Share

BAB 4

Penulis: DLaksana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-13 14:00:29

Kini Falsya berjalan pulang ke arah rumahnya menggunakan angkot. Saat sudah mendudukkan bokongnya di dalam angkot dan mengatakan ke pak sopir turun di dekat pasar Induk. Tiba-tiba ia tersentak oleh suara ponselnya yang berdering.

Saat melihat nama layar yang tertera, ia segera menggeser tombol hijau secara cepat.

“Ada apa, ya, Wi?” tanya Falsya ke kepada Dewi yang menghubungi. Dewi ini tetangga rumahnya yang selalu mengabari jika ibunya menanyakan keberadaan Falsya.

“Mbak cepat pulang, ibumu ... Pingsan,” sahut Dewi yang terdengar sangat panik.

“Pingsan? Baik, aku segera pulang!” Falsya menjawab dengan keadaan yang panik juga.

Di dalam angkot Falsya dibuat begitu gelisah. Hatinya berdebar kencang, pikirannya yang negatif membuat dia memikirkan hal yang tidak diinginkan.

“Kiri, Bang!” Falsya mengetuk atas angkot yang langsung berhenti.

“Ini uangnya, Bang. Kembaliannya ambil aja,” ucapnya terburu-buru.

“Makasih, Neng,” sahut si sopir angkot tersenyum.

Sementara itu, Falsya yang berlari kencang ke arah rumahnya. Ia tiba-tiba dikejutkan oleh kerumunan warga yang berada di halaman rumah. Langkah kaki pun terasa berat seketika.

Suara debaran jantung Falsya juga sangat kencang. Ia berjalan pelan memasuki rumah sederhananya yang sedikit lapuk. Pandangannya langsung tertuju kepada seseorang yang berbaring di tengah-tengah warga. Bukan hanya itu seluruh tubuhnya tertutup dengan kain jarit batik berwarna cokelat.

“Tidak mungkin ... Ibu ...!” teriak Falsya yang menghamburkan tubuhnya pada tubuh yang kini terbujur kaku.

“Yang sabar, ya, Sya.” Bi Imah adik dari ibu Falsya kini merangkul tubuh ponakannya itu.

“Ibu jangan tinggalin Falsya, Bu ...” isak Falsya kencang. Ia tidak menyangka ibunya akan pergi secepat ini.

Padahal sebelum pergi ke kantor milik Rendra. Keadaan ibunya dalam baik-baik saja. Falsya juga berpamitan jika dirinya akan mencari pekerjaan baru, dia tidak mungkin berkata jujur kepada ibunya tentang rencananya menemui Rendra.

Dua jam kemudian. Setelah proses pemakaman ibu Falsya. Suasana awan yang mulai menghitam, seakan ikut merasakan kesedihan yang di alaminya. Semua orang meninggalkan pemakaman termasuk bi Imah dan Dewi.

Kini di bawah langit yang mulai gelap, Falsya masih terdiam merenung menatap tanah yang basah disertai taburan kelopak bunga. Suara menggelegar di langit tak membuat dirinya ingin beranjak dari sana.

Dari kejauhan, seseorang sedang menatap ke arah wanita yang termenung sendiri di tanah makam daerah Jakarta Barat. Gerimis kecil hingga deras pun turun begitu cepat, membuat seseorang itu langsung berjalan mendekat ke arah wanita yang kini sudah basah di seluruh badannya.

Falsya terdiam saat tiba-tiba tubuhnya terpayungi oleh seseorang. Ia mendongak ke atas, lalu tersentak saat melihat siapa yang kini memayunginya.

“Tuan!” desisnya lirih lalu berdiri.

“Aku turut berduka atas kepergian ibumu!” suara seseorang itu dengan mengusap lengan Falsya secara pelan.

Buliran hangat kembali luruh di atas pipi Falsya saat ini. Tanpa permisi, ia memeluk tubuh seseorang itu dan suara isak tangisnya pun semakin kencang.

Sontak tubuh Rendra terkejut tak terkira. Ya, Rendralah pria yang datang ke tempat di mana ibunya Falsya di makamkan.

