Share

Part 4. CEMBURU TANDA CINTA

“Kenapa lama sekali? Apa yang kamu lakukan di sana?”

Alfa menatap tajam ke arah Devon. Tanpa mengucap sepatah kata pun, asisten serba bisanya itu langsung bergerak untuk menyusul Vellza. Langkah kaki yang lebar membawanya cepat sampai di ruang kerja Alfa.

Belum sempat Vellza beranjak, ia mendengar langkah-langkah berat mendekat ke arah ruang kerja. Dalam kepanikan, Vellza menyembunyikan surat itu kembali di tempat semula dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.

Devon, asisten pribadi Alfa, memasuki ruangan dengan ekspresi serius di wajahnya. "Nyonya Vellza, Tuan Alfa membutuhkanmu segera. Ada proyek penting yang harus kamu bantu selesaikan, kenapa lama sekali!” ucapnya dengan suara tegas.

“I-iya, maaf.”

Meski hatinya masih berdebar kencang, Vellza mengikuti Devon keluar dari ruangan. Di sisi lain, ia tidak bisa menahan rasa ingin tahu dan kebingungannya untuk mencari tahu rahasia tentang suaminya itu, tapi ia juga tetap berusaha bersikap profesional dalam bekerja.

"Kamu kerja atau tidur? Kenapa mengambil dokumen saja lama sekali!"

"Maaf, saya takut salah mengambil dokumen."

"Cih, dokumen hanya satu saja sudah membuat bingung. Dasar pekerja tidak profesional!"

Meskipun berucap seperti itu, Vellza tidak mendengarnya. Pikirannya masih berkelana tidak menentu. Bahkan ketika Alfa memanggilnya, Vellza tidak menyahut.

Sementara itu Devon berusaha menenangkan Alfa agar tidak mengamuk saat Vellza mengabaikannya.

"Tuan, jangan marah. Mungkin saja Nyonya sedang banyak pikiran."

Tentu saja sorot mata tajam Alfa menghunus tajam ke dalam mata Devon. Beruntung Devon sudah biasa mendapatkan hal seperti itu.

Dengan memakai alasan ingin ke toilet, akhirnya Vellza bisa keluar dari ruang rapat. Secara tidak sengaja ia melihat ibu tirinya di gedung itu. "Mama, kenapa ada di sini?"

Dari tempat Vellza berdiri, ia bisa mendengar percakapan Anne dengan orang asing itu. Niat hati menyegarkan pikiran, sirna sudah. Kini hati Vellza terasa hancur ketika rahasia tersembunyi di balik tindakan Anne terungkap. Rupanya, Anne memiliki motif tersembunyi yang menghancurkan hubungan Vellza dengan Alfa.

"Jadi, mama sudah merencanakan hal ini sampai sejauh ini?" bisiknya sambil meremas ujung kemeja miliknya.

Setelah sebelumnya Anne menjual Vellza kepada Alfa untuk membayar hutang, rupanya ibu tirinya masih ingin menghancurkan hidup Vellza dengan mengirim putri kandungnya untuk menggantikan kedudukan Vellza sebagai pendamping Alfa. Vellza merasa terperangkap dalam jaring pengkhianatan yang tak terduga ini.

“Kenapa Mama tega melakukan ini padaku?”

“Setelah semua hal yang dilakukan olehnya? Masihkah kamu mempercayainya?”

Hati kecil Vellza semakin bertanya-tanya kenapa nasib buruk selalu menimpanya. Ibunya meninggal karena sakit keras, sementara ayahnya justru berselingkuh dan kini menikah dengan selingkuhannya yaitu Anne.

Setelah mengetahui kebenaran yang pahit, Vellza merasa marah dan kecewa. Dia merasa dikhianati oleh ibu tirinya yang seharusnya menjadi keluarga dan mendukungnya. Namun, dia juga merasa bersalah karena merasa telah gegabah dalam mempercayai Anne tanpa curiga.

Setelah bekerja seharian Vellza segera pulang tanpa pamit pada Alfa. Saat ini Vellza duduk sendirian di kamar, air matanya mengalir deras di kedua pipi. Dia merasa sendirian dan terluka, tidak tahu bagaimana cara memperbaiki kehidupannya yang hancur.

Dalam keputusasaan dan kebingungan, Vellza mencoba berfikir untuk bisa menemukan kekuatan dalam dirinya sendiri untuk menghadapi pengkhianatan yang tak terduga ini. Beruntung Devon sudah memberikan peringatan pada Alfa sehingga ia tidak marah ketika Vellza pulang duluan. Lamunan Vellza terhenti saat Devon memanggilnya untuk makan malam.

“Maaf, Nyonya, Anda dipanggil Tuan Alfa untuk makan malam bersama.”

Bergegas Vellza menghapus air matanya. “Iya, sebentar lagi saya turun.”

Seketika pikirannya teringat akan foto yang ditemukan tadi. Tidak mau Alfa mengetahui perasaannya, segera mungkin ia menghapus air matanya.

Baru setelah itu, Vellza memutuskan untuk tidak membiarkan foto tersebut mengganggu momen makan malam bersama Alfa dan segera turun. Dia tahu bahwa saat ini adalah kesempatan untuk berbicara dan memperkuat hubungan mereka.

