Share

Bab 3

Author: Adelia tpn
last update Last Updated: 2025-03-24 00:51:00

Setelah beberapa jam kepergian Zayn dan Livia. Dalam rumah keluarga Everleigh yang megah, suasana mencekam menggantung di udara. Eleanor Everleigh duduk di ruang tamu dengan wajah penuh tanda tanya, jari-jarinya mengetuk meja dengan gelisah karena tidak melihat putrinya sejak tadi.

Suaminya, Richard Everleigh, yang kini duduk di hadapannya kini terlihat mencoba mengungkapkan sesuatu.

Namun ada sesuatu yang berbeda.

“Richard, kenapa kau terlihat seperti itu?” tanyanya curiga.

Richard tidak langsung menjawab. Pria itu menghela napas berat, seolah sedang mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan sesuatu yang tak sanggup diungkapkan.

“Ada masalah…” suaranya lirih.

Dada Eleanor mulai terasa sesak. “Masalah apa?”

Richard menggigit bibirnya, ragu-ragu. Namun, akhirnya ia berkata dengan suara yang bergetar,

“Livia… dia…”

Eleanor menegang.

"Apa yang terjadi dengan Livia?"

Richard menundukkan kepalanya. “Aku… aku tidak bisa berbuat apa-apa… Aku sudah mencoba segalanya…”

BRAK!

Eleanor menampar meja dengan keras.

“Richard! Bicaralah yang jelas!” suaranya naik, penuh ketakutan. “Apa yang terjadi dengan putri kita?!”

Richard menutup matanya erat. Lalu, dengan suara yang nyaris tak terdengar, ia berbisik,

“Livia… diambil oleh Zayn Vanderbilt.”

Dunia Eleanor seakan berhenti berputar.

Hening.

Hanya suara detak jam yang terdengar di ruangan itu, menciptakan suasana yang semakin menyiksa.

“Apa?” suaranya melemah, hampir tidak terdengar.

Richard mengangguk perlahan, tidak berani menatap istrinya. “Dia… dia adalah jaminan.”

Eleanor mundur selangkah, tubuhnya lemas. “Kau bercanda, kan?” suaranya mulai bergetar. “Tidak… tidak mungkin…”

Namun, ekspresi Richard yang penuh kesedihan memberitahunya bahwa ini bukanlah lelucon.

Air mata mulai menggenang di mata Eleanor. Ia mencengkeram dadanya, sulit bernapas.

“Tidak… ini tidak mungkin… Livia…”

Richard berjalan mendekat, mencoba meraih tangannya, tapi Eleanor menepisnya kasar.

“Bagaimana kau bisa membiarkan ini terjadi?!” jeritnya histeris. “Livia adalah anak kita! Bagaimana bisa kau menyerahkannya begitu saja kepada pria itu?!”

Richard menutup wajahnya dengan kedua tangan.

“Aku tidak punya pilihan, Eleanor…” suaranya serak. “Jika aku tidak menyerahkan Livia, Zayn akan membunuhku… membunuh kita semua.”

Eleanor jatuh terduduk di sofa, air matanya mengalir deras.

Gadis kecilnya…

Putri satu-satunya yang selalu ia lindungi…

Sekarang berada di tangan seorang pria kejam.

Tidak.

Tidak boleh seperti ini.

Ia tidak akan membiarkan Livia sendirian di sana.

Eleanor menghapus air matanya, lalu menatap Richard dengan sorot mata tajam penuh tekad.

“Kita harus mengambilnya kembali.”

Richard terdiam.

“Eleanor…”

“Kita harus mengambilnya kembali!” ulangnya, suaranya semakin keras. “Aku tidak peduli bagaimana caranya, aku tidak peduli apa yang harus kulakukan aku tidak akan membiarkan anakku berada di tangan pria itu!”

Tapi Richard hanya menatapnya dengan putus asa.

“Kita tidak bisa.”

“APA?!”

“Kita tidak bisa melawan Zayn, Eleanor,” suaranya penuh kepasrahan. “Dia bisa menghancurkan kita dalam sekejap. Jika kita melawan… maka kita hanya akan mati sia-sia.”

Eleanor menggeleng, matanya semakin merah karena marah.

