Pikiran Olivia penuh tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi. Ada apa dengan saudara dan kekasihnya saat ini. Sejak kapan mereka menusuk Olivia dari belakang. Dan kenapa tiba-tiba memutuskan menikah secepat ini.
Olivia meneguk air putih dengan sekali tegukan hingga tandas. Lalu mengembalikan gelas pada Heru yang mempersilakannya duduk di dinding teras.
"Maaf, aku tak tahu kalau kata-kataku tadi ada yang salah." Heru merasa tidak enak telah membuat Olivia menjadi seperti itu.
"Tidak. Justru aku berterima kasih padamu. Aku hanya tak menyangka. Ini benar-benar tidak masuk akal." Olivia mencoba menenangkan diri.
Heru mengangguk, mengusap tengkuknya. Memiliki firasat, bahwa ini adalah tentang cinta segitiga.
"Kau bilang, gadis itu sering kemari? Dia masuk ke kamar David?"
"Ya. David selalu di dalam tiap kali gadis itu datang."
Olivia kembali merasakan jantungnya teremas. Dia tak habis pikir, apa saja yang mereka lakukan di dalam sana. Sementara selama ini Silvia bersikap acuh tak acuh saat David mengantar gadis itu pulang. Dia hanya menyapa sekilas saat berpapasan dan melihat mereka berbincang di teras rumah.
Olivia benar-benar tak mengerti. Dan kini, dia mendengar bahwa kekasih dan saudaranya itu akan melangsungkan pernikahan tanpa memberitahunya. Bahkan terkesan sembunyi-sembunyi. Lebih parahnya lagi, meninggalkan masalah bagi Olivia.
Olivia benar-benar tak mengerti.
"Kau tahu di mana kampung halaman David?"
"Maaf, bukannya aku ikut campur." David sedikit gugup. "Kau akan menghadiri pernikahan mereka?"
Olivia tahu Heru pasti menganggapnya bodoh. Heru merasa tidak enak, tapi dia tetap menanyakannya. Dengan berat hati Olivia juga harus memberikan jawaban karena Heru sudah berbaik hati memberikan informasi dan juga memberikannya segelas air.
"Silvia membawa milikku yang paling berharga. Aku ingin mengambilnya kembali."
*
"Gadis itu punya kekasih." Kim kembali melaporkan apa yang dia dapat.
Ronan menyandarkan punggung ke kursi kantornya. Tentu saja dia tidak bisa berlama-lama meninggalkan pekerjaan meski keningnya masih terbalut kain kasa.
Dua jahitan cukup membuatnya frustasi beberapa hari ini. Orang-orang di kantor menatapnya penuh tanya, meski tak berani mengulang pada tatapan ke dua. Ronan cukup tegas bahkan arogan dalam menindak apa yang tidak dia sukai dari semua yang menggantungkan nasib pada perusahaannya.
"Lalu kenapa kau masih di sini? Cepat bawa dia. Gadis itu pasti tinggal bersamanya." Tangan Ronan mengepal kuat. Seolah kata-kata Kim mengejeknya.
"Pemuda itu...." Ucapan Kim terjeda.
"Lanjutkan."
"Dia salah satu buruh di pabrik Anda."
Ronan menarik sudut bibir. Terkekeh geli, setelah tahu kekasih yang gadis itu harap bisa melindunginya hanya buruh rendahan yang sekali injak langsung mati.
"Apa lagi yang kau tunggu! Bawa keduanya padaku!"
Kim mengangguk dan segera keluar.
Ronan memejam mata dengan perlahan. Masih tak habis pikir dengan kelakuan gadis itu. Tiga hari sudah dia berusaha mencarinya. Alih-alih menyerahkan diri, gadis itu malah menghilang bak ditelan bumi.
Betapa banyak gadis murahan, bahkan dari kalangan atas sekali pun yang berusaha merangkak ke atas ranjang agar bisa tidur bersama pria tampan itu. Meski tak satu pun dari mereka yang berhasil membersamainya.
