Jika Alfa dan Devon sibuk membahas Vellza, nyonya muda itu justru kebingungan dengan tugas-tugasnya yang banyak. Pekerjaan yang didapat pun di luar keahliannya.
“Ya, Tuhan, tidak bisakah dipermudah pekerjaanku ini? Aku pusing!”Vellza memekik tertahan. Tangannya memukul kepalanya berulang kali. Menelungkupkan wajah di antara puluhan berkas-berkas, nyatanya tak sedikitpun memberikan udara segar. Devon yang semula ingin turun ke bawah, merasa kasihan pada Vellza.Ia pun memutar balik arah dan langsung menghampiri bilik istri bosnya itu. Saat melihat Vellza uring-uringan dan kesal, Devon pun ingin menegurnya secara langsung. Seolah tak perduli jika Vellza kebingungan. Takut akan kemarahan Alfa dan hukuman yang akan didapatkannya.Sebelumnya ia berdehem agar Vellza mengangkat wajahnya. Deheman Devon berhasil membuat gadis itu mendongak. Bahkan hampir terjingkat manakala wajah Devon sangat dekat dengannya. Malu dan cemas bercampur aduk menjadi satu.“Halo, bisa saya bicara denganmu sebentar?”“Tentu, Tuan. Maaf ada apa, ya?” Vellza benar-benar terlihat panik.“Barusan saya melihatmu uring-uringan dan tidak bersikap kooperatif, apa ada masalah?”“Maafkan saya, Tuan. Tidak ada maksud lain di sini. Saya hanya bingung harus mulai darimana? Pekerjaan ini di luar keahlian saya.”“Memangnya apa yang kamu kuasai?”Devon tampak memandang sinis ke arah Vellza. Ia bahkan bersedekap dada saat ini.Meski takut, tapi senyum Vellza mengembang. Apalagi ini berkaitan dengan keahliannya. “Saya suka membuat desain, apapun itu. Mau karakter anime, card atau bahkan flayer pun bisa dibuat.”“Benarkah, saya menghargai kejujuranmu. Namun, sebagai seorang profesional, kita harus bisa mengatasi tekanan dengan baik dan tetap menjaga sikap yang positif di tempat kerja. Jika ada yang kurang kamu sukai, kenapa tidak berbicara langsung dengan Tuan Alfa?”“Memangnya boleh?”“Tentu saja boleh? Kalau kamu kesulitan, kamu bisa mencoba bernegosiasi dengan Tuan Alfa?”“Apakah semudah itu?” tanya Vellza terlihat ragu.“Percayalah, semua bisa dibicarakan. Cobalah!”“Baiklah kalau begitu, biarkan saya menemui Tuan Alfa, kalau begitu saya permisi.”“Good luck!”Vellza yang berjalan terburu-buru, justru membuat langkahnya kurang seimbang. Akibatnya ia terpeleset, beruntung Devon lebih dulu menahannya.“Kalau jalan hati-hati!” tegur Devon spontan.Bodohnya, Vellza tak lantas melepas pelukan Devon dan justru terpana padanya.‘Sial, kenapa dia juga tampan?’Merasa ada yang tidak beres, Devon buru-buru melepas Vellza dan merapikan jasnya. “Kamu bisa pergi ke ruangan Boss sekarang.”“Em, iya. Maaf dan terima kasih sudah menolongku.”‘Benar-benar ceroboh!’ gerutu Devon saat Vellza sudah menghilang di balik pintu.Meski berdebar-debar dan takut, nyatanya Vellza tetap berjalan menuju ruang kerja Alfa. Dari dalam ruangannya, Alfa yang sudah mengetahui kedatangan istrinya segera merapikan jas miliknya.Terdengar suara pintu di dorong pelan. Alfa tetap berusaha fokus pada pekerjaannya. Dengan perlahan Vellza berjalan ke arah meja.“Tuan ….” ucap Vellza lirih.“Aku suamimu, bukan Tuanmu!” ucap Alfa tegas“Ta-tapi tertulis di dalam perjanjian, jika di luar rumah terlebih berkaitan dengan urusan kantor, saya boleh memanggilmu dengan sebutan Tuan.”“Katakan apa kepentinganmu di sini! Jangan berbelit-belit. Waktuku tak cukup banyak menampung keluhanmu!”Dalam hatinya, Vellza merutuki sikapnya karena terlalu berani mengatakan pendapatnya“Sa-saya hanya ingin mengajukan pendapat. Kalau boleh saya ingin berganti job desk.”Mata elang Alfa menatap tajam ke arah Vellza. “Memang siapa kamu berani mengaturku!”Seketika Vellza menelan salivanya dalam-dalam. Keringat dingin kembali mengucur di keningnya. Berhadapan dengan Vellza membuatnya merasa frustrasi dan ketakutan dalam sekali waktu.Namun, tidak ada pilihan lain lagi saat ini. Daripada terus gila, lebih baik mengatakan keberatannya. “Alfa sayang, maaf jika saya terlihat lancang. Sejujurnya saya menerima dan sangat berterima kasih atas semua bantuanmu, tapi,--”Tampak Vellza sedikit ragu mengatakan alasannya, “Saya tidak bisa terus menerima pekerjaan di luar keahlianku. Ini sudah terlalu jauh menyiksaku. Daripada terus merugikanmu, sebaiknya kamu membantuku.”Alfa sedikit terkejut dengan keberanian Vellza memanggilnya dengan sebutan sayang. Mati-matian ia memasang mimik wajah mengabaikan, meski sejujurnya hatinya berbunga. Sikap polos dan apa adanya Vellza membuat Alfa tertarik pada istri kecilnya itu. “Vellza, saya yakin kamu pasti bisa melakukannya. Saya percaya padamu.”Ungkapan rasa percaya yang dikatakan Alfa barusan seolah memberikan sebuah energi positif padanya.