Sebenarnya, kedatangan Rendra ingin membahas masalah tanggung jawabnya. Setelah alamat Falsya ditemukan, Rendra langsung meluncur ke alamat yang telah dicari oleh Bastian, asistennya.

Namun, saat sampai di kediaman Falsya. Rendra sedikit terkejut oleh banyaknya orang yang berada di sana. Ia juga bertanya kepada salah satu tetangga yang berjalan keluar menuju jalan setapak tepat dirinya memarkirkan mobil.

Ia ikut terkejut setelah tahu jika wanita yang ia nodai sedang berduka. Hal itu membuat Rendra memerintahkan kepada Bastian untuk mengantarkannya ke pemakaman.

“Maaf!” ucap Falsya tiba-tiba dengan menjauh. Ia mengusap pipinya yang basah dengan kedua tangannya. “Jas mahalmu jadi basah olehku, aku minta maaf!”

“Apa kamu sudah lebih baik?” tanya Rendra menghiraukan ucapan Falsya.

Falsya mengangguk pelan.

“Ikutlah denganku, tidak baik jika berhujan-hujanan terlalu lama. Kamu bisa aja masuk angin!” kata Rendra lagi dengan menarik tangan kecil Falsya ke arah mobilnya.

Falsya bingung saat berdiri di depan mobil mewah berwarna biru metalik.

“Masuklah!” titah Rendra cepat.

“Mobil ini terlalu bagus, sedangkan tubuhku basah dan kotor seperti ini. Maaf, aku bisa pulang sendiri!” tolak Falsya dengan berbalik badan ke arah jalanan.

Namun, lagi-lagi tubuhnya di tahan oleh Rendra yang menghadangnya dari depan.

“Masuk!” titahnya sekali lagi dengan nada dingin, membuat Falsya mau tak mau segera naik ke dalam mobil itu.

Di dalam mobil, baik Falsya maupun Rendra saling diam satu sama lain. Falsya sendiri yang masih berduka atas kepergian ibunya hanya bisa menitikkan air matanya terus menerus.

Rendra memperhatikan wanita di sampingnya itu, lalu ia sodorkan sapu tangan miliknya yang sengaja ia ambil dari balik jasnya.

Falsya menengok ke arah samping. Melihat anggukan dari si pemilik sapu tangan itu, membuat ia segera mengambil lalu mengusapkannya ke arah pipi.

“Kedatanganku ke sini, aku ingin bertanggung jawab atas kehamilanmu,” ucap Rendra mengatakan kunjungannya saat ini.

“Aku akan meminta izin kepada keluargamu, untuk menikahimu esok pagi. Apa ada kerabatmu yang butuh untuk dikunjungi?”

Falsya menggeleng pelan. “Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Paling adik ibuku, jika kamu mau berkunjung ke sana, aku bisa mengantarnya,” sahutnya lirih.

“Tapi ....” lanjut Falsya menggantung.

“Tapi, apa?”

“Apa kamu sudah memberitahu keluargamu?” tanya Falsya dengan ragu.

Rendra menggeleng. “Belum, setelah menemui keluargamu, aku akan membawamu menemui keluargaku,” jawabnya tersenyum.

Falsya mengangguk pelan. Ia pun kembali menatap ke arah jalanan yang mulai gelap disertai oleh air hujan.

Sesampainya di kediaman Bi Imah. Falsya pun memberitahu kunjungannya bersama Rendra. Bi Imah sedikit terkejut, mendengar rencana ponakannya akan menikah esok pagi. Apalagi pagi tadi ibunya baru saja dimakamkan.

Rendra pun meyakinkan Bi Imah agar bisa mengizinkan mereka menikah. Setelah mempertimbangkan cukup lama, akhirnya Bi Imah memberi restu asalkan Falsya tidak disakiti. Karena ia tahu kini ponakannya sudah tidak mempunyai siapa-siapa.

“Bibi titip Falsya sama kamu, Den Rendra. Tolong jaga dia sebaik mungkin, kalo sampai Bibi mendengar kabar yang kurang enak dengan ponakan Bibi. Bibi nggak akan tinggal diam!” pesan Bi Imah sedikit menekan.