Ronan telah lama menjauhkan diri dari urusan percintaan. Di usianya yang sudah genap tiga puluh tahun, dia masih betah melajang. Gagal menikah membuatnya membenci wanita untuk waktu yang sangat lama.
Gadis yang dijodohkan oleh orang tua mereka karena urusan bisnis, nyatanya kabur bersama pria pilihannya tepat di hari pernikahan mereka. Dan itu melukai harga dirinya. Andai keluarga gadis itu bukan salah satu dari pendukung yang pernah menyelamatkan perusahaan keluarganya, Ronan pasti telah menghabisi seluruh keluarga itu.
Tapi lihatlah kini. Seperti merasa dejavu, kejadian itu seperti melintasi kembali di depannya. Gadis liar itu berani membelah kepalanya hanya karena tak ingin Ronan menyentuhnya. Dan sekali lagi, itu merendahkan harga dirinya.
Sayangnya Olivia hanya seorang gadis miskin dan yatim piatu. Hingga Ronan dengan mudah bisa menjadikannya mainan untuk dia siksa sebelum mati.
*
"Kenapa baru sampai selarut ini?" Ronan mencegat Olivia saat wanita itu ingin masuk ke kamarnya.Ronan memerintahkan Kim untuk menjemput istrinya pulang dari bekerja. Namun perjalanan yang seharusnya tidak sampai tiga puluh menit menjadi lebih dari satu jam, hingga Kim terlambat membawa istri majikannya kembali ke rumah sesuai perintah Ronan."Maaf, aku mengantar temanku dulu ke rumahnya." Olivia sedikit merasa sungkan.Setelah insiden Ronan memanggil kata 'sayang' terhadap Olivia malam itu, Olivia terpaksa mengakui semuanya. Dia dan Ronan sudah menikah. Ketiganya terperanjat heran. Seperti tak percaya.Olivia memohon agar mereka merahasiakannya. Mau tak mau mereka menuruti permintaan wanita itu. Lagipula kini mereka sudah tahu bahwa suami Olivia adalah seseorang yang berpengaruh. Tentu saja mereka harus menurut jika tidak ingin berurusan dengan Ronan Ellyas. Mereka bahkan telah menyaksikan sendiri bagaimana cara pria itu menghukum orang-orang yang telah berani mengganggu istrinya.La
"Kau memberitahu suamiku bahwa sepupu-sepupunya mengerjaiku?" Olivia merasa tak percaya."Tentu saja, Oliv. Siapa lagi yang menyelamatkanmu selain aku, hah?" Silvia membanggakan dirinya.Malam itu Silvia sedang melihat-lihat akun sosial media miliknya. Dia yang kini mulai berteman dengan para kaum bangsawan di sosial media melihat rekaman siaran langsung yang dibuat oleh Elsa. Silvia tersenyum jahat menyaksikan adegan itu. Dia begitu menikmati gadis yang dia benci menjadi bulan-bulanan semua orang di dunia maya. Olivia pasti akan merasa malu sekali jika semua kerabat dan sahabat-sahabat keluarga Ellyas sampai mengetahui latar belakang Olivia yang sebenarnya.Dengan begitu Olivia akan mendapatkan penolakan dan intimidasi hingga akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan Ronan dan keluarganya.Namun tiba-tiba Silvia teringat. Ronan selalu saja punya cara untuk menyelamatkan istrinya. Bahkan menghukum siapa saja yang berani menyentuh Olivia. Silvia kemudian berbalik arah. Cepa
Olivia merasa takjub menatap bangunan besar dan lebar yang baru saja dia masuki. Deru mesin-mesin raksasa membuatnya berdecak kagum dengan produksi massal bahan baku tekstil dengan beraneka macam warna. Kepala Olivia bahkan berputar dan kakinya sampai berjalan mundur demi bisa memperhatikan keadaan sekeliling di pabrik tersebut.Laura tersenyum getir. Namun dia bisa melihat bahwa Olivia tampak peduli dan lebih antusias dibanding Silvia yang hanya bersikap angkuh dengan memamerkan bahwa gadis itu adalah putri pemilik pabrik demi mendapatkan pengakuan dari semua orang.Kemudian Laura menambah sedikit lagi waktu pengawasan agar Olivia bisa melihat-lihat lebih lama bagian produksi sebelum akhirnya memasuki ruangan kantor."Masuklah!" Laura meminta pada Olivia melewati pintu yang baru saja dibukakan oleh Armaya. Tanpa ragu Olivia melewati Laura dan menurut untuk masuk lebih dulu. Namun tiba-tiba Olivia tercengang saat melihat beberapa orang berpakaian rapi sudah duduk seperti menyambut k
Mau tak mau Olivia harus menuruti keinginan suaminya. Wanita itu sampai di depan bangunan pabrik milik keluarga Ellyas setelah diantar oleh Kim yang kembali menjemputnya sesudah mengantar Ronan ke kantor pusat perusahaan.Seperti instruksi Ronan, Olivia telah sampai lebih dulu hingga saat dia berdiri di depan gerbang, mobil hitam Laura berhenti di tempatnya menunggu."Selamat pagi, Bu." Olivia langsung menyapa ibu mertuanya begitu wanita itu turun dari kendaraannya.Laura menatapnya dengan dingin. Merasa bahwa dia tak memiliki janji untuk bertemu dengan menantunya itu."Apa yang kau lakukan di sini?""Hum... itu... aku...." Olivia tampak gugup. Dia tahu wanita paruh baya itu tak menyukainya. Namun dia bisa merasakan bahwa Laura tak pernah punya niat untuk berbuat jahat padanya."Ronan yang memintamu datang?" Laura seperti bisa membaca raut wajah gadis itu."Aku... ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, Bu. Aku... bersikap lancang dengan meninggalkan meja makan begitu saja."Laura
Ronan menarik sudut bibir. Kemudian memberikan kode pada asisten pribadinya. Kim mengerti, lalu mematuhi semua perintah majikannya."Pergi dari sini, dan jangan pernah datang lagi!" Ronan memberi titah dengan tegas.Gadis-gadis itu tampak ketakutan, lalu bergegas hendak keluar."Satu lagi!" Langkah mereka kemudian terhenti mendengar suara dingin itu dari Ronan. "Ucapkan terima kasih di masing-masing akun kalian atas makanan gratis yang kalian makan!"Ketiganya mengangguk dengan cepat. Lalu saling mendorong agar bisa keluar dari tempat itu dengan segera.Ronan melirik arloji mewah di pergelangan tangannya, lalu melirik ke arah istrinya."Selesaikan pekerjaanmu, Sayang. Aku tunggu di luar!"Ronan bergegas meninggalkan tempat itu. Sengaja membiarkan Olivia menjelaskan sendiri pada ke tiga rekannya semua tentang semua yang terjadi."Wanita itu tidak bisa menyangkal lagi bahwa aku ini suaminya, bukan?" Ronan tersenyum penuh percaya diri dari kursi penumpang di mobil mewahnya."Benar, Pak.
"Apalagi yang kalian tunggu. Cepat bersihkan sepatunya!"Ketiga gadis itu langsung melotot. Kemudian masing-masing memohon kepada pria itu."Tidak, Ronan. Kenapa kau meminta kami melakukannya?" Anne lebih dulu bersuara."Benar, kakak sepupu. Kami hanya bercanda. Kami tidak sungguh-sungguh ingin mempermalukannya.""Lagipula ini idenya Elsa. Dia yang meminta kami datang dan mengganggu Olivia. Dia juga yang merekam video itu dan menyebarkannya.""Benar. Ini semua salah Elsa. Biarkan kami pulang, Ronan.""Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menyalahkanku, hah?""Ini memang salahmu.""Ya. Ini salahmu!""Kalian__."Ketiga gadis itu masing-masing saling melempar kesalahan. Ronan yang sama sekali tidak peduli siapa dalang di balik semua itu terlihat cukup tenang."Tunggu apa lagi? Berlutut dan minta maaflah! Kalian menyukai hiburan? Semakin malam semakin ramai yang akan menonton, bukan?" Ronan menyeringai."Ronan, kami mohon__.""Berlutut! Atau kalian ingin ibu atau ayah kalian yang melaku