Akibat salah masuk kamar, membuat Alindya Falsya Qirani harus mengalami petaka tragis disaat bekerja di waktu sift malam. Kesuciannya bahkan direnggut oleh pria tak dikenal yang menyewa kamar hotel di tempat dirinya bekerja. Bagaimana keadaan Falsya saat tahu dirinya tak suci lagi? Akankah dia meminta pertanggungjawaban dari pria yang melakukan hal buruk kepadanya?
Lihat lebih banyak“Kok, gelap, ya? Atau memang sengaja dimatikan lampunya?” gumam Falsya. Dengan masuk ke dalam kamar hotel yang akan ia cek.
Falsya meraba dinding untuk mencari saklar lampu. Namun, saat jemarinya belum sampai. Tiba-tiba ada yang menarik dirinya hingga ia terjatuh ke atas ranjang. “Aww!” rintihnya lirih. Falsya pun hendak beranjak dari ranjang. Tanpa di duga tiba-tiba ada seseorang yang naik ke atas tubuhnya. “Siapa kamu?” tanya Falsya dengan getar. “Jangan berpura-pura tidak kenal, Sayang. Buka bajumu, aku sudah tidak tahan lagi!” ucap seorang pria yang berada di atas Falsya saat ini. Falsya menggeleng pelan. “Tolong, aku bu—,” Belum juga Falsya bicara, bibirnya lebih dulu dibungkam oleh bibir pria itu. Falsya hendak memberontak, tetapi tenaga pria di atasnya cukup kuat. Pria itu mencium bibir Falsya dengan rakus, setelah itu ia merobek baju kerjanya dan melempar ke arah lantai. Kondisi kamar hotel yang temaram membuat Falsya tidak bisa melihat secara jelas siapa pria di atasnya kini. “Tolong, jangan sentuh aku!” rintihnya lagi. Pria itu tidak menggubris rengekan Falsya. H****tnya sudah berada di puncak karena efek obat p********g yang ia minum setengah jam yang lalu. Air mata Falsya sudah membanjiri seluruh wajahnya. Pria itu bahkan tidak menyadari jika wanita di bawahnya saat ini masih p*****n. “Darah?” pekik pria itu saat selesai menuntaskan h****tnya. Dengan cepat ia menyalakan lampu kamar. Sungguh, pria itu terkejut saat tahu jika wanita di atas ranjang bukan kekasihnya. “Astaga! Apa yang aku lakukan!” desisnya frustasi. Falsya langsung menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Ia pun turun dari ranjang dan berlari ke arah kamar mandi. Setelah mengunci kamar mandi. Falsya pun berjalan pelan ke arah shower. Ia basahi seluruh badannya yang ternoda. Sangat menjijikkan. Tangisnya pun pecah dengan keras. Ia tidak pernah membayangkan hidupnya akan mengalami hal buruk seperti ini. “Aku jijik sama diriku! Jijik!” teriak Falsya tak tertahan. Sementara itu, keadaan di luar. Pria itu mendekat ke arah ranjang. Ia raba noda merah yang berada di atas ranjang. “Sial! Kenapa aku bisa melakukan hal b***t seperti ini!” sesalnya tak habis pikir. Ia pun mengambil ponselnya di atas nakas. Di sana ada notifikasi pesan dari kekasihnya. [Maaf, Sayang. Aku tidak bisa menemuimu. Aku harus menghadiri ulang tahun sahabat aku, kita bertemu besok saja, ya. Miss you] Pria itu pun mengusap kasar wajahnya dengan tangan kirinya. Ia letakan ponselnya kembali di nakas. Lalu tatapannya tertuju pada ruang lembab yang tertutup rapat. Ia pun mengetuk secara pelan agar wanita yang ia nodai mau membuka pintunya. Dia harus meminta maaf. Ini adalah kesalahan terbesar yang pernah ia lakukan terhadap wanita. “Tolong, keluarlah. Bisakah kita bicara?” kata Pria itu dengan memohon. Falsya yang mendengar ia semakin menangis kencang. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Jangankan bicara, melihat wajahnya saja ia sangat ketakutan. Wajah Falsya kini semakin pucat, apalagi sejak siang ia belum sama sekali terisi oleh nasi. Hal itu pun membuat Falsya akhirnya ambruk ke lantai tak sadarkan diri di bawah guyuran shower yang menyala sangat deras. Alvarendra Dilshan Kashif, pria yang sudah menodai Falsya kini sangat cemas. Sebab, sudah hampir setengah jam, tetapi wanita itu tak kunjung keluar bahkan suara tangisnya sudah tak terdengar lagi. Karena khawatir, ia pun segera mendobrak pintu kamar mandi dengan keras. Saat pintu terbuka, ia terkejut, sebab, wanita itu tersungkur di lantai tak sadarkan diri. “Astaga! Hei, bangun ... Apa kamu dengar aku?” suara Rendra panik. Ia pun keluar untuk mengambil ponsel di atas nakas. Lalu ia mencari kontak asistennya untuk menyiapkan mobil. Setelah itu, ia kembali ke kamar mandi. Rendra membopong tubuh Falsya yang polos tak memakai sehelai benang pun ke arah ranjang. Lalu Ia mengambil selimut yang disediakan oleh hotel di lemari untuk menutupi seluruh tubuh Falsya. “Permisi, Tuan. Mobil sudah siap di lobi,” ucap Bastian—asisten pribadi Rendra. Rendra pun membopong tubuh Falsya kembali keluar dari kamar hotel. Bastian pun mendampingi sang bos turun melalui lift khusus. Saat sampai di lobi, semua orang tertuju pada Rendra yang membopong tubuh seorang wanita. “Bukannya itu Falsya, ya?” tebak salah satu karyawan hotel bagian resepsionis ke arah satpam yang sedang duduk di dekatnya. Satpam itu pun mengangguk. “Iya, kamu benar. Itu Falsya. Kenapa dia di gendong seperti itu?” tanyanya penasaran. Akhirnya, satpam itu pun dengan cepat mencegat Rendra saat hendak masuk ke dalam mobil. Ia juga melihat jika rekan kerjanya itu tak sadar diri membuat dirinya semakin curiga. “Maaf, Tuan. Anda mau membawa ke mana teman saya ini?” tanya dengan sinis. “Maaf, Pak. Kami sedang buru-buru,” timpal Bastian yang angkat bicara. Rendra sendiri tidak menggubrisnya ia tetap masuk ke dalam mobil, lalu membaringkan wanita itu di kursi belakang. “Tolong kamu urus satpam ini,” titahnya berbisik ke dekat asistennya. Bastian pun hanya menurut. Rendra dengan cepat berpindah ke arah depan, lalu duduk di kursi kemudi. Mobil yang ditumpangi oleh Rendra pun berjalan melesat meninggalkan halaman hotel. Satpam itu hendak mencegah, tetapi Bastian terus menghalangi. “Jangan coba-coba menahan kepergian Tuanku, kalo Anda masih ingin bekerja di sini!” gertak Bastian dengan menatap tajam. Satpam hotel itu pun akhirnya menunduk, dan pergi meninggalkan Bastian seorang diri. Sementara itu, di perjalanan rumah sakit. Rendra yang panik, ia menggerutui dirinya sendiri akibat keb****han yang ia lakukan. “Maaf, entah siapa dirimu. Aku janji akan tanggung jawab!” gumamnya dengan yakin. Setelah menempuh perjalanan hampir 20 menit. Kini Rendra pun sudah sampai di halaman rumah sakit. Pihak rumah sakit dengan sigap langsung membantu Rendra dengan membawakan brankar ke arah mobilnya. Falsya pun di angkat lalu di letakan di atas brankar. Rendra di bantu oleh dua perawat kini membawa Falsya ke ruang IGD. “Mohon, tunggu di luar, ya, Pak!” kata salah satu perawat sebelum menutup pintu. Mau tak mau, Rendra harus menunggu di luar. Ia bahkan duduk dengan gelisah. “Semoga nggak terjadi hal buruk!” batinnya berharap. Tak berselang lama, pintu IGD di buka, lalu seorang perawat meminta Rendra untuk masuk. “Bagaimana keadaan wanita ini, Dok?” tanya Rendra sangat cemas. “Dia hanya pingsan saja, kemungkinan dia telat makan, apalagi dia basah kuyup seperti ini, membuat daya tahan tubuhnya menurun,” terang Dokter Rui. “Syukurlah, terima kasih, Dok.” Rendra bernapas lega. “Kalau sudah sadarkan diri, pasien diperbolehkan pulang. Nanti akan saya beri vitamin untuk kekebalan tubuhnya,” kata Dokter Rui sebelum meninggalkan ruang IGD. Rendra pun hanya mengangguk. Tak berselang