Share

GADIS PENEBUS HUTANG MR. A
GADIS PENEBUS HUTANG MR. A
Author: Haryani

Part 1. DALAM BAYANG-BAYANG KEPUTUSASAAN

Vellza merasa hatinya berdebar kencang ketika ia melangkah ke dalam ruangan mewah yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen mahal. Cahaya lampu kristal memantulkan kilauan yang mempesona di sekitarnya, menciptakan suasana yang begitu kontras dengan kehidupannya yang suram. Dia tahu, di sinilah takdirnya akan berubah, entah menjadi lebih baik atau semakin buruk.

Tarikan nafasnya begitu kentara. Kakinya seketika sulit digerakan seperti paku bumi yang menghujam dalam sampai ke inti bumi, tatkala mendengar derap langkah seseorang yang mulai mendekat. Vellza tidak bisa mundur untuk saat ini, satu-satunya pilihan adalah tetap menemui lelaki yang sudah membelinya.

Tanpa dia sadari ada sepasang mata yang sedari tadi menatapnya dalam-dalam. Hanya saja Vellza masih tenggelam dalam perasaan kalut. Kedua tangannya saling menangkup di depan dada, seraya berdoa agar Tuhan selalu menjaganya. Tiba-tiba terdengar suara lantang yang memanggil namanya hingga hampir saja membuatnya terjingkat.

Devon menahan senyumnya tatkala melihat istri sahabatnya begitu ketakutan. Akan tetapi ia mencoba profesional dan menunggu Vellza sedikit tenang, baru melanjutkan ucapannya.

“Silakan ikut saya, Nona Vellza.”

“Ba-baik, Pak.”

Sebuah tarikan nafas panjang terdengar dari bibir tipis Vellza. Sementara kakinya melangkah, mengikuti salah satu pelayan laki-laki di rumah itu. Semakin lama masuk ke dalam rumah tersebut, jantung Vellza memompa semakin cepat.

Hingga tibalah di sebuah ruangan besar yang dijaga oleh beberapa pengawal berpakaian hitam. Pelayan itu meminta Vellza untuk masuk terlebih dahulu, baru ia berjalan di belakangnya.

Tubuh Vellza gemetar saat ia menatap sosok pria yang duduk di balik meja besar. Alfa, seorang CEO muda yang terkenal dengan reputasinya yang dingin dan anti wanita sedang menatapnya dengan tajam. Sebelumnya Vellza tidak pernah berpikir bahwa dia akan berakhir di sini, dihadapkan pada seorang pria yang membelinya sebagai penebus hutang.

"Vellza," ucap Alfa dengan suara yang tenang tapi tajam. "Kamu tahu mengapa kamu berada di sini, bukan?"

Vellza menelan ludahnya yang kering dan berusaha menjaga ketenangannya. "Ya, saya tahu," jawabnya dengan suara lirih yang hampir terdengar rapuh.

Pada saat itu, Vellza merasakan beban masa lalunya yang berat menekan pundaknya. Dia teringat akan ayah dan ibu tirinya yang tanpa belas kasihan menjualnya kepada Alfa demi melunasi hutang mereka. Hidupnya yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan membuatnya merasa seperti seonggok sampah yang tak berharga.

Alfa menatap Vellza dengan tatapan tajam yang membuatnya merasa terintimidasi. "Kamu akan bekerja untukku, membayar hutangmu dengan cara apapun yang aku inginkan," katanya dengan suara yang penuh dengan otoritas.

“Ba-baik, Pak.”

“Pak, Pak, kamu kira saya bapakmu! Setua itukah wajahku di matamu!”

Vellza menelan ludahnya dengan susah payah. Baru saja ia akan menatap wajah Alfa, nyatanya nyalinya tiba-tiba saja menciut dan kembali menunduk, tak berani menatap wajah Alfa. Bahkan untuk menengadahkan wajahnya saja membutuhkan banyak kekuatan extra. Apakah Alfa akan menyiksanya setelah ini?

“Kenapa kamu terus menunduk? Apa wajahku sejelek itu?”

Lagi-lagi Vellza kebingungan. Dengan ragu-ragu ia memberanikan diri menatap Alfa. Tampan, itulah kata pertama yang tersemat di dalam hati Vellza. Buru-buru ia menepis anggapan jika Alfa orang jahat.

“Bu-bukan begitu, Tuan. Maafkan atas kelancangan saya.”

Alfa tersenyum menyeringai. Merasa jika gadis di depannya ini masih berguna, dia pun segera menyusun sebuah rencana untuk Vellza.

“Kamarmu ada di lantai dua. Asistenku akan mengantarkanmu ke kamar. Semua keperluanmu atau apapun kebutuhanmu bicara saja padanya.”

“Ba-baik, Tuan.”

“Aku bukan tuanmu, melainkan suamimu! Jadi aku harap kamu memanggilku dengan sebutan yang pantas.”

“I-iya.”

Setelah dirasa cukup perkenalan dengan Alfa, kini Vellza benar-benar diantar ke kamarnya. Sepanjang jalan, wajah tampan Alfa memenuhi pikiran Vellza.

Ia sangat yakin jika di balik ketegasan Alfa, Vellza melihat kilatan ketidakpercayaan dan ketakutan yang terselip di matanya. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang tersembunyi di balik lapisan dinginnya. Vellza merasa ada cerita yang belum terungkap, luka yang belum sembuh, dan hati yang mungkin masih bisa ditemukan.

“Mikir apa, sih? Wajah tampan Tuan Alfa ya, Nyonya?”

Ucapan asisten Alfa tampak tepat sasaran, tapi Vellza tidak ingin mengatakannya secara langsung dan hanya membalasnya dengan sebuah senyuman. Beberapa kamar di lantai dua tampak kosong, tapi Vellza tidak berani bertanya. Tubuhnya yang lelah memberikan instruksi agar cepat beristirahat.

“Selamat beristirahat, Nyonya. Jika ada hal yang Nyonya butuhkan, bisa memanggil saya.”

“Terima kasih.”

“Kalau tidak ada hal lain, saya permisi.”

Sepeninggal asisten Alfa, Vellza menutup rapat pintu kamarnya. Menatap kamar tidurnya yang sangat luas. Kamar berukuran enam meter tersebut, Vellza mendapatkan tamparan yang lebih besar. Mengingat selama ini ia hidup dalam kekurangan. Ukuran kamar Vellza tak lebih dari ukuran kamar mandi di kamar itu.

Hembusan nafas terdengar sangat berat. Sepertinya kehidupan Vellza akan lebih sulit setelah ini. Selepas membersihkan tubuhnya, Vellza membaringkan dirinya di atas tempat tidur dengan ukuran king size. Menatap plafon berlukiskan galaksi bimasakti, sambil membayangkan kejadian beberapa waktu yang lalu.

Pernikahan impian yang semula diimpikan oleh Vellza nyatanya tidak terjadi. Beberapa saat lalu, Vellza Quensha dan Alfa Mahendra duduk di depan penghulu. Tanpa saling mengenal atau didasari oleh rasa cinta, ia menikah dengan Alfa.

Meski sederhana, tapi tak mengurangi keindahan tempat berlangsungnya ijab qabul. Hiasan bunga yang sederhana tapi indah, membuat suasana menjadi lebih intim. Penghulu yang bijaksana memimpin acara pernikahan dengan khidmat. Meskipun hanya dihadiri oleh beberapa saksi, mereka semua adalah orang-orang terdekat yang mendukung pernikahan ini.

“Secepat inikah aku harus melewati masa mudaku? Apakah aku bisa tetap kuliah setelah ini?”

Banyak sekali pertanyaan yang timbul di benak Vellza. Sepi yang melanda membuat ia merindukan sosok ibu kandungnya yang telah meninggal.

“Ma, aku merindukanmu, kenapa kamu pergi begitu cepat?” ucapnya dengan lirih.

Meski begitu, air mata yang semula tertahan kini mengucur sudah. Mengalir deras tanpa permisi. Membuat siapapun yang mendengarnya akan ikut larut dalam kesedihan yang mendalam. Sambil memegang sebuah kalung berliontin Menara Eiffel, Vellza mengenang semua moment bersama mendiang ibunya.

Dalam kegelapan kehidupannya yang suram, Vellza merasa ada cahaya kecil yang muncul. Cahaya kecil yang ditawarkan oleh Alfa dan digadaikan dengan kehidupannya. Vellza tahu bahwa akan ada hal lain yang terjadi di antara mereka daripada sekadar hutang yang harus dilunasi.

Merasakan tubuh dan beban pikiran yang begitu banyak, membuat pemilik bulu mata lentik itu terlelap. Sementara itu di ruangan yang tak jauh dari kamar Vellza, seorang lelaki sedang mengawasi istri kecilnya.

“Selamat datang di nerakamu, Vellza Quensha. Akan kubuat kau menyesal karena telah berani masuk dalam duniaku!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status