Share

Part 3. DEBARAN ANEH

Jika Alfa dan Devon sibuk membahas Vellza, nyonya muda itu justru kebingungan dengan tugas-tugasnya yang banyak. Pekerjaan yang didapat pun di luar keahliannya.

“Ya, Tuhan, tidak bisakah dipermudah pekerjaanku ini? Aku pusing!”

Vellza memekik tertahan. Tangannya memukul kepalanya berulang kali. Menelungkupkan wajah di antara puluhan berkas-berkas, nyatanya tak sedikitpun memberikan udara segar. Devon yang semula ingin turun ke bawah, merasa kasihan pada Vellza.

Ia pun memutar balik arah dan langsung menghampiri bilik istri bosnya itu. Saat melihat Vellza uring-uringan dan kesal, Devon pun ingin menegurnya secara langsung. Seolah tak perduli jika Vellza kebingungan. Takut akan kemarahan Alfa dan hukuman yang akan didapatkannya.

Sebelumnya ia berdehem agar Vellza mengangkat wajahnya. Deheman Devon berhasil membuat gadis itu mendongak. Bahkan hampir terjingkat manakala wajah Devon sangat dekat dengannya. Malu dan cemas bercampur aduk menjadi satu.

“Halo, bisa saya bicara denganmu sebentar?”

“Tentu, Tuan. Maaf ada apa, ya?” Vellza benar-benar terlihat panik.

“Barusan saya melihatmu uring-uringan dan tidak bersikap kooperatif, apa ada masalah?”

“Maafkan saya, Tuan. Tidak ada maksud lain di sini. Saya hanya bingung harus mulai darimana? Pekerjaan ini di luar keahlian saya.”

“Memangnya apa yang kamu kuasai?”

Devon tampak memandang sinis ke arah Vellza. Ia bahkan bersedekap dada saat ini.

Meski takut, tapi senyum Vellza mengembang. Apalagi ini berkaitan dengan keahliannya. “Saya suka membuat desain, apapun itu. Mau karakter anime, card atau bahkan flayer pun bisa dibuat.”

“Benarkah, saya menghargai kejujuranmu. Namun, sebagai seorang profesional, kita harus bisa mengatasi tekanan dengan baik dan tetap menjaga sikap yang positif di tempat kerja. Jika ada yang kurang kamu sukai, kenapa tidak berbicara langsung dengan Tuan Alfa?”

“Memangnya boleh?”

“Tentu saja boleh? Kalau kamu kesulitan, kamu bisa mencoba bernegosiasi dengan Tuan Alfa?”

“Apakah semudah itu?” tanya Vellza terlihat ragu.

“Percayalah, semua bisa dibicarakan. Cobalah!”

“Baiklah kalau begitu, biarkan saya menemui Tuan Alfa, kalau begitu saya permisi.”

“Good luck!”

Vellza yang berjalan terburu-buru, justru membuat langkahnya kurang seimbang. Akibatnya ia terpeleset, beruntung Devon lebih dulu menahannya.

“Kalau jalan hati-hati!” tegur Devon spontan.

Bodohnya, Vellza tak lantas melepas pelukan Devon dan justru terpana padanya.

‘Sial, kenapa dia juga tampan?’

Merasa ada yang tidak beres, Devon buru-buru melepas Vellza dan merapikan jasnya. “Kamu bisa pergi ke ruangan Boss sekarang.”

“Em, iya. Maaf dan terima kasih sudah menolongku.”

‘Benar-benar ceroboh!’ gerutu Devon saat Vellza sudah menghilang di balik pintu.

Meski berdebar-debar dan takut, nyatanya Vellza tetap berjalan menuju ruang kerja Alfa. Dari dalam ruangannya, Alfa yang sudah mengetahui kedatangan istrinya segera merapikan jas miliknya.

Terdengar suara pintu di dorong pelan. Alfa tetap berusaha fokus pada pekerjaannya. Dengan perlahan Vellza berjalan ke arah meja.

“Tuan ….” ucap Vellza lirih.

“Aku suamimu, bukan Tuanmu!” ucap Alfa tegas

“Ta-tapi tertulis di dalam perjanjian, jika di luar rumah terlebih berkaitan dengan urusan kantor, saya boleh memanggilmu dengan sebutan Tuan.”

“Katakan apa kepentinganmu di sini! Jangan berbelit-belit. Waktuku tak cukup banyak menampung keluhanmu!”

Dalam hatinya, Vellza merutuki sikapnya karena terlalu berani mengatakan pendapatnya

“Sa-saya hanya ingin mengajukan pendapat. Kalau boleh saya ingin berganti job desk.”

Mata elang Alfa menatap tajam ke arah Vellza. “Memang siapa kamu berani mengaturku!”

Seketika Vellza menelan salivanya dalam-dalam. Keringat dingin kembali mengucur di keningnya. Berhadapan dengan Vellza membuatnya merasa frustrasi dan ketakutan dalam sekali waktu.

Namun, tidak ada pilihan lain lagi saat ini. Daripada terus gila, lebih baik mengatakan keberatannya. “Alfa sayang, maaf jika saya terlihat lancang. Sejujurnya saya menerima dan sangat berterima kasih atas semua bantuanmu, tapi,--”

Tampak Vellza sedikit ragu mengatakan alasannya, “Saya tidak bisa terus menerima pekerjaan di luar keahlianku. Ini sudah terlalu jauh menyiksaku. Daripada terus merugikanmu, sebaiknya kamu membantuku.”

Alfa sedikit terkejut dengan keberanian Vellza memanggilnya dengan sebutan sayang. Mati-matian ia memasang mimik wajah mengabaikan, meski sejujurnya hatinya berbunga. Sikap polos dan apa adanya Vellza membuat Alfa tertarik pada istri kecilnya itu. “Vellza, saya yakin kamu pasti bisa melakukannya. Saya percaya padamu.”

Ungkapan rasa percaya yang dikatakan Alfa barusan seolah memberikan sebuah energi positif padanya.

“Tapi Alfa, saya tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan untuk tugas ini. Saya merasa seperti dihukum dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan passion dan keahlian.”

“Kamu harus belajar untuk menghadapi tantangan, Vellza. Ini adalah kesempatan bagus untukmu untuk berkembang.”

‘Tapi Alfa, saya merasa tidak nyaman dan tidak bahagia. Saya ingin bekerja sesuai dengan passion dan memberikan kontribusi yang lebih berarti,’ ucapnya di dalam hati.

Tanpa Vellza duga, Alfa tampak mengedipkan sebelah mata ke arah istrinya itu. Hal itu sukses membuat Vellza semakin ngeri ketika berdekatan dengan suaminya.

“Vellza, kamu harus mengerti bahwa ini adalah bagian dari pernikahan kita. Kadang-kadang kita harus mengorbankan keinginan pribadi demi kepentingan bersama.”

Vellza semakin terlihat frustrasi dan sedih. ‘Alfa kamu egois. Pernikahan bukan berarti mengorbankan kebahagiaan dan kepuasan pribadi. ingin merasa dihargai dan diakui untuk kemampuan dan minatku.’

Melihat Vellza terdiam dan terus menunduk membuat Alfa tidak tega. Lalu ia pun mengalihkan pembicaraannya. Bahkan mengajak Vellza makan siang bersama di ruangan itu.

Sepanjang acara makan siang, keduanya tampak terdiam. Tidak terlibat pembicaraan sedikitpun. Bahkan sampai Vellza kembali ke dalam biliknya.

Meskipun Alfa jahat, Vellza bisa merasakan jika ada sesuatu yang berbeda dalam hubungannya dengan Alfa. Dia merasakan bahwa ada secercah kebaikan dalam diri pria itu. Semakin hari, dengan telaten Alfa mengajari tugas Vellza selama menjadi sekretaris. Ia pun merasa mendapatkan sedikit ruang di sana.

Namun, semua terasa tidak berguna ketika suatu hari ada hal baru yang ditemukan oleh Vellza. Apa yang ditakutkan Vellza terjadi, saat ia diminta mengambilkan berkas yang tertinggal di dalam laci, Vellza menemukan sebuah sepucuk surat yang tersembunyi di balik laci meja.

“Apa ini?”

Entah mengapa tangannya bergetar saat memegang surat itu. Namun, tangan Vellza sempat menarik penutup surat tersebut dan dari sana nampak sebuah foto wanita cantik di dalamnya.

Ada sebuah nama indah tertulis di balik foto tersebut. “Siapa dia? Apakah kakak Alfa atau justru kekasih Alfa?”

Semakin lama berada di ruangan itu, Vellza merasakan hatinya semakin memanas. Hatinya berdebar kencang tidak menentu.

Rasa ingin tahu yang membara membawa Vellza untuk menyelidiki lebih lanjut. Mungkin dia akan mulai mencari tahu tentang wanita tersebut dan menggali lebih dalam tentang hubungan masa lalu Alfa. Setidaknya ia bisa mengambil sikap yang tepat pada suaminya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status