Share

Bab 3

Author: Adelia tpn
last update Last Updated: 2025-03-24 00:51:00

Setelah beberapa jam kepergian Zayn dan Livia. Dalam rumah keluarga Everleigh yang megah, suasana mencekam menggantung di udara. Eleanor Everleigh duduk di ruang tamu dengan wajah penuh tanda tanya, jari-jarinya mengetuk meja dengan gelisah karena tidak melihat putrinya sejak tadi.

Suaminya, Richard Everleigh, yang kini duduk di hadapannya kini terlihat mencoba mengungkapkan sesuatu.

Namun ada sesuatu yang berbeda.

“Richard, kenapa kau terlihat seperti itu?” tanyanya curiga.

Richard tidak langsung menjawab. Pria itu menghela napas berat, seolah sedang mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan sesuatu yang tak sanggup diungkapkan.

“Ada masalah…” suaranya lirih.

Dada Eleanor mulai terasa sesak. “Masalah apa?”

Richard menggigit bibirnya, ragu-ragu. Namun, akhirnya ia berkata dengan suara yang bergetar,

“Livia… dia…”

Eleanor menegang.

"Apa yang terjadi dengan Livia?"

Richard menundukkan kepalanya. “Aku… aku tidak bisa berbuat apa-apa… Aku sudah mencoba segalanya…”

BRAK!

Eleanor menampar meja dengan keras.

“Richard! Bicaralah yang jelas!” suaranya naik, penuh ketakutan. “Apa yang terjadi dengan putri kita?!”

Richard menutup matanya erat. Lalu, dengan suara yang nyaris tak terdengar, ia berbisik,

“Livia… diambil oleh Zayn Vanderbilt.”

Dunia Eleanor seakan berhenti berputar.

Hening.

Hanya suara detak jam yang terdengar di ruangan itu, menciptakan suasana yang semakin menyiksa.

“Apa?” suaranya melemah, hampir tidak terdengar.

Richard mengangguk perlahan, tidak berani menatap istrinya. “Dia… dia adalah jaminan.”

Eleanor mundur selangkah, tubuhnya lemas. “Kau bercanda, kan?” suaranya mulai bergetar. “Tidak… tidak mungkin…”

Namun, ekspresi Richard yang penuh kesedihan memberitahunya bahwa ini bukanlah lelucon.

Air mata mulai menggenang di mata Eleanor. Ia mencengkeram dadanya, sulit bernapas.

“Tidak… ini tidak mungkin… Livia…”

Richard berjalan mendekat, mencoba meraih tangannya, tapi Eleanor menepisnya kasar.

“Bagaimana kau bisa membiarkan ini terjadi?!” jeritnya histeris. “Livia adalah anak kita! Bagaimana bisa kau menyerahkannya begitu saja kepada pria itu?!”

Richard menutup wajahnya dengan kedua tangan.

“Aku tidak punya pilihan, Eleanor…” suaranya serak. “Jika aku tidak menyerahkan Livia, Zayn akan membunuhku… membunuh kita semua.”

Eleanor jatuh terduduk di sofa, air matanya mengalir deras.

Gadis kecilnya…

Putri satu-satunya yang selalu ia lindungi…

Sekarang berada di tangan seorang pria kejam.

Tidak.

Tidak boleh seperti ini.

Ia tidak akan membiarkan Livia sendirian di sana.

Eleanor menghapus air matanya, lalu menatap Richard dengan sorot mata tajam penuh tekad.

“Kita harus mengambilnya kembali.”

Richard terdiam.

“Eleanor…”

“Kita harus mengambilnya kembali!” ulangnya, suaranya semakin keras. “Aku tidak peduli bagaimana caranya, aku tidak peduli apa yang harus kulakukan aku tidak akan membiarkan anakku berada di tangan pria itu!”

Tapi Richard hanya menatapnya dengan putus asa.

“Kita tidak bisa.”