“Jadi, kau ingin kita hanya duduk diam?! Kau ingin kita membiarkan Livia menderita di tangan pria itu?!”

Richard menutup matanya rapat.

Sebenarnya, itulah yang paling ia takutkan.

Zayn Vanderbilt bukanlah pria biasa.

Pria itu kejam, tidak punya belas kasihan.

Dan sekarang, Livia…

Livia yang polos, ceroboh, dan manja itu…

Ada di bawah kekuasaan pria yang bahkan tidak akan ragu untuk membunuh seseorang yang menghalangi jalannya.

Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Tidak sekarang.

Satu kesalahan kecil saja…

Dan Livia bisa benar-benar mati.

********

Mobil hitam berlapis baja itu melaju kencang di jalanan malam, membelah kota yang kini hanya tampak seperti bayangan buram di balik jendela.

Di dalamnya, Livia duduk di kursi belakang, terdiam.

Setelah drama yang terjadi beberapa menit lalu, pikirannya masih berputar dalam kekacauan. Ia bahkan belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan—bahwa ia baru saja dijual oleh ayahnya sendiri.

Oleh orang yang seharusnya melindunginya.

Dadanya terasa sesak, tapi bukan hanya karena itu.

Melainkan juga karena…

“…Kenapa kau terlihat seperti seseorang yang baru saja kehilangan seluruh harta bendanya?” suara bariton dingin itu tiba-tiba terdengar.

Livia menoleh.

Zayn duduk di sampingnya, wajahnya setengah diterangi cahaya dari lampu jalan. Ia duduk dengan santai, salah satu tangan bertumpu pada dagu, sementara mata hitamnya menatap lurus ke depan.

Tatapan itu… tidak bisa ditebak.

“Aku memang kehilangan sesuatu,” gumam Livia pelan.

Zayn meliriknya sekilas. “apa?”

Livia mengembungkan pipinya kesal. “Aku kehilangan permennya.”

Hening.

Sopir di depan nyaris terbatuk menahan tawa, sementara Zayn hanya menatapnya dengan ekspresi datar.

“Kau serius?” tanyanya, nada suaranya terdengar seolah ia sedang berbicara dengan anak kecil.

Livia mengangguk mantap. “Itu penting.”

Zayn mendengus pelan. Ia menegakkan tubuhnya, lalu menatap Livia lebih dekat, seolah sedang menilai apakah gadis ini waras atau tidak.

“Kau baru saja dijual oleh ayahmu sendiri,” katanya datar. “Dan hal yang paling kau pikirkan adalah permen?”

Livia mengerjap. “Ya, kenapa?”

Zayn mengusap wajahnya dengan frustrasi.

“Tuhan, aku harus menghadapi makhluk macam apa ini…”

Livia hanya menatapnya dengan polos.

Di satu sisi, ia tahu betapa serius situasi ini. Tapi di sisi lain… semua ini masih terasa seperti mimpi buruk yang terlalu dramatis.

Lalu, tiba-tiba, ia teringat sesuatu.

Matanya melebar.

“Oh tidak!” serunya panik.

Zayn memicingkan mata. “Apa lagi?”

Livia menoleh ke jendela, menggigit bibirnya. “Aku lupa bilang selamat malam ke Mama…”

Sopir nyaris menginjak rem mendengar pernyataan itu.

Zayn menutup matanya sejenak, seakan mencoba mengumpulkan kesabaran yang mulai menipis. “Kau tahu, kau seharusnya lebih khawatir tentang hidupmu sendiri.”

Livia mendesah pelan. Ia tahu itu. Tapi tetap saja…

Bagaimana jika Mamanya bangun tengah malam dan menyadari bahwa ia tidak ada di rumah?

Bagaimana jika—

BRAK!

Mobil tiba-tiba berhenti mendadak.

Livia hampir terjatuh dari kursinya, sementara Zayn hanya menegang dengan ekspresi tidak senang.

“Apa yang terjadi?” tanyanya tajam.

Sopir itu menoleh ke belakang dengan wajah sedikit panik. “Tuan, ada seorang wanita yang menghalangi jalan…”

Zayn mengerutkan alis.