Rendra mengangguk. “Jangan khawatir, Bi. Fal ... Maksud saya ponakan Bibi tentunya akan saya jaga dengan baik,” ucap Rendra dengan yakin. Meski kenyataannya ia tidak tahu akan bagaimana ke depannya.

Saat urusan izin kepada Bi Imah sudah selesai, ia langsung pamit untuk mengantar Falsya ke rumahnya.

Lalu kini Rendra yang sudah berada di kediaman Falsya, ia mendudukkan bokongnya di kursi ruang tamu seorang diri. Ia sedang menunggu Falsya berbenah baju untuk dibawa ke apartemennya.

Meski Falsya sempat menolak untuk pindah. Namun, bukan Rendra namanya jika ia tidak memaksa. Mau tak mau Falsya yang kalah akhirnya menuruti kemauan bakal calon suaminya itu.

Pandangan Rendra pun melihat ke sekeliling tempat tinggal calon istrinya. Melihat kondisi rumah Falsya yang sederhana. Membuat hatinya merasa prihatin.

“Tuan?” panggil Falsya setelah selesai berbenah baju yang akan dibawa.

Rendra tersentak saat mendengar namanya dipanggil.

“Iya!” sahutnya gugup. “Sudah selesai?”

Falsya mengangguk.

“Baiklah, hayo,” ajaknya dengan berjalan terlebih dahulu.

Akan tetapi, baru berjalan dua langkah. Tiba-tiba Falsya menahannya dengan cepat. Hal itu membuat Rendra seketika menengok ke arah belakang.

“Ada apa lagi?”

“Aku takut jika keluargamu tidak menyukaiku. Apakah mereka akan merestuimu menikah denganku, Tuan?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • GADIS LUGU KEPUNYAAN CEO TAMPAN    BAB 5

    Rendra meyakinkan Falsya jika keluarganya akan menerima kehadirannya. Namun, dugaannya salah besar. Setelah sampai di kediaman keluarga besar Khasif. Falsya langsung dicecar habis-habisan. “Apa-apaan kamu, Rendra. Datang-datang kamu bilang mau menikahi wanita ini!” pekik Sahara, yang tak lain ibu kandungnya. Sahara bahkan menunjuk wajah Falsya dengan jari telunjuknya. Membuat Falsya menunduk terus, ketakutan. “Maaf, Mah. Keputusan Rendra sudah bulat. Lagi pula aku sudah membatalkan rencana pernikahanku dengan Laura,” jelas Rendra dengan nada cukup tenang. Tentu saja, ucapan Rendra membuat Falsya membelalak. Namun, ia belum berani bersuara, membuat ia hanya kembali menunduk ke bawah. “Apa kamu bilang? Batal?” Sahara terkejut. “Mau di taro di mana muka mamahmu ini, Rendra! Padahal persiapan pernikahan kalian sudah 50% siap!” sambung Sahara tak habis pikir. “Aku akan menemui keluarga Laura untuk meminta maaf. Maaf, mah, aku tetap akan membatalkan, dan menikahi Falsya besok,

  • GADIS LUGU KEPUNYAAN CEO TAMPAN    BAB 4

    Kini Falsya berjalan pulang ke arah rumahnya menggunakan angkot. Saat sudah mendudukkan bokongnya di dalam angkot dan mengatakan ke pak sopir turun di dekat pasar Induk. Tiba-tiba ia tersentak oleh suara ponselnya yang berdering. Saat melihat nama layar yang tertera, ia segera menggeser tombol hijau secara cepat. “Ada apa, ya, Wi?” tanya Falsya ke kepada Dewi yang menghubungi. Dewi ini tetangga rumahnya yang selalu mengabari jika ibunya menanyakan keberadaan Falsya. “Mbak cepat pulang, ibumu ... Pingsan,” sahut Dewi yang terdengar sangat panik. “Pingsan? Baik, aku segera pulang!” Falsya menjawab dengan keadaan yang panik juga. Di dalam angkot Falsya dibuat begitu gelisah. Hatinya berdebar kencang, pikirannya yang negatif membuat dia memikirkan hal yang tidak diinginkan. “Kiri, Bang!” Falsya mengetuk atas angkot yang langsung berhenti. “Ini uangnya, Bang. Kembaliannya ambil aja,” ucapnya terburu-buru. “Makasih, Neng,” sahut si sopir angkot tersenyum. Sementara itu, F