“APA?!”

“Kita tidak bisa melawan Zayn, Eleanor,” suaranya penuh kepasrahan. “Dia bisa menghancurkan kita dalam sekejap. Jika kita melawan… maka kita hanya akan mati sia-sia.”

Eleanor menggeleng, matanya semakin merah karena marah.

“Jadi, kau ingin kita hanya duduk diam?! Kau ingin kita membiarkan Livia menderita di tangan pria itu?!”

Richard menutup matanya rapat.

Sebenarnya, itulah yang paling ia takutkan.

Zayn Vanderbilt bukanlah pria biasa.

Pria itu kejam, tidak punya belas kasihan.

Dan sekarang, Livia…

Livia yang polos, ceroboh, dan manja itu…

Ada di bawah kekuasaan pria yang bahkan tidak akan ragu untuk membunuh seseorang yang menghalangi jalannya.

Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Tidak sekarang.

Satu kesalahan kecil saja…

Dan Livia bisa benar-benar mati.

********

Mobil hitam berlapis baja itu melaju kencang di jalanan malam, membelah kota yang kini hanya tampak seperti bayangan buram di balik jendela.

Di dalamnya, Livia duduk di kursi belakang, terdiam.

Setelah drama yang terjadi beberapa menit lalu, pikirannya masih berputar dalam kekacauan. Ia bahkan belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan—bahwa ia baru saja dijual oleh ayahnya sendiri.

Oleh orang yang seharusnya melindunginya.

Dadanya terasa sesak, tapi bukan hanya karena itu.

Melainkan juga karena…

“…Kenapa kau terlihat seperti seseorang yang baru saja kehilangan seluruh harta bendanya?” suara bariton dingin itu tiba-tiba terdengar.

Livia menoleh.

Zayn duduk di sampingnya, wajahnya setengah diterangi cahaya dari lampu jalan. Ia duduk dengan santai, salah satu tangan bertumpu pada dagu, sementara mata hitamnya menatap lurus ke depan.

Tatapan itu… tidak bisa ditebak.

“Aku memang kehilangan sesuatu,” gumam Livia pelan.

Zayn meliriknya sekilas. “apa?”

Livia mengembungkan pipinya kesal. “Aku kehilangan permennya.”

Hening.

Sopir di depan nyaris terbatuk menahan tawa, sementara Zayn hanya menatapnya dengan ekspresi datar.

“Kau serius?” tanyanya, nada suaranya terdengar seolah ia sedang berbicara dengan anak kecil.

Livia mengangguk mantap. “Itu penting.”

Zayn mendengus pelan. Ia menegakkan tubuhnya, lalu menatap Livia lebih dekat, seolah sedang menilai apakah gadis ini waras atau tidak.

“Kau baru saja dijual oleh ayahmu sendiri,” katanya datar. “Dan hal yang paling kau pikirkan adalah permen?”

Livia mengerjap. “Ya, kenapa?”

Zayn mengusap wajahnya dengan frustrasi.

“Tuhan, aku harus menghadapi makhluk macam apa ini…”

Livia hanya menatapnya dengan polos.

Di satu sisi, ia tahu betapa serius situasi ini. Tapi di sisi lain… semua ini masih terasa seperti mimpi buruk yang terlalu dramatis.

Lalu, tiba-tiba, ia teringat sesuatu.

Matanya melebar.

“Oh tidak!” serunya panik.

Zayn memicingkan mata. “Apa lagi?”

Livia menoleh ke jendela, menggigit bibirnya. “Aku lupa bilang selamat malam ke Mama…”

Sopir nyaris menginjak rem mendengar pernyataan itu.

Zayn menutup matanya sejenak, seakan mencoba mengumpulkan kesabaran yang mulai menipis. “Kau tahu, kau seharusnya lebih khawatir tentang hidupmu sendiri.”