Vellza segera turun ke ruang makan agar Alfa tidak lama menunggu. Dia berusaha mempertahankan sikap tenang dan mencoba terbuka terhadap apa pun yang akan terjadi selama makan malam nanti.

Ketika Vellza tiba di ruang makan, dia melihat Alfa sudah menunggunya dengan senyuman hangat.

'Dia nggak marah aku pulang duluan?'

'Syukurlah,' batinnya.

Bahkan Alfa menyapanya dengan tersenyum ramah, sementara Devon berdiri di belakang Alfa.

Hatinya berdebar ketika Alfa tiba-tiba menyapanya dengan senyuman hangat. Sapaan itu terasa berbeda dari sebelumnya, yang lebih dingin dan kurang ramah. Vellza merasa senang melihat perubahan ini dan berharap bahwa hubungan mereka akan membaik.

"Selamat malam Alfa, senang bertemu denganmu."

"Selamat malam Vellza! Terima kasih. Kamu terlihat cantik sekali hari ini."

Seketika Vellza merasa hatinya meleleh mendengar kata manis dari bibir Alfa. Entah mengapa ia merasa dihargai dan diakui oleh Alfa. Hal itu membuatnya semakin bahagia.

Vellza pun tersenyum malu-malu, "Terima kasih, Alfa. Kamu juga terlihat tampan seperti biasa."

Alfa tersenyum lebih lebar "Terima kasih, Vellza. Aku senang bisa menghabiskan waktu bersamamu hari ini di kantor."

"Aku juga senang, Alfa. Terima kasih untuk kerja sama seharian ini di kantor."

"Kamu tidak kapok bekerja denganku, bukan?"

Pertanyaan dari Alfa terdengar frontal, tapi Vellza paham jika mungkin Alfa sangat suka berterus terang.

"Tentu tidak, aku sangat menyukai pekerjaan hari ini."

"Syukurlah."

Setelah perbincangan sebentar tadi, kini mereka mulai menikmati hidangan yang lezat. Vellza mencoba untuk menekankan pikirannya dan mengabaikan ketidakpastian yang masih ada agar suasana sedikit santai.

Setelah selesai makan, Vellza tidak ragu mengatakan keinginannya agar berganti posisi di tempat kerja. Namun, dengan tegas Alfa menolak dan meminta Vellza tetap menjadi sekretarisnya dan juga meminta Devon mengajari semua tugasnya ketika di kantor.

Meskipun pikiran Vellza masih terganggu oleh foto tersebut, ia memilih untuk menunda pembicaraan tentang hal itu. Dia ingin memberikan kesempatan pada Alfa untuk menjelaskan dan memberikan konteks yang lebih jelas tentang masa lalunya.

Keesokan harinya, Vellza masih bekerja sebagai sekretaris Alfa. Bahkan Devon benar-benar membantunya. Namun, selama di kantor identitas Vellza tetap dirahasiakan. Devon pun memanggilnya dengan sebutan nama, bukan Nyonya lagi. Hal itu dilakukan atas permintaan Alfa sendiri.

Vellza merasa sangat bersyukur atas bantuan yang diberikan oleh Devon dalam mengerjakan tugas sebagai sekretaris Alfa. Devon benar-benar berdedikasi untuk membantu Vellza dan memastikan semua pekerjaan berjalan lancar.

Vellza duduk di meja kerjanya, sibuk menyelesaikan beberapa tugas yang harus diselesaikan. Devon dengan sigap menghampiri Vellza, membawa secangkir kopi hangat.

"Hai Vellza, aku melihat kamu sedang sibuk. Aku punya secangkir kopi untukmu. Semoga bisa memberikan energi tambahan."

Vellza menoleh dan tersenyum, "Terima kasih, Devon. Kamu selalu begitu perhatian. Aku benar-benar menghargainya."

"Tidak ada masalah, Vellza. Itu adalah tugas saya sebagai asisten pribadi Tuan Alfa untuk membantu kamu dalam pekerjaan sehari-hari. Ada sesuatu yang bisa aku bantu?"

Vellza menunjuk ke arah monitor dan beberapa dokumen, "Sebenarnya, ada beberapa dokumen yang perlu dikumpulkan dan disiapkan untuk pertemuan penting besok. Bisakah kamu membantu saya mengumpulkannya?"

"Tentu, Vellza. Aku akan segera melakukannya. Kamu bisa fokus pada tugas lainnya."

Devon dengan cekatan mulai mengumpulkan dan menyusun dokumen-dokumen yang diperlukan. Dia bekerja dengan efisien dan teliti, memastikan semua dokumen terorganisir dengan baik.

Dari ruang kerjanya, Alfa merasa merasa lega sekaligus cemburu, dua hal itu berkecamuk dalam dirinya saat melihat Devon membantu pekerjaan Vellza. Perasaan cemburu muncul ketika Alfa melihat Devon memegang tangan Vellza saat membantu istrinya sebagai sekretaris.

Alfa menggertakkan gigi, "Sepertinya Devon butuh liburan panjang setelah ini. Kalau tidak, bukan aku yang semakin dekat dengannya, tapi justru dia yang dekat dengan istriku. Hm, benar-benar kurang ajar!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status