  • GADIS LUGU KEPUNYAAN CEO TAMPAN    BAB 3

    “Di mana aku?” Falsya terkejut menatap ke sekelilingnya. “Kamu di rumah sakit,” ucap seorang wanita paruh baya. Falsya melengos ke arah suara itu. “Apa yang terjadi, Bu? Kenapa aku bisa ada di sini?” tanyanya dengan kebingungan. Wanita paruh baya itu pun menceritakan kejadian di dalam bis. Falsya yang mengingat pun tersenyum getir. Tidak biasanya dia selemah ini. “Syukurlah, Mbak. Janin kamu baik-baik saja. Lain kali dijaga lagi ya, jangan sering bepergian seorang diri sangat berbahaya jika sedang hamil muda!” pesan wanita paruh baya itu yang membuat Falsya langsung terkejut. “Apa? Hamil? Maksud—Ibu, aku hamil?” Wanita yang sudah berumur itu seketika mengerutkan keningnya. “Apa jangan-jangan kamu memang tidak tahu sedang hamil?” Falsya menggeleng. Wanita itu tersenyum. Lalu berkata, “Selamat, ya, Mbak. Kamu sekarang mau jadi seorang ibu. Hal yang wajar kok, kalau trimester pertama seringnya kaya gini.” Ia juga mengusap lengan Falsya secara lembut. Falsya lagi-lagi

  • GADIS LUGU KEPUNYAAN CEO TAMPAN    BAB 2

    Falsya berteriak sangat kencang. Hal itu membuat perawat yang sedang berjaga di ruang IGD segera menghampiri. “Apa yang terjadi, Nona?” tanya Perawat kaget. “Usir, Dia!” unjuk Falsya ke arah Rendra yang berdiri membeku. “Aku tidak mau dia ada di sini!” desisnya lagi membuang muka. Air matanya pun kembali berjatuhan mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Perawat itu menatap ke arah Rendra dengan perasaan bingung. Sebab, Rendra bilang jika dia dari pihak keluarganya. Namun, kenapa sekarang wanita ini meminta untuk mengusirnya. “Tolong, jaga dia, Sus. Aku akan keluar saja,” kata Rendra sebelum dia diusir. Perawat itu hanya mengangguk. Ia kembali menenangkan Falsya yang masih menangis. Dia juga berpikir jika pasiennya saat ini sedang bertengkar. Ia pun tidak ingin ikut campur, membuat ia lebih memilih untuk kembali ke ruang tunggu setelah Falsya kembali tenang. Sementara di luar ruangan. Lagi-lagi Rendra mengumpat dirinya dengan kesal. Sampai ia tidak menyadari jika as

  • GADIS LUGU KEPUNYAAN CEO TAMPAN    BAB 1

    “Kok, gelap, ya? Atau memang sengaja dimatikan lampunya?” gumam Falsya. Dengan masuk ke dalam kamar hotel yang akan ia cek. Falsya meraba dinding untuk mencari saklar lampu. Namun, saat jemarinya belum sampai. Tiba-tiba ada yang menarik dirinya hingga ia terjatuh ke atas ranjang. “Aww!” rintihnya lirih. Falsya pun hendak beranjak dari ranjang. Tanpa di duga tiba-tiba ada seseorang yang naik ke atas tubuhnya. “Siapa kamu?” tanya Falsya dengan getar. “Jangan berpura-pura tidak kenal, Sayang. Buka bajumu, aku sudah tidak tahan lagi!” ucap seorang pria yang berada di atas Falsya saat ini. Falsya menggeleng pelan. “Tolong, aku bu—,” Belum juga Falsya bicara, bibirnya lebih dulu dibungkam oleh bibir pria itu. Falsya hendak memberontak, tetapi tenaga pria di atasnya cukup kuat. Pria itu mencium bibir Falsya dengan rakus, setelah itu ia merobek baju kerjanya dan melempar ke arah lantai. Kondisi kamar hotel yang temaram membuat Falsya tidak bisa melihat secara jelas siapa pria

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status