Vellza merasa hatinya berdebar kencang ketika ia melangkah ke dalam ruangan mewah yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen mahal. Cahaya lampu kristal memantulkan kilauan yang mempesona di sekitarnya, menciptakan suasana yang begitu kontras dengan kehidupannya yang suram. Dia tahu, di sinilah takdirnya akan berubah, entah menjadi lebih baik atau semakin buruk.
Tarikan nafasnya begitu kentara. Kakinya seketika sulit digerakan seperti paku bumi yang menghujam dalam sampai ke inti bumi, tatkala mendengar derap langkah seseorang yang mulai mendekat. Vellza tidak bisa mundur untuk saat ini, satu-satunya pilihan adalah tetap menemui lelaki yang sudah membelinya.Tanpa dia sadari ada sepasang mata yang sedari tadi menatapnya dalam-dalam. Hanya saja Vellza masih tenggelam dalam perasaan kalut. Kedua tangannya saling menangkup di depan dada, seraya berdoa agar Tuhan selalu menjaganya. Tiba-tiba terdengar suara lantang yang memanggil namanya hingga hampir saja membuatnya terjingkat.Devon menahan senyumnya tatkala melihat istri sahabatnya begitu ketakutan. Akan tetapi ia mencoba profesional dan menunggu Vellza sedikit tenang, baru melanjutkan ucapannya.“Silakan ikut saya, Nona Vellza.”“Ba-baik, Pak.”Sebuah tarikan nafas panjang terdengar dari bibir tipis Vellza. Sementara kakinya melangkah, mengikuti salah satu pelayan laki-laki di rumah itu. Semakin lama masuk ke dalam rumah tersebut, jantung Vellza memompa semakin cepat.Hingga tibalah di sebuah ruangan besar yang dijaga oleh beberapa pengawal berpakaian hitam. Pelayan itu meminta Vellza untuk masuk terlebih dahulu, baru ia berjalan di belakangnya.Tubuh Vellza gemetar saat ia menatap sosok pria yang duduk di balik meja besar. Alfa, seorang CEO muda yang terkenal dengan reputasinya yang dingin dan anti wanita sedang menatapnya dengan tajam. Sebelumnya Vellza tidak pernah berpikir bahwa dia akan berakhir di sini, dihadapkan pada seorang pria yang membelinya sebagai penebus hutang."Vellza," ucap Alfa dengan suara yang tenang tapi tajam. "Kamu tahu mengapa kamu berada di sini, bukan?"Vellza menelan ludahnya yang kering dan berusaha menjaga ketenangannya. "Ya, saya tahu," jawabnya dengan suara lirih yang hampir terdengar rapuh.Pada saat itu, Vellza merasakan beban masa lalunya yang berat menekan pundaknya. Dia teringat akan ayah dan ibu tirinya yang tanpa belas kasihan menjualnya kepada Alfa demi melunasi hutang mereka. Hidupnya yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan membuatnya merasa seperti seonggok sampah yang tak berharga.Alfa menatap Vellza dengan tatapan tajam yang membuatnya merasa terintimidasi. "Kamu akan bekerja untukku, membayar hutangmu dengan cara apapun yang aku inginkan," katanya dengan suara yang penuh dengan otoritas.“Ba-baik, Pak.”“Pak, Pak, kamu kira saya bapakmu! Setua itukah wajahku di matamu!”Vellza menelan ludahnya dengan susah payah. Baru saja ia akan menatap wajah Alfa, nyatanya nyalinya tiba-tiba saja menciut dan kembali menunduk, tak berani menatap wajah Alfa. Bahkan untuk menengadahkan wajahnya saja membutuhkan banyak kekuatan extra. Apakah Alfa akan menyiksanya setelah ini?“Kenapa kamu terus menunduk? Apa wajahku sejelek itu?”Lagi-lagi Vellza kebingungan. Dengan ragu-ragu ia memberanikan diri menatap Alfa. Tampan, itulah kata pertama yang tersemat di dalam hati Vellza. Buru-buru ia menepis anggapan jika Alfa orang jahat.“Bu-bukan begitu, Tuan. Maafkan atas kelancangan saya.”Alfa tersenyum menyeringai. Merasa jika gadis di depannya ini masih berguna, dia pun segera menyusun sebuah rencana untuk Vellza.“Kamarmu ada di lantai dua. Asistenku akan mengantarkanmu ke kamar. Semua keperluanmu atau apapun kebutuhanmu bicara saja padanya.”“Ba-baik, Tuan.”“Aku bukan tuanmu, melainkan suamimu! Jadi aku harap kamu memanggilku dengan sebutan yang pantas.”“I-iya.”Setelah dirasa cukup perkenalan dengan Alfa, kini Vellza benar-benar diantar ke kamarnya. Sepanjang jalan, wajah tampan Alfa memenuhi pikiran Vellza.Ia sangat yakin jika di balik ketegasan Alfa, Vellza melihat kilatan ketidakpercayaan dan ketakutan yang terselip di matanya. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang tersembunyi di balik lapisan dinginnya. Vellza merasa ada cerita yang belum terungkap, luka yang belum sembuh, dan hati yang mungkin masih bisa ditemukan.“Mikir apa, sih? Wajah tampan Tuan Alfa ya, Nyonya?”Ucapan asisten Alfa tampak tepat sasaran, tapi Vellza tidak ingin mengatakannya secara langsung dan hanya membalasnya dengan sebuah senyuman. Beberapa kamar di lantai dua tampak kosong, tapi Vellza tidak berani bertanya. Tubuhnya yang lelah memberikan instruksi agar cepat beristirahat.“Selamat beristirahat, Nyonya. Jika ada hal yang Nyonya butuhkan, bisa memanggil saya.”“Terima kasih.”“Kalau tidak ada hal lain, saya permisi.”Sepeninggal asisten Alfa, Vellza menutup rapat pintu kamarnya. Menatap kamar tidurnya yang sangat luas. Kamar berukuran enam meter tersebut, Vellza mendapatkan tamparan yang lebih besar. Mengingat selama ini ia hidup dalam kekurangan. Ukuran kamar Vellza tak lebih dari ukuran kamar mandi di kamar itu.Hembusan nafas terdengar sangat berat. Sepertinya kehidupan Vellza akan lebih sulit setelah ini. Selepas membersihkan tubuhnya, Vellza membaringkan dirinya di atas tempat tidur dengan ukuran king size. Menatap plafon berlukiskan galaksi bimasakti, sambil membayangkan kejadian beberapa waktu yang lalu.Pernikahan impian yang semula diimpikan oleh Vellza nyatanya tidak terjadi. Beberapa saat lalu, Vellza Quensha dan Alfa Mahendra duduk di depan penghulu. Tanpa saling mengenal atau didasari oleh rasa cinta, ia menikah dengan Alfa.Meski sederhana, tapi tak mengurangi keindahan tempat berlangsungnya ijab qabul. Hiasan bunga yang sederhana tapi indah, membuat suasana menjadi lebih intim. Penghulu yang bijaksana memimpin acara pernikahan dengan khidmat. Meskipun hanya dihadiri oleh beberapa saksi, mereka semua adalah orang-orang terdekat yang mendukung pernikahan ini.“Secepat inikah aku harus melewati masa mudaku? Apakah aku bisa tetap kuliah setelah ini?”Banyak sekali pertanyaan yang timbul di benak Vellza. Sepi yang melanda membuat ia merindukan sosok ibu kandungnya yang telah meninggal.“Ma, aku merindukanmu, kenapa kamu pergi begitu cepat?” ucapnya dengan lirih.Meski begitu, air mata yang semula tertahan kini mengucur sudah. Mengalir deras tanpa permisi. Membuat siapapun yang mendengarnya akan ikut larut dalam kesedihan yang mendalam. Sambil memegang sebuah kalung berliontin Menara Eiffel, Vellza mengenang semua moment bersama mendiang ibunya.Dalam kegelapan kehidupannya yang suram, Vellza merasa ada cahaya kecil yang muncul. Cahaya kecil yang ditawarkan oleh Alfa dan digadaikan dengan kehidupannya. Vellza tahu bahwa akan ada hal lain yang terjadi di antara mereka daripada sekadar hutang yang harus dilunasi.Merasakan tubuh dan beban pikiran yang begitu banyak, membuat pemilik bulu mata lentik itu terlelap. Sementara itu di ruangan yang tak jauh dari kamar Vellza, seorang lelaki sedang mengawasi istri kecilnya.“Selamat datang di nerakamu, Vellza Quensha. Akan kubuat kau menyesal karena telah berani masuk dalam duniaku!"“Dasar gadis pemalas! Jam segini belum bangun!”Vellza begitu terkejut saat aliran air yang deras dan kuat menghantam tubuhnya dengan keras. Suaranya begitu jelas saat air menyerbu tubuhnya. Wajah Vellza tampak terkejut, mulutnya terbuka lebar seperti ikan yang kehabisan nafas. “Ampun, Bu … ampun!”Matanya masih terpejam, tapi ekspresinya penuh dengan kebingungan dan keheranan karena tidak mengharapkan hal tersebut sebagai hukuman dari ibu tirinya. Apalagi Vellza baru bangun tidur, ia masih dalam keadaan mengantuk dan belum sepenuhnya sadar. Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang basah dan segera menyadari bahwa ada air yang mengenainya dan pelakunya adalah Anne, ibu tiri Vellza.“Ya, itulah hukuman yang pantas kau dapatkan karena bangun siang! Gadis kok bangun siang, mau jadi apa kamu!”Vellza masih menggigil karena hal itu, tapi ia tidak bisa berontak. Apalagi ia hanya sampah di keluarga mereka. Baginya salah atau benar semuanya tidak berarti.“Cepat bangun, calon suamimu sudah menu
Jika Alfa dan Devon sibuk membahas Vellza, nyonya muda itu justru kebingungan dengan tugas-tugasnya yang banyak. Pekerjaan yang didapat pun di luar keahliannya.“Ya, Tuhan, tidak bisakah dipermudah pekerjaanku ini? Aku pusing!”Vellza memekik tertahan. Tangannya memukul kepalanya berulang kali. Menelungkupkan wajah di antara puluhan berkas-berkas, nyatanya tak sedikitpun memberikan udara segar. Devon yang semula ingin turun ke bawah, merasa kasihan pada Vellza.Ia pun memutar balik arah dan langsung menghampiri bilik istri bosnya itu. Saat melihat Vellza uring-uringan dan kesal, Devon pun ingin menegurnya secara langsung. Seolah tak perduli jika Vellza kebingungan. Takut akan kemarahan Alfa dan hukuman yang akan didapatkannya.Sebelumnya ia berdehem agar Vellza mengangkat wajahnya. Deheman Devon berhasil membuat gadis itu mendongak. Bahkan hampir terjingkat manakala wajah Devon sangat dekat dengannya. Malu dan cemas bercampur aduk menjadi satu.“Halo, bisa saya bicara denganmu sebenta
“Kenapa lama sekali? Apa yang kamu lakukan di sana?”Alfa menatap tajam ke arah Devon. Tanpa mengucap sepatah kata pun, asisten serba bisanya itu langsung bergerak untuk menyusul Vellza. Langkah kaki yang lebar membawanya cepat sampai di ruang kerja Alfa.Belum sempat Vellza beranjak, ia mendengar langkah-langkah berat mendekat ke arah ruang kerja. Dalam kepanikan, Vellza menyembunyikan surat itu kembali di tempat semula dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.Devon, asisten pribadi Alfa, memasuki ruangan dengan ekspresi serius di wajahnya. "Nyonya Vellza, Tuan Alfa membutuhkanmu segera. Ada proyek penting yang harus kamu bantu selesaikan, kenapa lama sekali!” ucapnya dengan suara tegas.“I-iya, maaf.”Meski hatinya masih berdebar kencang, Vellza mengikuti Devon keluar dari ruangan. Di sisi lain, ia tidak bisa menahan rasa ingin tahu dan kebingungannya untuk mencari tahu rahasia tentang suaminya itu, tapi ia juga tetap berusaha bersikap profesional dalam bekerja."Kamu kerja atau tidur?
Alfa merasa cemburu dan kesal melihat kedekatan antara Vellza dan Devon. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran dan rasa tidak aman. Dia meremas pulpen miliknya dengan keras, mencerminkan ketegangan yang dirasakannya.Namun, di tengah kecemburuan dan kemarahan tersebut, Alfa mencoba untuk mengendalikan emosinya. Dia menyadari bahwa rasa cemburu tidak akan membantu memperbaiki hubungan mereka. Alfa perlu mengevaluasi perasaannya dan berbicara dengan Vellza secara jujur tentang apa yang dia rasakan.Alfa pun menghirup napas dalam-dalam, "Aku harus tenang. Aku perlu bicara dengan Vellza tentang perasaanku. Mungkin ada penjelasan yang bisa membantu kami memahami situasi ini."Alfa berusaha untuk meredakan emosinya dan menemukan cara yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya kepada Vellza. Alfa menekankan bahwa komunikasi yang jujur dan terbuka adalah kunci dalam mengatasi rasa cemburu dan memperbaiki hubungan mereka.Di sisi lain, Vellza merasa lega dan terbantu dengan bantuan Devon. Di
Setelah kepergian Anne, Alfa mulai menatap kamar Vellza. Hatinya merasa berkecamuk karena wanita yang menjadi istrinya tidak bisa bersikap tegas seperti dirinya. Tidak mau berpikiran aneh-aneh, Alfa langsung berinisiatif naik."Kenapa aku memiliki perasaan rumit?""Ada apa dengan hatiku?"Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku, tanpa sadar kedua kakinya menuntun ke kamar Vellza. Beberapa saat kemudian, Alfa terdiam tepat di depan kamar, "Vellza, bisa kita bicara sebentar?"Vellza yang sedang menunggu kabar dari Alfa segera bangkit dan berlari menuju pintu. Dengan cepat ia membuka pintu. "Iya, Alfa masuklah!"Bukannya menatap wajah tampan suami, Vellza justru menunduk sambil memundurkan langkahnya."Kenapa kamu terlihat ketakutan? Apakah wajahku semenakutkan itu? Sampai kau tidak berani menatapku?"Reflek Vellza menggeleng, "Tentu saja tidak. Masuklah!"Alfa tersenyum menyeringai, "Dengan senang hati."Akhirnya Vellza menatap wajah Alfa. Tat
Apa yang ditakutkan Alfa sepertinya akan menjadi kenyataan. Meski dari luar nenek dan Isabella tampak bisa menerima kehadiran Vellza, tapi instingnya berkata lain.“Kenapa Tuan terlihat murung? Apakah karena kedatangan nenek lampir itu?”“Ck, kau tau sekali jalan pikiranku,” ucap Alfa spontan.Dia bahkan sedang membenarkan posisi duduknya. “Sebenarnya ketakutan itu bukan untukku, tapi untuk wanita itu!” Ucap Alfa sambil menunjuk kamera yang mengarah tepat ke bilik tempat Vellza bekerja.Meski saat ini Vellza terlihat biasa saja, tapi ketakutan Alfa cukup beralasan. Pasalnya dulu saat mereka merekayasa kematian Isabella, Alfa benar-benar masuk dalam perangkap nenek. Dia bahkan hampir depresi karena cinta pertamanya itu dikabarkan meninggal. Akan tetapi, semua hanyalah kebohongan karena ternyata itu hanyalah bagian dari skenario Nenek Alfa agar dapat membantu mewujudkan keinginan Isabella agar bisa menjadi model profesional. Isabella tidak sepolos penampilannya. Di lua
Ternyata orang itu adalah Kakek Alfa. Dia sengaja bersembunyi dan selalu mengawasi Alfa dari kejauhan. Akan tetapi, dia pula yang memilihkan Vellza sebagai calon istri Alfa tanpa sepengetahuan dirinya.Hal ini dilakukan untuk menjaga semua aset yang akan menjadi milik Alfa pada akhirnya. Dia begitu senang melihat perubahan signifikan yang ditujukan pada Vellza. Ternyata, diam-diam Alfa mulai perhatian pada Vellza.Saat ini, Kakek Alfa sangat tahu jika Vellza tidak akan mungkin bisa menyelesaikan masa lalu Alfa bersama Isabella. Maka dari itu dia memutuskan untuk ikut campur.“Kenapa lama sekali?” ucap sang kakek pada asistennya itu.“Maaf, Tuan. Tadi Tuan Alfa memberikannya banyak pekerjaan di kantor sehingga cukup sulit untuk membawanya kemari!”Vellza yang tidak paham dengan kondisi saat itu hanya bisa mematung di tempatnya. Wajahnya menunduk karena ia takut salah dalam bersikap. Apalagi di perjalanan tadi Vellza sudah cukup banyak mendapatkan penjelasan dari a
Vellza yang ketakutan benar-benar menutup kedua matanya dengan rapat. Terlihat dia sangat ketakutan, tapi aroma mint yang ia hirup menyadarkan dirinya jika yang barusan ditabrak adalah Alfa."Astaga, maafkan aku, Alfa. Tadi aku ketakutan dan tidak tau harus bersikap apa ....”DegRupanya Alfa mengecup bibir Vellza yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Sorot mata tajam Alfa mampu menghipnotis Vellza dalam beberapa detik.“Bernafas bodoh!”Ucapan Alfa menyadarkan dia untuk tetap bernafas. Dengan bodohnya, Vellza menghirup udara sebanyak-banyaknya seolah takut kehilangan oksigen.‘Gadis nakal, rupanya kamu belum pernah ciuman? Seperti ini saja sudah tidak bernafas.’Dengan tanpa rasa bersalah, Alfa justru meninggalkan Vellza yang masih terbengong. Vellza merutuki sikapnya yang membiarkan Alfa mencuri ciuman pertamanya. Sialnya, Vellza justru mengusap bekas bibir Alfa yang tertinggal di bibirnya.‘Rasanya manis, apakah begini rasanya ciuman?’Sejena