Livia masih berdiri di ambang pintu, terpaku menatap pria asing yang kini berdiri di hadapannya. Pria itu tinggi, lebih tinggi dari ayahnya, dengan bahu lebar dan aura dingin yang mengintimidasi. Matanya sehitam malam, menusuk ke dalam jiwanya seolah mencoba menelanjangi setiap sisi dirinya. Rahangnya tegas, dan wajahnya tanpa ekspresi, kecuali bibir tipis yang sedikit tertarik ke samping bukan senyuman, lebih seperti ejekan. Livia tidak mengenalnya. Tapi firasatnya mengatakan, pria ini bukan orang baik. “Siapa—” “Apa dia?” suara bariton pria itu memotong kata-kata Livia, mengabaikan keberadaannya seakan ia tak lebih dari sekadar barang. Richard menegang. Tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. “Zayn,” katanya dengan suara pelan, nyaris seperti bisikan penuh beban. Livia mengernyit. Zayn? Nama itu terdengar familiar, seakan ia pernah mendengarnya di suatu tempat. Zayn melangkah masuk tanpa izin, gerakannya santai namun penuh otoritas, seolah rum
Last Updated : 2025-03-24 Read more