lama, saat hanya tinggal Rendra seorang diri di ruangan. Falsya dengan perlahan membuka kedua matanya, kepalanya masih terasa pening. Ia juga sangat syok karena menurutnya ini tempat yang asing. “Di mana ini?” tanya Falsya mencoba duduk sembari menatap sekeliling. “Ini di rumah sakit,” sahut Rendra. Falsya pun mengarah ke sumber suara yang berada di dekat tirai. Ia pun teringat akan kejadian tak senonoh yang dialami olehnya. Saat Rendra hendak mendekat. Falsya berteriak sekencang mungkin. “Tolong ... Jangan ... Jangan!” teriaknya dengan menutup kedua matanya menggunakan tangan.“Mas Kriss?” Falsya membelalak saat melihat bosnya kini ada di hadapannya. “Kamu, ngapain di sini?” tanya ulang Kriss yang penasaran. Apalagi sekarang memasuki tengah malam. Falsya gugup, tetapi dia juga harus berterus terang. “A ... Aku sedang menemani bibiku, Mas. Tadi siang dia terkena musibah keserempet mobil.” “Astaga, tapi tidak apa-apa, kan?” Falsya menggeleng pelan. “Tidak, kok, Mas. Dan, mumpung ketemu di sini, besok aku boleh izin lagi, kan, ya, Mas?” Ada sedikit keraguan dalam bertanya seperti itu. Sebab, sudah berapa kali dia tidak masuk kerja, apalagi belum lama ini dia juga sudah izin karena sakit. Tanpa disangka, pertanyaan Falsya langsung disetujui tanpa alasan apapun. Sontak kedua mata wanita itu berbinar seketika. “Terima kasih, Mas. Terima kasih banyak atas izinnya.” “Tidak perlu seperti itu. Kamu jaga diri, ya. Maaf aku harus pamit,” ucap Kriss cukup tergesa-gesa. Ia langsung masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai atas. Meski sebenarnya dia ingin
Eyang Widya berdiri ke hadapan cucu ketiga keluarga Khasif. Reza Danuarta Khasif. Yang sengaja berbicara seperti itu di hadapan banyak orang. Dia sudah tahu semua tentang hubungan sepupunya yang kandas, dan menikahi wanita lain. “Astaga, Reza. Kapan kamu datang?” Sapa Sahara yang langsung mendekat ke anak adik suaminya itu. Dia berharap keponakannya itu tidak berbicara banyak tentang putranya. “Dan tante tidak merestui hubungan Rendra dengan istrinya sekarang, kan?” pertanyaan Reza tentu aja membuat wajah Sahara pucat pasi kali ini. “Ah, itu tidak benar, Reza. Acara pernikahan Rendra hanya di undur sementara. Tahu sendirilah, perusahaan papah Laura memang lagi kurang baik,” kilah Sahara dengan senyum paksanya. Reza pun mendecih. Padahal dirinya sudah tahu semua yang terjadi pada sepupunya itu. “Katakan yang sebenarnya Rendra? Apa kamu sudah menikah?” Eyang Widya bertanya ke arah Rendra yang berdiri seperti patung tak bergerak. Helaan napas berat Rendra keluarkan secara per
“Wi ...” panggil Falsya saat sudah sampai di rumah sakit. Kedua matanya mengembun seketika saat melihat sosok wanita lanjut usia sedang berbaring di atas brankar. “Mbak Falsya, syukurlah kamu sudah datang!” Dewi menghampiri lalu memeluk tubuh Falsya sambil terisak. “Maafkan aku, Mbak. Ini semua salah aku!” Falsya membelalak mendengarnya. “Apa yang terjadi, Wi? Kenapa kamu menyalahkan dirimu sendiri?” Dewi pun menceritakan kejadian yang sebenarnya. Hingga membuat Bi Imah terbaring seperti saat ini. Falsya pun memahami penjelasan dari Dewi. Meski Dewi masih Kuekeh tetap menyalahkan dirinya sendiri. “Tidak perlu seperti itu, Wi. Kamu juga tidak sengaja.” “Tapi, ini semua salah aku, Mbak. Andai saja aku nggak memaksa bi Imah ikut ke pasar, pasti kejadian ini nggak bakalan terjadi!” ungkap Dewi menyesal. Wajahnya kembali murung, bahkan kedua matanya kembali mengembun. Falsya mengusap punggung Dewi secara perlahan. Dia paham betul apa yang di rasakan oleh tetangganya itu.