“Tapi Alfa, saya tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan untuk tugas ini. Saya merasa seperti dihukum dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan passion dan keahlian.”“Kamu harus belajar untuk menghadapi tantangan, Vellza. Ini adalah kesempatan bagus untukmu untuk berkembang.”‘Tapi Alfa, saya merasa tidak nyaman dan tidak bahagia. Saya ingin bekerja sesuai dengan passion dan memberikan kontribusi yang lebih berarti,’ ucapnya di dalam hati.Tanpa Vellza duga, Alfa tampak mengedipkan sebelah mata ke arah istrinya itu. Hal itu sukses membuat Vellza semakin ngeri ketika berdekatan dengan suaminya.“Vellza, kamu harus mengerti bahwa ini adalah bagian dari pernikahan kita. Kadang-kadang kita harus mengorbankan keinginan pribadi demi kepentingan bersama.”Vellza semakin terlihat frustrasi dan sedih. ‘Alfa kamu egois. Pernikahan bukan berarti mengorbankan kebahagiaan dan kepuasan pribadi. ingin merasa dihargai dan diakui untuk kemampuan dan minatku.’Melihat Vellza terdiam dan terus menunduk membuat Alfa tidak tega. Lalu ia pun mengalihkan pembicaraannya. Bahkan mengajak Vellza makan siang bersama di ruangan itu.Sepanjang acara makan siang, keduanya tampak terdiam. Tidak terlibat pembicaraan sedikitpun. Bahkan sampai Vellza kembali ke dalam biliknya.Meskipun Alfa jahat, Vellza bisa merasakan jika ada sesuatu yang berbeda dalam hubungannya dengan Alfa. Dia merasakan bahwa ada secercah kebaikan dalam diri pria itu. Semakin hari, dengan telaten Alfa mengajari tugas Vellza selama menjadi sekretaris. Ia pun merasa mendapatkan sedikit ruang di sana.Namun, semua terasa tidak berguna ketika suatu hari ada hal baru yang ditemukan oleh Vellza. Apa yang ditakutkan Vellza terjadi, saat ia diminta mengambilkan berkas yang tertinggal di dalam laci, Vellza menemukan sebuah sepucuk surat yang tersembunyi di balik laci meja.“Apa ini?”Entah mengapa tangannya bergetar saat memegang surat itu. Namun, tangan Vellza sempat menarik penutup surat tersebut dan dari sana nampak sebuah foto wanita cantik di dalamnya.Ada sebuah nama indah tertulis di balik foto tersebut. “Siapa dia? Apakah kakak Alfa atau justru kekasih Alfa?”Semakin lama berada di ruangan itu, Vellza merasakan hatinya semakin memanas. Hatinya berdebar kencang tidak menentu.Rasa ingin tahu yang membara membawa Vellza untuk menyelidiki lebih lanjut. Mungkin dia akan mulai mencari tahu tentang wanita tersebut dan menggali lebih dalam tentang hubungan masa lalu Alfa. Setidaknya ia bisa mengambil sikap yang tepat pada suaminya itu.“Kenapa lama sekali? Apa yang kamu lakukan di sana?”Alfa menatap tajam ke arah Devon. Tanpa mengucap sepatah kata pun, asisten serba bisanya itu langsung bergerak untuk menyusul Vellza. Langkah kaki yang lebar membawanya cepat sampai di ruang kerja Alfa.Belum sempat Vellza beranjak, ia mendengar langkah-langkah berat mendekat ke arah ruang kerja. Dalam kepanikan, Vellza menyembunyikan surat itu kembali di tempat semula dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.Devon, asisten pribadi Alfa, memasuki ruangan dengan ekspresi serius di wajahnya. "Nyonya Vellza, Tuan Alfa membutuhkanmu segera. Ada proyek penting yang harus kamu bantu selesaikan, kenapa lama sekali!” ucapnya dengan suara tegas.“I-iya, maaf.”Meski hatinya masih berdebar kencang, Vellza mengikuti Devon keluar dari ruangan. Di sisi lain, ia tidak bisa menahan rasa ingin tahu dan kebingungannya untuk mencari tahu rahasia tentang suaminya itu, tapi ia juga tetap berusaha bersikap profesional dalam bekerja."Kamu kerja atau tidur?
Alfa merasa cemburu dan kesal melihat kedekatan antara Vellza dan Devon. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran dan rasa tidak aman. Dia meremas pulpen miliknya dengan keras, mencerminkan ketegangan yang dirasakannya.Namun, di tengah kecemburuan dan kemarahan tersebut, Alfa mencoba untuk mengendalikan emosinya. Dia menyadari bahwa rasa cemburu tidak akan membantu memperbaiki hubungan mereka. Alfa perlu mengevaluasi perasaannya dan berbicara dengan Vellza secara jujur tentang apa yang dia rasakan.Alfa pun menghirup napas dalam-dalam, "Aku harus tenang. Aku perlu bicara dengan Vellza tentang perasaanku. Mungkin ada penjelasan yang bisa membantu kami memahami situasi ini."Alfa berusaha untuk meredakan emosinya dan menemukan cara yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya kepada Vellza. Alfa menekankan bahwa komunikasi yang jujur dan terbuka adalah kunci dalam mengatasi rasa cemburu dan memperbaiki hubungan mereka.Di sisi lain, Vellza merasa lega dan terbantu dengan bantuan Devon. Di
Setelah kepergian Anne, Alfa mulai menatap kamar Vellza. Hatinya merasa berkecamuk karena wanita yang menjadi istrinya tidak bisa bersikap tegas seperti dirinya. Tidak mau berpikiran aneh-aneh, Alfa langsung berinisiatif naik."Kenapa aku memiliki perasaan rumit?""Ada apa dengan hatiku?"Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku, tanpa sadar kedua kakinya menuntun ke kamar Vellza. Beberapa saat kemudian, Alfa terdiam tepat di depan kamar, "Vellza, bisa kita bicara sebentar?"Vellza yang sedang menunggu kabar dari Alfa segera bangkit dan berlari menuju pintu. Dengan cepat ia membuka pintu. "Iya, Alfa masuklah!"Bukannya menatap wajah tampan suami, Vellza justru menunduk sambil memundurkan langkahnya."Kenapa kamu terlihat ketakutan? Apakah wajahku semenakutkan itu? Sampai kau tidak berani menatapku?"Reflek Vellza menggeleng, "Tentu saja tidak. Masuklah!"Alfa tersenyum menyeringai, "Dengan senang hati."Akhirnya Vellza menatap wajah Alfa. Tat
Apa yang ditakutkan Alfa sepertinya akan menjadi kenyataan. Meski dari luar nenek dan Isabella tampak bisa menerima kehadiran Vellza, tapi instingnya berkata lain.“Kenapa Tuan terlihat murung? Apakah karena kedatangan nenek lampir itu?”“Ck, kau tau sekali jalan pikiranku,” ucap Alfa spontan.Dia bahkan sedang membenarkan posisi duduknya. “Sebenarnya ketakutan itu bukan untukku, tapi untuk wanita itu!” Ucap Alfa sambil menunjuk kamera yang mengarah tepat ke bilik tempat Vellza bekerja.Meski saat ini Vellza terlihat biasa saja, tapi ketakutan Alfa cukup beralasan. Pasalnya dulu saat mereka merekayasa kematian Isabella, Alfa benar-benar masuk dalam perangkap nenek. Dia bahkan hampir depresi karena cinta pertamanya itu dikabarkan meninggal. Akan tetapi, semua hanyalah kebohongan karena ternyata itu hanyalah bagian dari skenario Nenek Alfa agar dapat membantu mewujudkan keinginan Isabella agar bisa menjadi model profesional. Isabella tidak sepolos penampilannya. Di lua
Ternyata orang itu adalah Kakek Alfa. Dia sengaja bersembunyi dan selalu mengawasi Alfa dari kejauhan. Akan tetapi, dia pula yang memilihkan Vellza sebagai calon istri Alfa tanpa sepengetahuan dirinya.Hal ini dilakukan untuk menjaga semua aset yang akan menjadi milik Alfa pada akhirnya. Dia begitu senang melihat perubahan signifikan yang ditujukan pada Vellza. Ternyata, diam-diam Alfa mulai perhatian pada Vellza.Saat ini, Kakek Alfa sangat tahu jika Vellza tidak akan mungkin bisa menyelesaikan masa lalu Alfa bersama Isabella. Maka dari itu dia memutuskan untuk ikut campur.“Kenapa lama sekali?” ucap sang kakek pada asistennya itu.“Maaf, Tuan. Tadi Tuan Alfa memberikannya banyak pekerjaan di kantor sehingga cukup sulit untuk membawanya kemari!”Vellza yang tidak paham dengan kondisi saat itu hanya bisa mematung di tempatnya. Wajahnya menunduk karena ia takut salah dalam bersikap. Apalagi di perjalanan tadi Vellza sudah cukup banyak mendapatkan penjelasan dari a
Vellza yang ketakutan benar-benar menutup kedua matanya dengan rapat. Terlihat dia sangat ketakutan, tapi aroma mint yang ia hirup menyadarkan dirinya jika yang barusan ditabrak adalah Alfa."Astaga, maafkan aku, Alfa. Tadi aku ketakutan dan tidak tau harus bersikap apa ....”DegRupanya Alfa mengecup bibir Vellza yang sedari tadi berbicara tanpa henti. Sorot mata tajam Alfa mampu menghipnotis Vellza dalam beberapa detik.“Bernafas bodoh!”Ucapan Alfa menyadarkan dia untuk tetap bernafas. Dengan bodohnya, Vellza menghirup udara sebanyak-banyaknya seolah takut kehilangan oksigen.‘Gadis nakal, rupanya kamu belum pernah ciuman? Seperti ini saja sudah tidak bernafas.’Dengan tanpa rasa bersalah, Alfa justru meninggalkan Vellza yang masih terbengong. Vellza merutuki sikapnya yang membiarkan Alfa mencuri ciuman pertamanya. Sialnya, Vellza justru mengusap bekas bibir Alfa yang tertinggal di bibirnya.‘Rasanya manis, apakah begini rasanya ciuman?’Sejena
Berbeda dengan Vellza yang merasa canggung, Alfa justru merasa tidak ada orang di dalam ruangan itu. Sehingga ia bebas melakukan apapun, seperti saat mandi yang mengharuskan seseorang tidak memakai pakaian meski sehelai benang. Di luar kamar Alfa, Isabella meraung-raung seperti orang gila. Posisinya masih berada di luar kamar Alfa. Dia merasa kedatangannya sama sekali tidak dihargai dan justru dihalangi oleh Devon sang asisten. Merasa kesal ia pun mencoba berteriak dan bersikap seolah-olah menjadi orang gila di sana. Tentu saja Alfa merasa tidak nyaman buru-buru menyelesaikan ritual mandinya. Sebelum keluar, salah satu tangan Alfa meraih jubah mandi lalu memakainya. Tidak lupa menyuruh Vellza untuk mandi di sana.“Cepatlah mandi! Aku tidak mau sekretarisku sampai telat datang kantor!”“Ck, bukankah kita sudah telat! Dasar bos omes!” Umpat Vellza kesal.Meskipun kesal, Vellza melakukan semua perintah suaminya itu. Lagipula saat ini ia sudah merasa nyaman, setida
“Asem!” Pekik Vellza tak tertahan.Bagaimanapun dia adalah wanita biasa yang punya jantung dan masih bernafas. Sehingga wajar jika Vellza kaget ketika Alfa tiba-tiba muncul di hadapannya. Alfa tergelak melihat mimik wajah Vellza yang sudah seperti bom atom siap meledak. Semerah kepiting rebus yang hendak disantap.“Bisa nggak sih, nggak usah ngagetin kayak gitu! Kayak setan aja!” Omel Vellza tak terkendali.“Wajah kamu lucu banget, tau!”Tanpa sadar Vellza menggembungkan pipinya dan sukses membuat Alfa tertawa lepas. Jika Alfa bahagia, hal yang sama juga dirasakan oleh Devon. Binar kebahagiaan terpancar jelas di wajah Alfa sehingga membuat Devon sangat bersyukur. Pada akhirnya sahabatnya bisa kembali seperti dulu dan memiliki kehidupan yang sewajarnya selayaknya manusia normal.Perubahan sikap dan perilaku Alfa terlihat jauh lebih baik setelah Alfa menikah dengan Vellza. Wanita pilihan sang kakek memang tidak pernah salah. Ditambah lagi latar belakang Vellza bukanlah dari keluarga ka