepada nona itu. Sungguh kejadian langka sekali...hehe. Tampaknya CEO Raka akan berubah “ batinnya.
Raka terus memandangi kotak yang dibawanya dengan tersenyum. Roni terkekeh dan kembali berkata dalam hatinya “ Apakah CEO kaku ini bisa menyukai nona Mona?”.
Raka langsung menuju kamar vvip dimana Mona dirawat. Dia membuka pintu. Seketika wajahnya menjadi gelap. Ruangan kamar tersebut telah kosong.
Roni di belakangnya panik “ Aduh “ pekiknya. Dia menoleh ke arah perawat yang lewat untuk bertanya. “ Perawat, kemana nona yang dirawat dikamar ini?”.
Perawat itu seketika gugup dan menjawab “ Di...dia sudah keluar siang ini “.
Raka lalu melemparkan kotak makanan yang dibelinya ke arah Roni. “ Ini untukmu “. Dan barbalik menuju pintu keluar.
Roni cemberut sambil memegang kotak tersebut. Dia lalu melempar kotak makanan itu kepada perawat di sampingnya “ Ini untukmu “.
Kemudian berbalik mengikuti Raka. “ terima kasih Tuan “ Teriak perawat itu.
Ternyata Ardhi juga datang ke rumah sakit lagi. Dia sedang akan memarkirkan mobilnya. Terkejut melihat Raka berjalan cepat di parkiran. Dia berkeringat dingin “ Apakah itu Raka Hartono dari perusahaan Raymond?. Kenapa orang besar seperti itu bisa ada disini?”. Ardhi bertanya dalam hatinya. Tetapi tatapannya di buyarkan oleh suara Dania yang ada disampingnya.
“ Kak Ardhi...apa kau marah padaku “ Rengek Dania dengan wajah memelas.
Ardhi memalingkan wajahnya “ Ah tidak, bagaimana mungkin aku bisa marah denganmu “.
Dania meneteskan air mata palsu “ aku tau kalau kau hanya mencintai kakakku. Andaikan saat itu aku tidak mabuk, pasti ...” Belum selesai Dania menyelesaikan kalimatnya. Ardhi membelai rambutnya. “ Jangan katakan itu lagi. Aku berjanji padamu. Aku akan memerlakukanmu dengan baik “. Dania tersenyum memandang Ardhi “ Iya kak “. Dalam hatinya “ Aku tidak akan membiarkan si jalang Mona dekat lagi dengan calon suamiku. Aku tidak pernah menyukainya. Aku akan merebut semua milikmu menjadi milikku “.
“ Ayo kita pulang saja kak “ Ajak Dania. Ardhipun mengangguk dan menyalakan mobil lalu melaju pergi.
***
Raka masuk dalam mobil audi merahnya. Di ikuti oleh Roni yang masuk ke bagian sopir. Roni menyalakan mobil dan pergi melaju keluar dari area rumah sakit.
“ Kemana selanjutnya Tuan. Apakah tuan berencana untuk makan dan minum dengan ketiga Tuan Muda lainnya?”.
Di kota Andalas, terdapat empat keluarga besar yang sangat berkuasa. Raka adalah salah satu tuan muda dari empat keluarga besar tersebut, keluarga Hartono. Selain keluarga hartono, masih ada tiga keluarga lainnya. Yaitu keluarga Abbas, keluarga Hasan, dan keluarga Wijaya. Keempat keluarga besar itu selalu menjalin hubungan baik antara satu sama lain. Tuan muda dari keempat keluarga besar bahkan bersahabat. Mereka sangat dekat bagaikan saudara kandung.
“ Kita pulang saja ke villa “ Jawab Raka sambil memandang pemandangan luar dari kaca jendela mobil.
“ Baiklah tuan” Roni menganggukkan kepala. Mobil terus melaju ke depan.
Dania, yang masih dipenuhi rasa iri dan dendam terhadap Mona, memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih besar dan lebih berbahaya. Di tengah rencana jahatnya, dia teringat pada seorang sekutu potensial, Ayana, seorang putri keluarga kaya yang terkenal, cerdas, namun juga ambisius. Ayana sudah lama menaruh hati pada Raka dan merasa tersingkir sejak Mona menjadi istri Raka. Keduanya segera bertemu di sebuah kafe eksklusif, di mana Dania mengajukan ide gila untuk merusak kehidupan Mona.“Ayana, kamu tahu Mona bukan? Istri Raka itu…” ujar Dania dengan tatapan sinis, memancing respons Ayana.“Siapa yang tidak tahu?” jawab Ayana dengan suara dingin sambil menyeruput kopinya. “Dia menikahi Raka, dan tiba-tiba semua orang menghormatinya, seolah-olah dia layak mendapat semua itu.”Dania tersenyum, melihat kesamaan ambisi mereka. “Bagaimana kalau kita bekerja sama untuk membuat hidup Mona lebih sulit? Kita berdua tahu dia bukan siapa-siapa tanpa Raka.”Ayana terdiam sejenak, mempertimbangka
Setelah beberapa minggu bekerja sama dalam suasana yang baik, hubungan Mona dan Liana kembali diuji ketika mereka berhadapan dengan masalah besar di perusahaan. Liana telah menyusun sebuah proyek yang cukup ambisius, yang menurutnya bisa mengangkat nama perusahaan ke degree berikutnya. Namun, saat Mona meninjau concept Liana, dia merasa proyek tersebut terlalu berisiko dan berpotensi mengganggu stabilitas perusahaan jika gagal.Mona menyampaikan pendapatnya dengan serius kepada Liana, berharap bisa berdiskusi untuk mencari solusi yang lebih aman. Namun, tanggapan Liana justru membuat suasana tegang. Alih-alih mendengarkan, Liana merasa bahwa Mona sekali lagi meremehkan kemampuannya.“Kamu selalu berpikir kamu yang paling tahu segalanya, Mona,” kata Liana dengan nada sinis. “Padahal, ide ini adalah kesempatan besar bagi kita. Tapi kamu terlalu takut untuk mengambil risiko!”Mona menggelengkan kepala, berusaha menahan emosinya. “Liana, ini bukan soal siapa yang lebih tahu. Aku hanya mem
Setelah acara double date yang seru itu, Mona dan Liana kembali menjalani aktivitas mereka masing-masing. Namun, di balik kedekatan mereka yang perlahan terjalin, masih ada sisa-sisa ketegangan yang belum sepenuhnya terselesaikan. Ketegangan itu muncul lagi ketika Mona dan Liana sedang berdiskusi tentang beberapa keputusan penting terkait perusahaan keluarga. Diskusi yang awalnya berjalan biasa mulai memanas ketika pandangan mereka mengenai proyek yang sedang digarap ternyata sangat berbeda. Mona, yang sudah lama terlibat dalam perusahaan keluarga Hartono bersama Raka, merasa bahwa keputusan Liana terlalu berisiko. Sementara Liana, dengan keyakinannya sendiri, menganggap Mona terlalu berhati-hati dan tidak berani mengambil langkah berani yang dibutuhkan untuk memajukan perusahaan. “Aku cuma ingin memastikan bahwa kita mengambil langkah yang aman, Liana. Semua ini menyangkut banyak orang, bukan cuma kita berdua!” tegas Mona, mencoba menjelaskan alasan kehati-hatiannya. Liana mendengu
Fauzi dan Lisa, yang baru saja resmi menjadi pasangan, memutuskan untuk merayakan kebahagiaan mereka dengan mengajak Ubay dan Dina untuk double date. Bagi Ubay, ini adalah pengalaman yang cukup baru, karena biasanya ia menjalani kencan hanya berdua dan sering kali hanya dalam suasana santai. Tapi kali ini, bersama Dina dan sahabat-sahabatnya, kencan ini memiliki kesan yang berbeda—lebih hangat dan penuh canda tawa.Mereka berempat memutuskan untuk menghabiskan hari dengan piknik di taman, tempat yang sejuk dan dikelilingi oleh bunga-bunga yang sedang bermekaran. Fauzi dan Lisa tiba terlebih dahulu, memilih lokasi yang strategis dengan pemandangan danau kecil. Tak lama kemudian, Ubay dan Dina datang membawa keranjang piknik berisi camilan dan minuman yang telah disiapkan oleh Dina."Wow, kalian benar-benar siap!" seru Fauzi sambil terkekeh saat melihat keranjang yang dibawa oleh Ubay.Lisa mengangguk setuju, “Ubay dan Dina sepertinya sudah ahli dalam hal piknik, nih. Terlihat seperti pa
Fauzi merasa gugup ketika duduk di sebuah kafe yang nyaman, menunggu Lisa tiba. Selama beberapa waktu terakhir, hatinya terasa tak menentu setiap kali mereka bertemu. Dia tak lagi sekadar merasa nyaman; kini ada perasaan hangat yang mengalir ketika bersama Lisa, sahabat Mona yang telah berhasil mencuri perhatiannya. Saat Lisa akhirnya datang dan menyapanya, Fauzi tersenyum hangat. "Hei, sudah lama nunggu?" tanya Lisa, sambil menarik kursi di depannya. "Enggak kok, baru saja," jawab Fauzi sambil berusaha menjaga ketenangan, meskipun jantungnya berdetak cepat. Mereka mengobrol ringan seperti biasanya, tapi kali ini ada sedikit perbedaan. Fauzi sesekali mencuri pandang ke arah Lisa, memperhatikan senyumnya yang tulus dan cara dia tertawa. Lisa juga merasakan kehangatan dari Fauzi yang membuatnya merasa nyaman dan damai. Mereka berdua menikmati obrolan tanpa sadar waktu yang berjalan. Akhirnya, setelah mengumpulkan keberanian, Fauzi memutuskan untuk berbicara tentang perasaannya. "Lisa
Di sebuah kafe dengan suasana santai dan nyaman, Ubay duduk sambil menyeruput kopinya, sesekali melirik seorang gadis yang duduk di meja sebelah. Gadis itu terlihat asyik membaca buku, tenggelam dalam dunianya sendiri. Dengan rambut panjang berombak, wajahnya yang manis, dan senyumnya yang samar, Ubay merasa ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. "Baiklah, Ubay. Ini saatnya beraksi," gumamnya pada diri sendiri, mencoba memberi semangat. Dengan percaya diri, ia pun melangkah mendekati meja gadis itu dan memberi salam dengan senyuman lebar. "Permisi, boleh aku gabung? Atau kamu lebih suka menikmati kopi dan bacaanmu sendirian?" tanyanya dengan nada lembut dan sopan. Gadis itu terkejut sesaat, lalu menatap Ubay. Ia tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya tersenyum kecil dan berkata, "Oh, tentu, silakan." Ubay duduk di depan gadis itu, berusaha mencari pembicaraan yang pas untuk memulai. "Kamu suka baca, ya? Aku nggak terlalu sering lihat ada orang yang bisa menikmati buku di