Livia mendesah pelan. Ia tahu itu. Tapi tetap saja…

Bagaimana jika Mamanya bangun tengah malam dan menyadari bahwa ia tidak ada di rumah?

Bagaimana jika—

BRAK!

Mobil tiba-tiba berhenti mendadak.

Livia hampir terjatuh dari kursinya, sementara Zayn hanya menegang dengan ekspresi tidak senang.

“Apa yang terjadi?” tanyanya tajam.

Sopir itu menoleh ke belakang dengan wajah sedikit panik. “Tuan, ada seorang wanita yang menghalangi jalan…”

Zayn mengerutkan alis.

Dan sebelum ia sempat menebak siapa, suara jeritan melengking sudah terdengar dari luar.

“LIVIAAA!!!”

Livia tersentak.

Itu suara—

“MAMA!”

Tanpa pikir panjang, ia berusaha membuka pintu, tapi Zayn lebih cepat.

Pria itu meraih pergelangan tangannya, mencengkeramnya erat. “Duduk.”

Livia menatapnya marah. “Lepaskan aku! Aku harus menemui Mama!”

Tapi Zayn tidak peduli. Ia menoleh ke arah jendela, menatap wanita yang kini berdiri di depan mobil mereka.

Wajah wanita itu pucat, rambutnya acak-acakan, dan matanya merah karena menangis.

Eleanor.

Sosok yang selama ini selalu melindungi Livia… kini terlihat seperti seseorang yang baru saja kehilangan dunianya.

“LIVIA!!” ibunya berlari ke sisi mobil, memukul-mukul kaca dengan tangannya. “Buka pintunya! Tolong jangan bawa anakku!!”

Livia mulai menangis.

“Mama!” ia berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Zayn, tapi pria itu tidak melepaskannya.

Zayn hanya menatap pemandangan itu dengan ekspresi dingin. Ia tidak tergerak sedikit pun oleh tangisan itu.

Sopir menoleh ke arahnya, menunggu perintah.

“Tuan…?”

Zayn mendesah pelan.

Lalu, tanpa banyak bicara, ia membuka pintu mobil dan keluar.

Eleanor langsung menoleh dengan tatapan marah.

“Kau!!” suaranya bergetar karena emosi. “Lepaskan putriku!”

Zayn hanya menatapnya tanpa ekspresi.

“Dia sudah menjadi milikku.”

Wajah ibu Livia semakin pucat.

“Kau… kau tidak bisa melakukan ini!” ia berusaha meraih tangan Zayn, tapi pria itu menghindar dengan mudah. “Dia anakku! Dia bukan barang!”

Zayn menatapnya dalam diam, lalu berkata dengan suara pelan namun tajam,

“Tapi suamimu memperlakukannya seperti itu.”

Eleanor terdiam.

“Kau pikir aku ingin mengambilnya?” Zayn melanjutkan, suaranya penuh sindiran. “Tidak. Jika aku bisa mendapatkan uangku kembali dengan cara lain, aku tidak akan menyentuh putrimu.”

Ia menatap Eleanor dari atas ke bawah.

“Tapi suamimu tidak memberiku pilihan.”

Air mata Eleanor semakin deras. Ia menoleh ke arah Livia yang masih menangis di dalam mobil, lalu kembali menatap Zayn dengan penuh permohonan.

“Jangan bawa dia… Aku mohon…”

Zayn menghela napas bosan.

“Aku tidak punya waktu untuk ini.”

Lalu, tanpa peringatan, ia menoleh ke sopir dan memberi perintah dingin,

“Jalan.”

“Tidak!!”

Eleanor berusaha menghalangi, tapi dua pria berbadan besar yang sejak tadi berdiri di sekitar mereka langsung menahannya.

Livia menjerit histeris.

“MAMA!!!”

Namun, mobil sudah kembali melaju.

Sosok ibunya semakin menjauh, tangisannya semakin samar, hingga akhirnya menghilang sepenuhnya dalam gelapnya malam.

Livia jatuh terduduk di kursinya, air matanya membanjiri wajahnya.

Ia tidak pernah merasa sehancur ini.

Sementara itu, Zayn hanya duduk di sampingnya, menatap lurus ke depan dengan ekspresi kosong.

Bagi pria itu, ini hanya bisnis.

Tapi bagi Livia…

Ini adalah akhir dari hidupnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 97

    Mobil hitam mewah itu akhirnya memasuki kawasan perumahan elit tempat tinggal Zayn. Setelah seharian menghabiskan waktu di pantai, senyap perlahan mengambil alih kabin mobil. Finnian yang semula ramai dan penuh celoteh kini tertidur pulas di pangkuan Serenity, dengan pipi merah merona karena terbakar matahari dan jemari mungilnya masih menggenggam ember kecil berisi kerang hasil tangkapannya.Livia duduk tenang di sebelah Zayn. Tidak banyak bicara, tapi dari raut wajahnya terpancar kepuasan dan ketenangan. Angin pantai masih terasa seolah membuntuti mereka, dan aroma laut entah mengapa masih menempel lembut di kulitnya.Zayn menoleh sekilas. Ia melihat Livia sedang menyandarkan kepala ke jendela, tersenyum kecil. “Kamu kelihatan puas banget,” gumamnya sambil menurunkan sedikit kaca jendela agar udara segar masuk.Livia menoleh, mengangguk pelan. “Hari ini kayak mimpi… kayak dunia itu cuma ada aku, kamu, Finnian, dan Serenity.”“Jangan lupa, Aisha juga sempat muncul seperti film horor,

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 96

    Pagi merekah perlahan, menyusup masuk lewat celah tirai resort yang sedikit terbuka. Sinar matahari menyentuh lembut kulit Livia yang masih terlelap, membentuk pola cahaya hangat di pipinya yang merona. Di luar, ombak menyapa pasir pantai dengan suara tenang, seolah ikut menjaga tidur nyenyaknya.Zayn sudah lebih dulu bangun. Ia duduk bersandar di tepi ranjang, mengenakan jubah handuk yang menggantung santai di tubuhnya. Rambutnya masih sedikit basah, dan secangkir kopi hangat mengepul di tangan. Tatapannya tertuju pada Livia yang masih meringkuk seperti anak kucing dalam selimut, bibirnya sedikit terbuka, sesekali bergumam tak jelas dalam tidur.Senyum kecil mengembang di bibir Zayn. Entah sejak kapan gadis polos ini menjadi pusat gravitasi dalam hidupnya. Yang jelas, pagi itu terasa berbeda. Lebih ringan. Lebih hidup. Lebih... berarti.Perlahan, ia membungkuk dan menyibakkan sedikit anak rambut yang menutupi wajah Livia. “Bangun, sleepyhead,” bisiknya lembut di telinga gadis itu.Li

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 95

    Malam menggulung langit dalam gelap yang pekat, hanya dihiasi bintang-bintang kecil yang bertaburan bagai serpihan kristal. Suara ombak masih terdengar dari kejauhan, namun kini terdengar lebih lembut seolah ikut meredakan badai di dada Livia dan Zayn. Mereka memasuki kamar resort yang hangat. Livia masih menggenggam tangan Zayn, namun langkahnya lambat, seolah masih ragu apakah suasana damai ini akan bertahan lama. Zayn tahu itu. Ia bisa merasakannya lewat sentuhan jari Livia yang gemetar halus, seolah masih menimbang apakah ia benar-benar aman bersandar padanya malam ini. Zayn menutup pintu perlahan, kemudian membimbing Livia duduk di tepi ranjang yang empuk. Lampu kamar redup, menciptakan bayangan lembut di dinding. Angin laut masih menyelinap masuk lewat jendela balkon yang sedikit terbuka, membawa aroma asin yang khas, bercampur dengan harum tubuh Livia yang baru mandi. “Aku mau kamu tidur nyenyak malam ini,” ucap Zayn, duduk di sebelah Livia dan menyentuh pelipis gadis itu

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 94

    Senja di pantai telah berlalu. Langit mulai menggelap, dihiasi semburat jingga terakhir yang tergurat di cakrawala. Suara ombak terdengar lebih dalam, bergulung perlahan seolah bernyanyi pelan menyambut malam. Aroma garam dan pasir masih melekat di udara, menyatu dengan suara kicauan jangkrik yang mulai mengambil alih tugas burung-burung siang. duduk sendirian di balkon kamar resort yang menghadap langsung ke laut. Kakinya dilipat di kursi rotan panjang, dengan handuk yang masih tersampir di bahunya. Angin malam membelai rambutnya yang belum sepenuhnya kering, membuat helaian-helaian lembut itu berterbangan membingkai wajahnya yang murung.Pikirannya melayang entah ke mana. Tadi siang terlalu aneh. Kedatangan Aisha yang tiba-tiba, raut wajah Zayn yang terlihat tajam sesaat setelah itu, dan… pertengkaran kecil dengan Serenity di dapur barusan tentang kenapa Livia masih terus bersikap terlalu "baik" pada orang seperti Aisha.Tapi bukan itu yang paling menghantuinya.Yang membuat hatiny

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 93

    Mentari pagi menyapa dengan sinar keemasan yang hangat, memantul lembut di sela tirai kamar Livia dan Zayn. Angin berembus pelan dari jendela yang sengaja dibuka setengah, membawa aroma laut yang samar-samar mulai terasa sejak malam sebelumnya. Hari ini bukan hari kerja, bukan pula hari kuliah. Hari ini adalah hari yang Livia tunggu-tunggu dengan hati berdebar dan wajah berseri—hari Minggu, hari libur yang telah dijanjikan oleh Zayn sejak pertengkaran terakhir mereka.Liburan kecil ini seperti penawar luka, cara Zayn menebus luka-luka kecil yang mungkin belum sembuh sepenuhnya di hati Livia. Dan gadis itu dengan pakaian pantai yang sudah ia siapkan sejak dua hari lalu, lengkap dengan topi bundar lebar dan sunblock yang dibelinya secara impulsif karena "biar mirip cewek-cewek drama Korea" bangun lebih pagi dari biasanya, penuh semangat dan… berisik, seperti biasa."Zayn! Bangun! Kita bisa kena macet kalau telat!" teriak Livia sambil mengguncang-guncang tubuh pria itu yang masih berseli

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 92

    Cahaya lampu tidur yang temaram membuat bayangan wajah Zayn dan Livia membaur di dalam keheningan kamar. Livia menatap lelaki di hadapannya itu dengan sorot mata yang masih menyimpan luka, namun juga penuh keraguan dan harapan. Sementara Zayn, duduk di tepi ranjang seolah menahan jarak agar tak semakin menyakiti gadis yang telah diam-diam mencuri tempat dalam hidupnya."Aku gak ngerti, Zayn…" suara Livia pecah, pelan, nyaris seperti bisikan, namun penuh tekanan batin. "Kadang kamu manis banget, perhatian kayak yang benar-benar peduli… tapi tiba-tiba kamu bisa berubah jadi orang asing yang dingin banget. Aku gak ngerti harus gimana."Zayn terdiam, tak langsung menjawab. Ia menatap jemarinya sendiri, lalu dengan pelan mengusap wajahnya, seakan mencoba menghapus topeng keras yang biasa ia kenakan.“Aku… bukan orang baik, Liv,” katanya akhirnya. “Duniaku bukan tempat yang layak buat seseorang sepertimu. Bahkan kadang aku sendiri takut… takut kamu suatu hari sadar dan pergi…”Livia mendeng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status