Dan sebelum ia sempat menebak siapa, suara jeritan melengking sudah terdengar dari luar.

“LIVIAAA!!!”

Livia tersentak.

Itu suara—

“MAMA!”

Tanpa pikir panjang, ia berusaha membuka pintu, tapi Zayn lebih cepat.

Pria itu meraih pergelangan tangannya, mencengkeramnya erat. “Duduk.”

Livia menatapnya marah. “Lepaskan aku! Aku harus menemui Mama!”

Tapi Zayn tidak peduli. Ia menoleh ke arah jendela, menatap wanita yang kini berdiri di depan mobil mereka.

Wajah wanita itu pucat, rambutnya acak-acakan, dan matanya merah karena menangis.

Eleanor.

Sosok yang selama ini selalu melindungi Livia… kini terlihat seperti seseorang yang baru saja kehilangan dunianya.

“LIVIA!!” ibunya berlari ke sisi mobil, memukul-mukul kaca dengan tangannya. “Buka pintunya! Tolong jangan bawa anakku!!”

Livia mulai menangis.

“Mama!” ia berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Zayn, tapi pria itu tidak melepaskannya.

Zayn hanya menatap pemandangan itu dengan ekspresi dingin. Ia tidak tergerak sedikit pun oleh tangisan itu.

Sopir menoleh ke arahnya, menunggu perintah.

“Tuan…?”

Zayn mendesah pelan.

Lalu, tanpa banyak bicara, ia membuka pintu mobil dan keluar.

Eleanor langsung menoleh dengan tatapan marah.

“Kau!!” suaranya bergetar karena emosi. “Lepaskan putriku!”

Zayn hanya menatapnya tanpa ekspresi.

“Dia sudah menjadi milikku.”

Wajah ibu Livia semakin pucat.

“Kau… kau tidak bisa melakukan ini!” ia berusaha meraih tangan Zayn, tapi pria itu menghindar dengan mudah. “Dia anakku! Dia bukan barang!”

Zayn menatapnya dalam diam, lalu berkata dengan suara pelan namun tajam,

“Tapi suamimu memperlakukannya seperti itu.”

Eleanor terdiam.

“Kau pikir aku ingin mengambilnya?” Zayn melanjutkan, suaranya penuh sindiran. “Tidak. Jika aku bisa mendapatkan uangku kembali dengan cara lain, aku tidak akan menyentuh putrimu.”

Ia menatap Eleanor dari atas ke bawah.

“Tapi suamimu tidak memberiku pilihan.”

Air mata Eleanor semakin deras. Ia menoleh ke arah Livia yang masih menangis di dalam mobil, lalu kembali menatap Zayn dengan penuh permohonan.

“Jangan bawa dia… Aku mohon…”

Zayn menghela napas bosan.

“Aku tidak punya waktu untuk ini.”

Lalu, tanpa peringatan, ia menoleh ke sopir dan memberi perintah dingin,

“Jalan.”

“Tidak!!”

Eleanor berusaha menghalangi, tapi dua pria berbadan besar yang sejak tadi berdiri di sekitar mereka langsung menahannya.

Livia menjerit histeris.

“MAMA!!!”

Namun, mobil sudah kembali melaju.

Sosok ibunya semakin menjauh, tangisannya semakin samar, hingga akhirnya menghilang sepenuhnya dalam gelapnya malam.

Livia jatuh terduduk di kursinya, air matanya membanjiri wajahnya.

Ia tidak pernah merasa sehancur ini.

Sementara itu, Zayn hanya duduk di sampingnya, menatap lurus ke depan dengan ekspresi kosong.

Bagi pria itu, ini hanya bisnis.

Tapi bagi Livia…

Ini adalah akhir dari hidupnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 4

    Mobil mewah itu berhenti di depan mansion megah yang menjulang tinggi, terpencil dari dunia luar. Gerbang hitam raksasa perlahan terbuka, seolah menyambut kedatangan mereka dengan kesan dingin dan angkuh. Di dalamnya, taman yang luas membentang, dihiasi dengan lampu-lampu taman berkilauan yang seharusnya terlihat indah, tetapi di mata Livia, tempat ini lebih menyerupai istana iblis yang mengerikan. Dia masih mengenakan gaun tidurnya, kaki telanjangnya menyentuh permukaan lantai mobil yang dingin. Air mata masih mengalir di pipinya, sesekali ia mengusapnya dengan lengan baju yang sudah basah karena tangisan yang tak kunjung berhenti sejak mereka meninggalkan rumah. “Aku ingin pulang…” suaranya lirih, hampir tak terdengar. Tidak ada jawaban. Pria di sebelahnya, Zayn Vanderbilt, tetap diam. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan simpati, apalagi rasa kasihan. Livia menggigit bibirnya, berusaha menahan isakan yang semakin memenuhi dadanya. “Tolong…” suara itu kembali keluar, lebih

    Last Updated : 2025-03-24
  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 5

    Livia menyesap coklat panasnya dengan penuh kebahagiaan, seolah dunia di sekitarnya tidak lagi penting. Aroma manis yang menguar dari cangkir di tangannya langsung membawa kehangatan ke dalam tubuhnya yang lelah.Ia menatap Zayn yang masih berdiri dengan ekspresi datar di seberang meja dapur. Pria itu tampak tidak terganggu dengan keberadaannya, meskipun sebenarnya dialah penyebab utama Livia ada di tempat ini sekarang.Merasa cukup puas, Livia menghela napas panjang dan berbalik, siap kembali ke kamar dan mencoba tidur.Namun…"GROOOOK!"Livia membeku.Zayn juga ikut membeku.Suasana yang semula tenang berubah hening total.Livia menunduk perlahan dan menatap perutnya sendiri yang baru saja mengeluarkan suara memalukan itu.Tidak… tidak mungkin!Muka Livia langsung memerah. Ia menggigit bibirnya, berharap bumi bisa membelah diri dan menelannya sekarang juga.Zayn, yang menyaksikan semuanya, menatapnya tanpa ekspresi. Namun, sudut bibir pria itu tampak sedikit terangkat."Perutmu baru

    Last Updated : 2025-03-24
  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 6

    Setelah selesai mandi, Livia berjalan ke ruang makan dengan langkah ringan. Rambutnya yang masih sedikit basah menjuntai di punggung, dan wajahnya terlihat lebih segar setelah air hangat membasuh kantuknya.Begitu sampai di ruang makan, matanya langsung berbinar melihat meja yang penuh dengan makanan. Ada roti panggang, telur, bacon, sosis, jus jeruk, dan berbagai menu sarapan mewah lainnya.Dan tentu saja, di ujung meja duduk seorang pria dengan ekspresi dingin dan tajam Zayn Vanderbilt.Livia mendengus dalam hati.Kenapa pria ini selalu terlihat seperti ingin membunuh seseorang?Tapi ah, itu bukan urusannya.Yang lebih penting sekarang adalah makan!Dengan semangat, Livia duduk di kursi di seberang Zayn dan mengambil piringnya sendiri. Matanya berbinar melihat makanan yang tampak lezat di depannya.Tapi saat ia hendak meraih sendok, tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang aneh.Atau lebih tepatnya… tidak menangkap sesuatu.Livia mengerutkan kening dan mulai mencari-cari ke sekelili

    Last Updated : 2025-03-24
  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 7

    Livia menempelkan ponsel Zayn ke telinganya dengan penuh semangat, jari kakinya berjinjit-jinjit tak sabar menunggu suara Eleanor di ujung sana.Tuuut… Tuuut…Tak lama kemudian, suara seorang wanita terdengar."Halo?""MAMA!" Livia langsung berteriak seperti anak hilang yang baru ketemu orang tuanya. "INI LIVIA! AKU BAIK-BAIK SAJA! JANGAN KHAWATIR!"Di seberang sana, Eleanor jelas hampir kena serangan jantung."Livia?! Sayang, kamu di mana?! Kamu kenapa pakai nomor orang lain?!"Livia menoleh ke Zayn dengan ekspresi dramatis. "Mama bertanya kenapa aku pakai nomor orang lain," bisiknya pelan, seolah sedang membisikkan rahasia negara.Zayn menatapnya malas. "Bilang saja ponselmu aku sita."Livia menempelkan ponsel lagi. "Mama, HP Livi disita!"Zayn nyaris tersedak napasnya sendiri."APA?! SIAPA YANG BERANI MENYITA PONSEL ANAKKU?! BIAR MAMA GUGAT!"Livia menoleh lagi ke Zayn. "Mama nanya siapa yang berani nyita HP-ku," katanya dengan wajah super polos.Zayn memijit pelipisnya. "Sialan, b

    Last Updated : 2025-03-24
  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 8

    Zayn menghela napas panjang saat duduk di dalam mobilnya. Ia pikir setelah meninggalkan rumah, ia bisa mendapatkan kedamaian sementara. Tapi ternyata tidak. Karena bahkan saat mobilnya melaju di jalanan kota, suara gadis polos itu masih terngiang di kepalanya. "Zayn! Aku mau HP-ku balik!" "Aku harus kirim emoji peluk!" "Kenapa kau tidak punya nomor Mamaku?!" Zayn memijat pelipisnya dengan frustrasi. Baru satu hari bersama Livia, dan ia sudah ingin menyerah. Ketika akhirnya sampai di gedung kantornya, para karyawan yang melihatnya langsung merasakan hawa dingin. Tuan Vanderbilt tampak lebih mengerikan dari biasanya. Tanpa sepatah kata pun, Zayn berjalan menuju ruangannya dengan langkah panjang. Namun, baru saja ia duduk dan membuka laptop, ponselnya bergetar. Melihat nama yang muncul di layar, Zayn langsung menegang. Eleanor Everleigh. Ibunya Livia. Astaga. Dengan sedikit enggan, Zayn mengangkat panggilan itu. "Ya?" Dan detik berikutnya.... "ZAYN VANDERBILT! DI MANA

    Last Updated : 2025-03-24
  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 9

    Langit malam tampak kelam, tanpa bintang yang berani menampakkan diri. Di sebuah gudang tua di pinggiran kota, suasana begitu mencekam. Bau besi dari darah yang mengering memenuhi udara. Sebuah kursi di tengah ruangan menjadi saksi bisu dari permainan kematian yang akan segera dimulai. Seseorang duduk di sana terikat, tubuhnya penuh luka, wajahnya lebam hingga sulit dikenali. Vincent Morelli. Pria yang cukup gila untuk menantang seorang Zayn Vanderbilt. Vincent pernah berpikir bahwa dia bisa menjatuhkan Zayn, mengambil bisnisnya, dan menguasai yang menjadi milik Zayn tapi sekarang? Dia hanya seseorang yang menunggu ajalnya datang. Pintu gudang terbuka. Zayn masuk. Dibalut setelan hitam sempurna, wajahnya tanpa ekspresi, matanya kosong seperti iblis tanpa hati. Di belakangnya, dua pria bertubuh besar mengikutinya, salah satunya membawa pisau kecil, yang lainnya membawa pistol. Vincent mendongak dengan sisa tenaga yang ia miliki, menatap Zayn dengan kebencian. "Bajingan..." sua

    Last Updated : 2025-03-24
  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 10

    Zayn menatap Livia yang masih duduk di lantai dengan wajah penuh harapan, matanya yang berbinar seperti anak kecil yang baru saja dijanjikan permen. Dia benar-benar tidak habis pikir. Dari semua masalah yang bisa terjadi dalam hidupnya, kini dia harus menangani seorang gadis dewasa yang menangis hanya karena boneka kelinci bernama Caca.Ponsel masih melekat di telinganya saat ia menghela napas panjang. "Ambil boneka kelinci di rumah keluarga Everleigh. Jangan ada yang melihatmu," ucapnya kepada orang di seberang telepon.Livia langsung bertepuk tangan girang. "Yay! Caca akan kembali!" Zayn menutup teleponnya lalu menatap Livia dengan tatapan datar. "Tapi semalam kau tidur baik-baik saja tanpa Caca sialanmu itu."Seharusnya itu pernyataan biasa. Seharusnya Livia hanya akan mengangguk atau mengucapkan terima kasih. Tapi tidak.Sebaliknya, Livia malah terdiam sesaat, sebelum wajahnya berubah merah padam seperti kepiting rebus. "A-Aku tidak tidur!" Livia buru-buru bangkit dari lantai,

    Last Updated : 2025-03-25
  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 11

    Zayn Vanderbilt selalu menganggap dirinya pria yang memiliki kendali penuh atas segala hal. Bisnisnya berjalan lancar, musuh-musuhnya berakhir di bawah kakinya, dan hidupnya terorganisir tanpa cela.Tapi sejak kedatangan Livia Everleigh, semua prinsip itu seolah ditampar lalu dilempar keluar jendela.Seperti pagi ini.Alih-alih menikmati ketenangan sebelum bekerja, dia justru harus berhadapan dengan suara berisik yang menggema di seluruh rumah.BRAK!Zayn yang sedang mengenakan jasnya berhenti sejenak. Alisnya bertaut. Suara itu datang dari lantai bawah.BRAK!Lagi. Dan kali ini diikuti oleh suara seorang gadis yang memekik panik."Oh, tidak! Tidak! Kenapa bisa begini?!"Zayn menutup matanya sesaat, menarik napas panjang sebelum akhirnya berjalan keluar kamar dengan langkah penuh ketidaksabaran. Begitu mencapai ruang tengah, matanya langsung menangkap pemandangan yang hampir membuatnya kehilangan kesabaran.Livia.Gadis itu berdiri di tengah ruangan dengan ekspresi bersalah.Dan di se

    Last Updated : 2025-03-25

Latest chapter

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 60

    Di sudut kota tua Milan yang penuh arsitektur klasik, cahaya lampu malam menyinari bangunan kuno yang kini telah disulap menjadi sebuah aula pelelangan mewah. Di sinilah, di antara tamu-tamu berdasi dan gaun gemerlap, dunia bawah tanah bertemu dengan kemewahan permukaan.Zayn Vanderbilt berdiri tegak di antara kerumunan elite. Mengenakan setelan hitam Armani yang membentuk tubuh tegapnya dengan sempurna, tatapannya tajam menelusuri suasana. Di sampingnya, Axel berdiri dengan kedua tangan disilangkan di depan dada, waspada terhadap segala gerak-gerik mencurigakan.“Target kita adalah peti nomor 17,” bisik Axel, suaranya nyaris tak terdengar. “Isinya senjata prototipe yang hanya muncul sekali di pasar gelap dalam dua dekade.”Zayn mengangguk tanpa memalingkan wajah. Ia menyapu ruangan dengan matanya—dan saat itulah, langkah seorang wanita menarik perhatian banyak mata.Wanita itu melangkah anggun, dengan gaun merah menyala membelah ruangan yang dipenuhi dominasi hitam dan emas. Rambut p

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 59

    Pintu gerbang rumah Vanderbilt terbuka perlahan, menampakkan halaman luas dan bangunan megah bercat putih bersih. Mobil merah mewah itu melaju pelan, seperti pangeran yang baru pulang dari medan perang—tapi isinya justru dua wanita cerewet dan satu bocah super heboh.Begitu mobil berhenti, Finnian langsung membuka pintu belakang.“Yesss! Aku duluan yang sampe!” serunya sambil berlari ke dalam rumah seperti sedang lomba lari estafet.“FINNIAN! Sepatunya lepas! Eh—YA AMPUN, dia bawa boneka kucingnya masuk juga!” Serenity turun dengan rambut sedikit berantakan karena tertiup AC mobil, lalu menoleh ke Livia yang masih tertawa di dalam mobil.“Welcome to my chaotic life, sayang,” ujarnya dramatis.Livia menutup pintu dan berjalan beriringan dengan Serenity.Begitu masuk, suasana rumah yang biasanya hening karena aura misterius Zayn, kini berubah. Suara tawa Finnian menggema, disusul dengan suara Serenity yang berteriak, “Jangan lompat di sofa, Nak! Itu harganya bisa bayar SPP kuliah kamu s

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 58

    Sore itu, mentari mulai condong ke barat, membentuk bayangan panjang di sepanjang terminal penjemputan. Livia berdiri dengan ransel mungilnya, topi bulat berwarna pastel menutupi sebagian rambutnya yang terurai manis. Dia memandangi layar ponselnya yang, entah sudah berapa kali, dicek untuk melihat apakah ada kabar dari Zayn."Nggak ada juga… dia bener-bener lupa, ya?" gumam Livia sambil mengerucutkan bibir. Meski wajahnya tampak cemberut, ada seulas manis yang tetap membuat siapa pun yang melihatnya ingin menyubit pipinya. Ia berdiri kikuk, sendiri, seperti anak ayam kehilangan induk.Namun tiba-tiba—"BRAAAAK!" suara pintu mobil mewah yang terbuka dari arah jalan mengagetkannya. Mobil berwarna merah menyala, dengan velg hitam elegan dan jendela kaca gelap yang baru saja menepi, benar-benar menarik perhatian banyak pasang mata.Livia melongo. Matanya melebar.“Eh? Itu… Lamborghini?” gumamnya, ragu. Tapi sebelum sempat dia memastikan, jendela di bagian penumpang depan turun perlahan.

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 57

    Setelah keluar dari kantin dengan perut kenyang dan hati riang, Livia berjalan sambil bersenandung kecil menuju taman kampus. Di sebelahnya, Aisha melangkah santai dengan tangan dimasukkan ke dalam saku jaket. Angin siang yang sejuk menyapu rambut mereka, sementara cahaya matahari menerobos sela dedaunan, menciptakan bayangan teduh di sepanjang jalur setapak.“Dosen nggak masuk, tumben banget ya,” ucap Livia riang, tangannya mengayun ke depan dan ke belakang seperti anak kecil.Aisha hanya mengangguk malas. “Mungkin beliau sakit kepala lihat tugas-tugasmu,” gumamnya pelan.Livia melotot pelan, tapi hanya beberapa detik sebelum ia tertawa. “Kau jahat, tahu nggak?”Ketika mereka tiba di taman, Livia langsung mengenali sosok yang sedang duduk di bangku panjang, tak jauh dari kolam. Mahasiswa itu tengah membuka novel dengan tatapan serius, namun senyumnya langsung muncul ketika melihat Livia datang.“Reyhan!” seru Livia sembari melambai, seperti anak TK yang baru melihat teman TK-nya juga

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 56

    Langit siang di atas gedung Vanderbilt Corporation tampak mendung, seakan meramalkan badai yang tak hanya akan melanda kota, tetapi juga dunia bisnis kelam yang selama ini Zayn sembunyikan rapat-rapat di balik jas dan dasi mahalnya.Zayn Vanderbilt tengah duduk di ruang kerjanya yang luas dan minimalis. Layar laptop di depannya menampilkan laporan proyek dari salah satu anak perusahaan di luar negeri, namun pikirannya jelas tidak sepenuhnya tertambat pada angka-angka itu. Sejak pagi, rasa gelisah samar mengganggu fokusnya. Perasaan yang tak bisa ia jelaskan, tetapi cukup kuat untuk membuat alisnya terus berkerut.Tiba-tiba, pintu ruangannya terbuka tanpa ketukan. Zayn tak perlu menoleh untuk mengetahui siapa pelakunya. Hanya ada satu orang yang cukup berani dan cukup penting untuk melanggar etika formal seperti itu.Axel Reinhardt. Tangan kanan sekaligus sahabat lamanya, yang lebih banyak menghabiskan waktu di dunia bawah tanah dibanding ruang rapat."Sudah kuduga kau belum meninggalk

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 55

    Finnian duduk di kursi dengan kaki yang belum menyentuh lantai, sibuk memindahkan telur ke atas pancake dan menyebutnya "roket makanan ke bulan."Livia duduk di sebelahnya, tertawa kecil sambil membantu Finnian mengoleskan madu. Ia terlihat lebih segar pagi ini. Luka di lengannya sudah mulai mengering, dan semangatnya mulai kembali setelah beberapa hari rehat dari kampus.Serenity duduk di seberang Zayn sambil menyeruput kopi, lalu membuka suara, “Jadi, hari ini aku mau nganter Finnian ke sekolah Montessori yang kamu rekomendasikan itu. Semoga anak ini bisa duduk tenang lebih dari dua menit.”Finnian langsung protes, “Aku bisa duduk! Tapi kalau kursinya empuk!”Semua tertawa.Zayn yang sejak tadi diam, akhirnya bicara, “Aku sudah kirim berkasnya ke kepala sekolah. Mereka akan bantu proses pendaftaran hari ini.”Serenity mengangkat dua jempol. “Good. Aku nggak tahu mesti mulai dari mana. Banyak sekolah lihat aku sebelah mata. Ya, you know… single mom dengan sejarah drama.”Livia yang d