Malam semakin larut. Falsya yang kini berada di dalam bus pun membuang napas secara perlahan. Mengingat kejadian tadi siang, membuat hatinya tak karuan. Untungnya dia bisa berasalan kepada kedua temannya itu yang memaksa untuk menceritakan perihal kejadian tadi siang. Meski tadinya ingin berkata jujur, namun ia takut jika nanti identitasnya bakalan terungkap. Setelah bis berhenti di halte terdekat apartemennya. Dia pun turun lalu berjalan masuk ke arah dalam. “Masih ada waktu untuk aku masak buat mas Rendra,” ucap Falsya melihat ke arah jarum jam yang melingkar tangannya. Ketika langkah kaki hendak masuk ke dalam lift. Tiba-tiba pintu lift di tahan oleh seseorang saat akan menutup. Falsya mendongak melihat tangan lentik seseorang yang menahannya. Wajahnya tiba-tiba berubah seketika. Ia pun menggeser tubuhnya ke kiri untuk memberi ruang kepada wanita yang hendak masuk itu. “Dari mana kamu? Jam segini berada di luar?” tanya wanita itu dengan suara dingin. “Habis ada urus
Falsya mengambil benda yang menurutnya seperti kain. Setelah di ambil ternyata kain itu memanjang ke arah gelap ruangan tengah. Ia pun berjalan sembari menggulung kain itu di tangan. Hatinya berdebar sangat kencang. Entah kenapa ia takut jika di dalam ada orang jahat yang sedang mengintai dirinya. Suasana ruangan yang gelap gulita membuat ia berjalan sangat pelan. Sayang sekali, ponselnya kehabisan baterai, kalo tidak pasti bisa membantu dirinya saat ini sebagai penerangan. Saat kain memanjang itu sudah di titik terakhir. Falsya merasa ada suatu hal yang mengganjal di hadapannya. Iya dapat merasakan hembusan napas hangat seseorang tepat di depan wajahnya. Langkah Falsya mundur secara pelan. Namun, pinggang rampingnya langsung di tarik oleh seseorang itu hingga ia menubruk diri ke bidang tubuh seseorang di depannya itu. “Hust!” suara pria yang sangat familiar. “Mas Rendra?” pekik Falsya saat mendengar cekikikan dari pria di hadapannya. Lampu pun menyala, tepat di saat s
“Bastian!” Suara Falsya tercekat. Ia pun menarik Bastian ke arah belakang demi memastikan tidak ada orang yang melihat. “Apa yang Anda lakukan di sini, Nyonya?” Bastian bertanya kembali. Falsya membuang napas pelan. “Ceritanya panjang, Bas. Aku minta, kamu rahasiakan tentang masalah ini dari Mas Rendra. Kamu mau ‘kan?” Bastian mengernyit. “Aku tidak bisa berbohong kepada tuanku, Nyonya. Aku akan laporkan jika Anda ada di sini!” Ia pun melangkah pergi ke arah pintu depan. Namun, tangan Falsya dengan cepat mencekalnya. “Plis, Bas. Rahasiakan tentang ini,” ucap Falsya lirih. Kedua matanya pun berkaca. Hal itu membuat Bastian seketika merasa iba. Bastian terdiam cukup lama, hingga akhirnya ia pun mengangguk. Falsya tersenyum. Ia hapus sudut matanya yang berair. “Terima kasih, ya, Bas. Kamu memang yang terbaik!” ucapnya lalu pergi meninggalkan asisten suaminya ke arah dapur. Setelah kepergian istri bosnya. Ia pun membuang napas pelan lalu kembali menyusul ke tempat tua
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen