Berbeda dengan Vellza yang merasa canggung, Alfa justru merasa tidak ada orang di dalam ruangan itu. Sehingga ia bebas melakukan apapun, seperti saat mandi yang mengharuskan seseorang tidak memakai pakaian meski sehelai benang.
Di luar kamar Alfa, Isabella meraung-raung seperti orang gila. Posisinya masih berada di luar kamar Alfa. Dia merasa kedatangannya sama sekali tidak dihargai dan justru dihalangi oleh Devon sang asisten.Merasa kesal ia pun mencoba berteriak dan bersikap seolah-olah menjadi orang gila di sana. Tentu saja Alfa merasa tidak nyaman buru-buru menyelesaikan ritual mandinya. Sebelum keluar, salah satu tangan Alfa meraih jubah mandi lalu memakainya. Tidak lupa menyuruh Vellza untuk mandi di sana.“Cepatlah mandi! Aku tidak mau sekretarisku sampai telat datang kantor!”“Ck, bukankah kita sudah telat! Dasar bos omes!” Umpat Vellza kesal.Meskipun kesal, Vellza melakukan semua perintah suaminya itu. Lagipula saat ini ia sudah merasa nyaman, setida“Asem!” Pekik Vellza tak tertahan.Bagaimanapun dia adalah wanita biasa yang punya jantung dan masih bernafas. Sehingga wajar jika Vellza kaget ketika Alfa tiba-tiba muncul di hadapannya. Alfa tergelak melihat mimik wajah Vellza yang sudah seperti bom atom siap meledak. Semerah kepiting rebus yang hendak disantap.“Bisa nggak sih, nggak usah ngagetin kayak gitu! Kayak setan aja!” Omel Vellza tak terkendali.“Wajah kamu lucu banget, tau!”Tanpa sadar Vellza menggembungkan pipinya dan sukses membuat Alfa tertawa lepas. Jika Alfa bahagia, hal yang sama juga dirasakan oleh Devon. Binar kebahagiaan terpancar jelas di wajah Alfa sehingga membuat Devon sangat bersyukur. Pada akhirnya sahabatnya bisa kembali seperti dulu dan memiliki kehidupan yang sewajarnya selayaknya manusia normal.Perubahan sikap dan perilaku Alfa terlihat jauh lebih baik setelah Alfa menikah dengan Vellza. Wanita pilihan sang kakek memang tidak pernah salah. Ditambah lagi latar belakang Vellza bukanlah dari keluarga ka
Saat Alfa dan Vellza melenggang masuk ke dalam perusahaan, mereka melihat neneknya yang murka. Namun, Alfa justru terlihat santai dan tenang dalam menghadapinya. Dia memahami bahwa neneknya mungkin masih merasa kesal dan tidak setuju dengan keputusannya untuk memperbaiki hubungan dengan Vellza.Devon yang berjalan mengekor di belakangnya hanya bisa terpaku, tetapi tidak mau bersikap sok tau sebelum Alfa memberikan perintah padanya. Devon pun mempercepat langkahnya agar tidak tertinggal sambil sesekali menoleh pada Nenek Alfa.Nenek Alfa mengepalkan tangannya, menunjukkan rasa kekesalannya, sementara Alfa tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh reaksi neneknya. Dia tahu bahwa ini adalah langkah yang dia yakini benar untuk dirinya dan Vellza. Dari dalam mobil yang terparkir di dekatnya, seorang lelaki tua tersenyum senang saat melihat kekesalan mantan istrinya. Dia merasa lega bahwa sang cucu tidak mewarisi kebodohan dan kesalahan di masa lalu mereka.
Meskipun Vellza merasa tidak nyaman dengan pandangan orang-orang dan gosip pernikahan antara Alfa dan Isabella, dia tidak membiarkan hal itu merusak kepercayaan dirinya. Dia memilih untuk tetap tenang dan menjaga sikap yang baik.Setelah isu kedekatan antara Vellza dan Alfa, rupanya masih ada gosip terbaru yaitu berita pernikahan antara Alfa dan Isabella yang dibawa oleh neneknya. Vellza semakin merasa tidak nyaman dengan pandangan orang-orang.Alfa sebenarnya merasa geram, Devon pun juga, tapi mereka ingin melihat sampai dimana Nenek Alfa bersikap. Isabella yang kembali populer satu step di atas Vellza begitu senang karena akhirnya bisa menang.Sementara itu, Alfa dan Devon merasa geram dengan sikap nenek Alfa yang terus mempertegas isu pernikahan tersebut. Mereka berdua memutuskan untuk menghadapi situasi ini dengan sabar dan melihat sampai sejauh mana nenek Alfa akan bersikap.Kali ini Isabella meminta Vellza untuk bertemu dan makan siang bersama. Meskipun Vellza ada banyak keraguan
Meskipun Isabella sudah meminta maaf, entah mengapa masih ada yang mengganjal di dalam hati. Rasanya ada sesuatu yang sedang menantinya di depan sana.“Kenapa aku merasa jika Isabella tidak tulus dan masih merencanakan hal buruk lagi?” gumam Vellza sambil berjalan menuju kantin.Vellza yang merasa lapar lebih memilih untuk pergi ke kantin. Sementara Alfa dan neneknya masih berada di ruangan Isabella untuk menunggunya. Mereka masih merasa tidak bisa meninggalkan Isabella karena selama ia berada di Indonesia akan menjadi tanggung jawabnya.Entah mengapa ketika Vellza berada di ruangan Isabella hatinya terasa panas. Terlebih melihat Alfa sangat perhatian pada Isabella membuat jantungnya hampir meledak. Perasaannya menjadi cemas dan seperti ingin marah-marah saat melihat tangan Alfa bersentuhan dengan tangan Isabella. Meskipun begitu Vellza menampik perasaannya karena ia merasa jika itu hanya halusinasinya saja. Padahal kenyataannya Vellza memang cem
Setelah mengalami kecelakaan, dengan terpaksa Vellza harus dirawat di rumah sakit. Meskipun lukanya tidak seberapa, tetapi Alfa menginginkan pengobatan yang terbaik untuk Vellza dan bersikeras memaksanya tinggal.“Kalau sakit, kenapa justru ngotot untuk ceoat keluar dari rumah sakit?”‘Ya, suka-suka gue, lah. Memangnya kamu siapa gue?’ ucap Vellza di dalam hatinya.Sementara itu Alfa yang baru selesai rapat, masih terlihat mimik wajah serius di sana sedang menatapnya tajam.“Kenapa diam? Masih suka menyanggah dan keras kepala?”Tentu saja hati Vellza bersungut-sungut akan hal itu. Bukannya kata sayang atau ucapan perhatian, ia justru mendapatkan tekanan batin.Beruntung Devon datang tepat waktu dan bisa mencairkan suasana. Alfa sebenarnya sangat khawatir pada Vellza, sayang ia tidak bisa berucap halus padanya. Apalagi beban pikirannya terlalu dalam dan tidak ada tempat berbagi sama seperti di saat Vellza sehat.Jika Vellza merasa uring-uringan karena Alf
Alfa tidak menyangka jika neneknya sudah mengatur sebuah acara yang tidak masuk akal untuknya. Saat itu Alfa terpaksa datang untuk memenuhi perjamuan makan dengan Isabella dan juga nenek. Atas persetujuan Vellza, Alfa berangkat seorang diri. Tentu saja Vellza tidak mungkin ikut karena tidak ingin cemburu. Sementara itu Devon justru terkejut saat melihat Vellza berdiri di balkon sendirian. Tadi ia sempat mendengar percakapan Alfa dan Vellza sewaktu minta ijin datang ke apartemen Isabella."Hai ...."Vellza tampak menoleh dan tersenyum pada Devon. Lalu kembali menatap hamparan halaman rumah mewah Alfa. "Hai, juga. Tumben malam-malam ke sini?""Iya, tadi Alfa telepon gue buat datang ke sini khusus buat temenin lo.""Oh, ya? Semenyedihkan itukah diriku? Sampai harus ditemani?"Devon tidak menyangka jika Vellza berubah ketus padanya. "Huft, ya gak gitu juga konsepnya, Nona Vellza. Dibalik wajah angkuh Alfa, masih tersembunyi banyak kebaikan dan kasih sayang di sa
Merasa jika sakitnya sudah sembuh tentu saja membuat Alfa bahagia. Tanpa pikir panjang ia pun langsung menghubungi Devon asistennya untuk membahas acaranya dengan Vellza, sang istri kontrak.Sementara itu Devon sedang menikmati liburannya merasa terganggu, karena sang bos menelpon di saat yang tidak tepat. Ingin mengomel, tapi tertahan membuat Devon pasrah saat mendapatkan tugas dadakan dan di luar nurul dari Alfa.“Devon, kamu dimana?”“Sedang berenang, Tuan. Ada apa?”“Aku membutuhkan bantuanmu segera. Dengarkan baik-baik.”“Siap, Tuan.”“Devon, aku punya ide yang luar biasa untuk ….”“Untuk apa, Tuan?”“Merayakan pesta untukku bersama Vellza. Aku ingin momen ini menjadi sangat istimewa baginya. Bisakah kamu membantuku mewujudkannya?” “Tentu, Tuan. Apa ide yang Anda punya?” Alfa pun mendekatkan bibirnya ke ponsel, sekaligus memastikan jika tidak ada satu orang pun mengetahui percakapan anta
Setelah Alfa mengungkapkan perasaannya, kini justru Vellza yang merasa jika dirinya tidak pantas bersanding dengan Alfa. Alfa adalah seorang CEO kaya raya. Sementara dirinya adalah gadis miskin yang dijual untuk menebus hutang.“Bagaimana aku akan berdiri di samping Alfa? Jika dia bagaikan langit, sementara aku hanyalah butiran tanah. Terkadang menjadi becek dan dibenci karena mengotori sepatu kaum borjuis.”Vellza merasa sangat rendah diri saat ini. Wajahnya yang natural membuatnya semakin menarik diri dari Alfa.Di sisi lain Alfa sangat cemas karena istrinya belum juga turun. Beberapa kali Alfa tampak melihat jam tangan miliknya hanya untuk memastikan dan melihat ke arah tangga menuju ke kamarnya. Berharap Vellza segera turun dan mereka bisa pergi secepatnya. Namun, ternyata Vellza tak kunjung turun sampai saat ini. Seketika pikiran cemas seketika memenuhi kelapa Alfa. Membuat CEO muda itu ragu untuk naik dan menyusul sang istri, hanya untuk memastikan