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 54

    Zayn memasuki rumahnya dengan langkah tegap dan ekspresi kaku yang sudah menjadi ciri khasnya. Setelah seharian dikejar rapat dan laporan dari jaringan bawah tanah yang mencurigakan, ia hanya ingin memeriksa kondisi Livia, memastikan luka gadis itu tidak kambuh dan pikirannya tetap aman.Namun baru saja membuka pintu utama, alisnya langsung bertaut saat mendengar…“TEMBAK DINO KUNINGNYA, FINN! TEMBAKKK!!”Suara Livia.“BUNYI SIRINEEE!! DINONYA LEMES!! AAAAKK!”Dan... suara kakaknya?Zayn mendecak pelan dan mempercepat langkahnya. Sampai akhirnya ia berhenti di ambang ruang keluarga.Pemandangan yang ia lihat sukses membuatnya nyaris kehilangan kata.Di tengah ruangan mewah bergaya modern itu, Livia duduk bersila di lantai, memakai bando kelinci, sambil memegang joystick mainan game dinosaurus yang diproyeksikan ke layar besar. Di sebelahnya, Finnian berdiri di atas meja kopi, berteriak heboh sambil menggenggam boneka t-rex yang matanya menyala.Dan di ujung sofa, Serenity—kakaknya yan

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 53

    Pagi hari itu, matahari bersinar malu-malu dari balik tirai kamar yang setengah terbuka. Udara masih segar, sedikit dingin, dan aroma harum dari diffuser lavender masih melayang di udara. Namun, alih-alih disambut dengan ceria seperti biasa, pagi ini Livia terbangun dengan nyut-nyutan di pergelangan tangannya yang masih dibebat perban.“Ugh… kenapa rasanya kayak habis tinju sama Iron Man…” gumamnya pelan, memeluk guling dengan ekspresi meringis.Sebenarnya, lukanya tidak terlalu parah—cuma sedikit memar dan tergores karena kecelakaan kecil di lab praktek kemarin. Tapi tentu saja, bagi seorang Zayn Vanderbilt, itu sudah sama saja seperti Livia baru saja selamat dari kecelakaan pesawat.Belum sempat Livia bangkit dari tempat tidur, pintu kamarnya terbuka pelan. Zayn masuk, membawa nampan sarapan dengan ekspresi datar—yang artinya dia sedang menahan marah dalam kadar medium. Seperti biasa, gaya CEO-nya tetap terpancar dari rambut sampai ujung kaki, padahal cuma pakai kaus lengan panjang

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 52

    Keesokan HarinyaLivia kembali menjalani rutinitasnya di kampus. Kali ini dengan dua pengawal tambahan yang dikirim oleh Zayn. Meski awalnya sempat protes, akhirnya ia menyerah karena takut Zayn benar-benar memasang CCTV di tiap sudut kampus.Di kampus, Aisha kembali muncul. Luka di bahunya tertutup perban, dan senyumnya sedikit dipaksakan.“Akudenger cowok kamu ngamuk ya kemarin?” tanya Aisha ketus saat menyusul Livia ke taman belakang kampus tempat mereka biasa duduk saat istirahat.Livia menggigit roti sandwich-nya perlahan, cengengesan. “Hehe... iya, agak serem sih... tapi dia baik kok. Kamu nggak apa-apa kan? Bahumu gimana?”Aisha menyipitkan mata.“Lucu ya kamu... masih bisa nanyain aku padahal udah jelas-jelas aku bikin kamu luka waktu praktik.”Livia langsung menegakkan duduknya. “Itu nggak sengaja kan? Aku tahu kok. Nggak usah merasa bersalah... aku juga sering jatuh sendiri, saking cerobohnya.”Aisha hanya mendecih kecil, kemudian menghela napas.“Kadang aku bingung deh... k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status