“Apa maksudmu?” bentak Shayu pada pria yang masih saja berada di hadapannya itu, ia merasa pria itu sedang ingin menggodanya, pria setampan dan semapan itu menggoda seorang gadis biasa seperti Shayu, gadis itu merasa ada yang tidak beres pada Biru. Biru mulai mendekat, dan semakin dekat lalu berbisik di telinga Shayu.
“Aku tau kau sangat penasaran terhadapku bukan?” tanya Albiru, hembusan nafas itu lagi-lagi menggelitik manja di area leher Shayu. Seakan ia sengaja melakukannya untuk membangunkan hasrat Mashayu.
“Albiru, siapa sebenarnya dirimu? Dan kenapa kau terus saja menggangguku?” Shayu tak tau lagi harus menggunakan bahasa apa, agar pria itu mau menjelaskan maksud dan tujuannya.
“Mashayu, aku tertarik padamu. Menikahlah denganku, dan kau tak perlu lagi bekerja keras untuk melunasi hutangmu,” kata Biru tepat pada wajah Shayu. Sejenak gadis itu berfikir bagaimana mungkin pria itu tahu tentang hutangnya. Mungkinkah ia benar-benar telah mengenal Shayu dan keluarganya sebelumnya.
“Kau tau tentang hutangku?” tanya gadis itu ragu.
“Tentu saja, ibumu yang memiliki hutang, bukan?”
“Iya benar. Dari mana kau tau?”
“Bukankah bunganya semakin mencekik leher kalian?” Biru tersenyum sinis saat mengatakan hal itu, bahkan ia pun tau tentang suku bunga hutang yang Shayu miliki, yaitu bunga yang kian menyiksanya dan ibunya.
“Dari mana kau tau Biru? Jawab aku!” Shayu pun membentaknya.
“Karena akulah orangnya Shayu, akulah orangnya!” ucap Biru, kali ini sorot matanya begitu dingin. Seakan menyimpan kebencian untuk Shayu.
“Apa maksudmu Biru? Bicaralah dengan jelas!” Albiru membetulkan kaca mata hitamnya,
“Shayu, menikahlah denganku dan semua hutangmu akan kuanggap lunas!” akhirnya ucapan itulah yang menyadarkan Shayu tentang siapa dirinya yang sebenarnya.
“Jadi, kau adalah rentenir itu?” ucap Shayu dengan mulut menganga. Pria sekaya Albiru ternyata adalah seorang rentenir, tetapi untuk apa? Dan kenapa? Bukankah kekayaan yang ia milikki sudah lebih dari cukup, ucap Shayu dalam hati.
Dia hanya tersenyum saat mendapati gadisnya itu terkejut.
“Bagaimana Shayu? Jadi kapan kita akan menikah?”
“Jangan kurang ajar Biru! Aku tidak akan menikah denganmu, kupastikan hutangku akan segera lunas!”
“Kau terlalu percaya diri sayang, tetapi tak apa, aku menyukai pekerja keras sepertimu!” ucap Biru kembali dengan membelai wajah Shayu. Bagaikan serangan aliran listrik. Seluruh tubuh gadis itu terasa lumpuh saat belaian tangan Biru mengelusnya dengan lembut. Shayu ingin mengutuk dirinya sendiri atas semua itu.
Hari semakin siang, setelah kepergian lintah darat itu. Shayu pun kembali melanjutkan kegiatannya, ia merasa wajah pria itu begitu tercetak jelas di otaknya, ia menyayangkan sekali mengapa wajah setampan itu harus memiliki sifat yang tak baik.
Dia mesum, dia rentenir dan dia ingin menikahiku sebagai penembus hutang keluargaku, benar-benar jahat. Bahkan bunga pinjaman yang ia berikan selalu saja naik dan naik, membuatku kelabakan untuk membayarnya.
Tetapi, aku tak akan menyerah, setelah wisuda aku akan kembali bekerja, masih tersisa satu tahun lagi sebelum jatuh tempo pelunasan, dan aku akan terselamatkan dari pria mesum seperti dirinya, Shayu sibuk bermonolog sambil melanjutkan pekerjaannya.
Keesokan harinya Shayu memulai pekerjaannya seperti biasanya, selesai bekerja ia pulang seperti biasanya, namun saat perjalanan kembali ke rumah, tiba-tiba saja sebuah mobil menghadang motornya, dan dia pun berhenti.
“Turun!” teriak sesorang berpakaian bodyguard. Shayu panic, sementara suasana sangat sepi, ia tak mungkin mendapat bantuan untuk kabur.
“Turun Nona!”
“Tidak! Siapa kalian?” ucap Shayu, tetap berada di atas motor.
“Nona jangan memaksa kami untuk berbuat kasar!”
“Katakan dulu, siapa kalian?” ucap Shayu, masih saja ingin mereka mengaku padahal kondisi gadis itu tengah berada dalam situasi yang tak aman.
“Tidak, Nona akan tau setelah ikut kami,” ungkap pria itu. Dan kemudian dia dan bodyguard yang lain menarik tubuh Shayu dengan paksa, lalu membawanya ke dalam mobil.
“Kalian sangat kurang ajar! Siapa kalian sebenarnya ha?”
“Nona, akan tau jawabannya segera!”
“Kau!” Shayu memukuli bodyguard itu, ia sangat ketakutan sekarang dan tak tau kemana mereka akan membawanya setelah ini.
“Nona, tenanglah jangan membuat kami dimarahi bos besar jika terjadi sesuatu pada anda!” bodyguard berkacamata itu masih saja memegangi tangan halus Mashayu. Dia menangkap satu hal, jadi mereka diperintahkan oleh seseorang, padahal Shayu merasa tak punya musuh sama sekali selama ini.
“Katakan, siapa bos kalian ha?”
“Nona akan tau setelah ini!” ucap Shayu, memberontak dan terus berusaha melepaskan diri dari mereka saat mobil itu tiba di sebuah mansions mewah.
“Lepaskan aku! Aku tidak mau ikut kalian! Aku mau pulang!” rasanya Shayu sangat takut, tetapi ia tak mampu melawan.
Mereka membawanya masuk ke dalam mansion mewah itu, dengan disambut oleh beberapa pelayan yang berseragam khusus.
“Bawa nona ini menemui tuan,” ucap bodyguard tadi kepada salah satu pelayan, Shayu pun dengan sigap menggunakan kesempatan itu untuk berlari namun beberapa bodyguard berhasil menangkapnya lagi.
Kini ia kembali di tahan, dan tiba-tiba seseorang membungkam mulutnya secara tiba-tiba dengan sebuah kain beraroma obat.
“Kau ini, sangat liar Shayu, tepaksa aku akan menengkanmu lebih dulu!” sama-samar terdengar seseorang mengatakan hal itu kepada Shayu yang mulai lemas, sebelum akhirnya pengelihatan gadis itu buram dan ia terpejam.
"Dan kalian! jika sampai lengah dalam menjaganya, kupastikan kepala kalian tidak akan berada pada tempatnya lagi!" ucap Biru pada para pengawalnya.
"Baik tuan," ucap para pengawal patuh.
Biru mengangkat tubuh lunglai itu dengan lengan kokohnya, bak seorang pengantin pria membawa pengantin wanitanya dalam dekapan. Dia membawa gadis itu ke sebuah ruangan, kemudian beberapa pelayan menghampirinya.
"Selamat siang tuan," ucap para maid.
"Siang, bawa nona ini ke ruang treatment, ubah segalnya yang tidak indah, segera bawa ia padaku setealah kalian selesai," ucap Biru.
Setelah merasa semua rencananya berjalan dengan mulus, CEO tampan itu pun kembali ke ruang kerjanya, untuk melanjutkan pekerjaannya, Biru sangat menggilai dunia IT, ia bahkan menciptakan beberapa software terkemuka di dunia, hingga bebrapa perusahaan ternama juga mengunakan software buatannya tersebut, ia mewarisi kecerdasan ayahnya yang seorang hacker. Sayangnya, saat karir sang ayah sedang melejit, tiba-tiba saja sebuah insiden kecelakaaan merenggut nyawa ayah Albiru, yaitu Rajendra Declair.
Rajendra adalah seorang hacker yang kerap bekerjasama dengan polisi cyber dalam memecahkan suatu masalah informasi dan teknologi yang menyangkut hukum. Hingga akhir hayatnya pun, beberapa software yang memiliki hak cipta atas nama ayahnya masih saja berkeliaran dan naik daun, meskipun sang empunya telah tiada.
Sepersekian detik kemudian, ponselnya berbunyi dan ia pun mengangkatnya.
"Ya halo, Ma," jawab Biru dengan ekspresi wajah cerah.
"Biru, Mama akan segera datang ke mansion, apa calon menantu mama sudah siap?" tanya wanita di seberang sana.
"Tentu Ma, Mama akan segera bertemu dengannya," ucap Biru tersenyum puas.
"Mari membuat kekacauan Mashayu!!" gumamnya membayangkan apa yang akan terjadi.
Albiru sedang berada di ruangannya, sebuah ruang kerja di mansion bergaya Eropa, pemilik mata elang dan hidung mancung itu sedang berbicara pada asisten pribadinya, Dilan. “Tuan, kami mendapat laporan bahwa Tangguh Airlangga masih dalam status koma,” ucap pria berseragam serba hitam itu pada bosnya. “Bagaimana kondisi bedebah itu sekarang? Apa kau yakin ia masih koma?” tanya Biru, memastikan. “Yakin tuan, sesuai dengan laporan dokter,” “Bagus, lihat saja Tangguh! Setangguh apa dirimu setelah ini, apa yang bisa kau lakukan saat nanti putrimu berada dalam genggamanku,” gumam Biru sambil menatap foto agen rahasia Negara yang sejak lama diincarnya itu. “Charles, pastikan system sadap dan pengintai kita bekerja dengan benar! Aku tak ingin ada kesalahan terutama, saat Tangguh tersadar nanti,” ucap Biru pada asistennya itu. “Siap tuan,” jawab Charles. “Berjagalah di depan kamar Shayu, jangan sampai ia kabur!” “Sesuai perintahmu Tuan,” jawab Charles. **** Di tempat lain. Tepatnya di
Sial, kenapa curam sekali lantainya! dan jika aku memaksakan untuk melompat maka matilah diriku! jika saja tak ada tanggungan keuangan untuk keluarga, sudah dari kemarin-kemarin aku bunuh diri. Sayangnya, aku masih memikirkan ayah ibuku yang saat ini terjerat rentenir gila itu! gumam Mashayu saat berada di balcony bangunan megah itu. Dia mengamati lingkungan sekitar dari atas, lantai tiga kamar dimana Albiru menyekapnya, dilihatnya beberapa penjaga mansion sedang berjalan mondar-mandir mengedarkan pandangan. Mashayu masih mengamati dan memikirkan caranya bagaimana untuk bisa kabur. Diapun mengambil bed cover di atas tempat tidur kemudian menariknya dan mengikatnya menjadi beberapa bagian. Setelah itu dihubungkannya pada rails pada balcony tersebut. Mashayu berusaha sekuat tenaga agar kain tebal itu dapat terikat dengan sempurna sehingga mampu untuk menopang tubuhnya saat ia kabur nanti. Semoga saja bundalan sheet dan bed cover ini cukup untuk membawaku hingga ke dasar, Ya Tuhan, la
“Ayo pulang!” ucap Biru, mencengkeram tangan gadis itu. “Tidak mau! Pulang kemana? Itu bukan rumahku!” ucap Shayu mencoba untuk melepaskan tangan kekar itu, otot kehijauan mulai terlihat di kulit putih Albiru. “Mansion itu akan menjadi tempat tinggalmu! Mashayu!” Biru semakin mengeratkan genggaman tanganya. “Akhh! Shayu! Kau!” pria itu tiba-tiba memekik kesakitan saat Shayu menggigit tangannya, seketika Albiru melepaskan tawanan yang telah berhasil ditangkapnya itu. “Rasakan!” Mashayu berlari sekuat tenaganya, namun dengan sigap kawanan pengawal Albiru kembali menangkapnya. “Bawa dia masuk ke mobil!” perintah Albiru, seketika pria-pria berpakaian hitam itu membawa Shayu masuk. “Baik tuan,” jawab mereka serempak. Mashayu berontak, hingga ia kembali menggigit para bodyguard itu dengan sisa tenaga yang ia miliki. “Akh! Nona kenapa kau hobi sekali menggigit!” ucap salah seorang pengawal. “Rasakan! Aku bisa saja memakan dagingmu jika aku mau!” ucap gadis yang mulai pucat itu, ia ke
“Bagaimana keadaannya Dok?” tanya Albiru pada dokter itu. “Umm.. tidak ada masalah tuan,” ucap dokter sambil memeriksa bagian luka Shayu. “Apa anda yakin?” Albiru ikut mengamati kaki Mashayu. “Yakin, tuan. Hanya perlu dua atau tiga jahitan dan luka ini akan segera hilang,” dokter itupun mulai memebersihkan luka di telapak kaki Mashayu. Kemudian dikeluarkannya alat jahit medis, Shayu bergidik ngeri. “Ahh!” pekik gadis itu saat dokter menyuntiknya bius di bagian yang akan dilakikan tindakan. “Maaf Nona,” ucap dokter itu. Albiru menatap gadisnya yang tengah kesakitan selama proses penjahitan. “Dok, apa kau yakin itu mati rasa?” tanya Albiru. “Iya tuan,” jawab sang dokter sambil melanjutkan kegiatannya. “Tapi, kenapa dia sangat kesakitan?” tanya pria itu sedikit menampakkan kekhawatiran. “Aku tidak sedang kesakitan Biru!” “Aku hanya ngeri melihat jarum jahit,” kini Shayu mengeluarkan suaranya. “Tidak apa nona, ini tak akan lama lagi, dan setelah ini luka anda akan segera pulih,”
Albiru masuk ke kamar Mashayu dengan diikuti Rida, pelayannya dari belakang. Tampak gadis itu masih terbaring di atas tempat tidur. "Rida, suruh dia makan! aku ingin melihatnya!" perintah Albiru, dan seketika mendekati Mashayu yang masih tak mau menatap ke arah Albiru. "Nona, maaf ini makanannya," ucap pelayan wanita itu. "Sudah kubilang, aku tidak lapar!" ucap Mashayu ketus. "Tapi, tuan meminta anda untuk makan, Nona," tutur Rida lembut. "Suruh saja dia yang makan!" Mashayu masih saja menolak, sedangkan perutnya kian berbunyi menandakan jika empunya sedang kelaparan. "Nona.. " "Apa? cepat bawa nasi itu pergi!" Albiru yang hanya memperhatikan sejak tadi, kemudian merasa geram pada gadis itu dan menghampirinya, ia bahkan tau jika Mashayu sedang kelaparan."Rida, pergilah," ucap pria itu sambil meraih piring di tangan pelayannya. Wanita itupun mengangguk dan keluar dari sana meninggalkan tuannya bersama gadisnya. "Apa kau mau mati kelaparan?" tanya Albiru dengan sepiring nasi di
“Jangan menyentuhku!” ucap Shayu berusaha melepaskan diri dari pria itu. “Biru!” “Lepaskan!” bagaikan mendapat dorongan semangat, nyatanya pria itu justru semakin liar menjelajahi tubuh indah Mashayu, Shayu menggunakan segala kekuatannya agar bisa lolos dari pria kejam dan mes*m itu. Tetapi, tetap saja sepertinya tenaga mereka sangat berbeda jauh. Bagaimanapun Shayu adalah seorang wanita, tentu saja ia tak dapat melawan pria kekar itu. Ada desiran aneh saat mata mereka saling bertemu, namun rasa kesal dan benci begitu mendominasi sehingga membuat gadis itu memiliki tenaga lebih untuk mendorong Albiru. “Sudah kubilang jangan menyentuhku!” “UKHH!” Shayu mendorong dan menendang tubuh pria yang sedang mengungkungnya tersebut, hingga terjatuh ke lantai. “Sial, tubuh sekecil itu, nyatanya bisa menjatuhkanku,” batin Albiru , dia meringis kesakitan, mendapati bagian tubuhnya yang menghantam lantai marmer kamar itu. Shayu berlari menuju pintu keluar, ia tak sanggup untuk berada di dekat
"Bu, apa yang ibu katakan?" tanya Mashayu saat mendengar ibunya mengatakan hal yang menurutnya gila. "Nak, ibu tak mau melihatmu terus menderita, lebih baik menikah saja dengan Albiru!" "Tidak Bu, Shayu tidak mau!" ucap gadis keras kepala itu pada ibunya, sebenarnya Shayu tak pernah membantah perintah atau perkataan ibunya namun ia terpaksa harus menolaknya jika sang ibu meminta gadis itu untuk menikah dengan pria yang sangat ia benci. "Belum menikah saja sudah berniat jahat! apa lagi setelah menikah, apa ibu mau Shayu lebih disiksa lagi?" "Nak. dengarkan ibu, sepertinya dia itu pria yang baik," Laras semakin membuat Mashayu terintimidasi. "Apa ibu bilang?" "Dia itu jahat Bu, dia telah membuat hidup kita menjadi seperti ini, tidak ada pria baik yang memanfaatkan ketidakberdayaan orang lain, tidak ada orang baik yang menjadikan kelemahan orang lain untuk kepentingannya sendiri," gadis itu masih saja melanjutkan pendapatnya tentang Albiru. "Tapi Nak, waktu kita tidak banyak lagi
Mashayu menutup pintu kamarnya dengan kasar, hatinya bergemuruh, dadanya sesak dan meluap-luap mendengar ibunya memintanya untuk menikah dengan Albiru. Mashayu tak menyangka jika ibunya akan menyerah secepat itu. Memberikan dirinya kepada rentenir kejam dan tidak tau diri itu, bukankah suatu kebodohan untuk menyerah sebelum berperang, meskipun selama ini ia sudah cukup bertahan dengan keadaan. Walaupun hasil kerjanya kerasnya tak pernah terlihat dan tersentuh olehnya, tetapi paling tidak gadis itu dapat sedikit demi sedikit melepas ikatan kencang yang menghubungkan dirinya dengan Albiru dengan membayar cicilan hutangnya pada rentenir itu, sedikit demi sedikit. Semata-mata Shayu lakukan agar dia dan keluarganya bisa terlepas dari jeratan Albiru Declaire. "Shayu," terdengar Laras kembali memanggil namanya. Namun Shayu sama sekali tidak menjawab panggilan ibunya. "Nak, ya sudah jika kau masih membutuhkan waktu untuk berfikir, tapi ingat bulan depan adalah acara pertunanganmu dengan Na