Albiru sedang berada di ruangannya, sebuah ruang kerja di mansion bergaya Eropa, pemilik mata elang dan hidung mancung itu sedang berbicara pada asisten pribadinya, Dilan.
“Tuan, kami mendapat laporan bahwa Tangguh Airlangga masih dalam status koma,” ucap pria berseragam serba hitam itu pada bosnya.
“Bagaimana kondisi bedebah itu sekarang? Apa kau yakin ia masih koma?” tanya Biru, memastikan.
“Yakin tuan, sesuai dengan laporan dokter,”
“Bagus, lihat saja Tangguh! Setangguh apa dirimu setelah ini, apa yang bisa kau lakukan saat nanti putrimu berada dalam genggamanku,” gumam Biru sambil menatap foto agen rahasia Negara yang sejak lama diincarnya itu.
“Charles, pastikan system sadap dan pengintai kita bekerja dengan benar! Aku tak ingin ada kesalahan terutama, saat Tangguh tersadar nanti,” ucap Biru pada asistennya itu.
“Siap tuan,” jawab Charles.
“Berjagalah di depan kamar Shayu, jangan sampai ia kabur!”
“Sesuai perintahmu Tuan,” jawab Charles.
****
Di tempat lain.
Tepatnya di markas besar Badan Intelijen Negara, dimana tak ada seorangpun yang mengetahui tempat itu kecuali mereka sendiri.
“Agen Pram, bagaimana keadaan putriku?” tanya pria beperawakan atletis itu.
“Tenang saja, Agen Tangguh, semuanya aman terkendali, Albiru tidak akan tega menyakiti Mashayu, kau tau sendiri kan, sifat pemuda ambisius itu?”
“Ya, kau benar,” jawab pria berusia setengah abad itu sambil tersenyum.
“Apa Biru masih mengira jika dirimu berada di rumah sakit?” tanya salah satu anggota BIN lain.
“Tentu saja, aku sudah berkorban banyak untuk menangkap penjahat yang sebenarnya, kali ini kita harus berhasil!” ucap Tangguh mantap.
“Sementara biarkan saja, pemuda itu dalam kesalahpahaman, yang penting pembobol data Negara itu berhasil kita tangkap, perketat keamanan, dan tetap manipulasi system sadap Albiru!”
“Siap komandan!” jawab para pria penting itu secara bersamaan.
****
Mashayu masih tertidur, ia tetap memejamkan matanya, walaupun cahaya matahari telah menusuk pengelihatan gadis itu, hingga akhirnya ia terbangun. Dia langsung saja tersadar saat melihat jika dirinya tengah berada di sebuah ruangan mirip dengan Spa, atau semacam tempat perawatan diri.
Seorang wanita berada di sampingnya dengan seragam pelayan yang ia lihat sebelumnya.
“Dimana aku?” Dia terbangun dari kasur nyaman itu.
“Nona, sudah sadar ya?” tanya sang pelayan.
“Iya, siapa kau dan apa yang sedang kau lakukan padaku?” Shayu menatapnya saat ia sedang mengolesi tubuhnya dengan sesuatu, entah apa itu tetapi seperti krim dan aromanya sangat segar, memberikan ketenangan tersendiri saat indera pencium Shayu menghirupnya
.
“Nona, jangan terlalu banyak bergerak agar hasilnya bagus dan kulit nona akan selembut kulit putri raja,” ucapnya lagi.
“Apa maksudmu? Dan siapa yang menyuruhmu?”
“Tuan muda, nona,” jawab wanita itu dan masih terus melanjutkan tugasnya.
“Tuan muda? Tuan muda siapa?” tanya Shayu.
“Nanti nona akan tau sendiri, yang penting sekarang nona akan saya make over menjadi lebih cantik lagi, dengan begitu tuan akan sangat bahagia saat melihat anda.”
“Entahlah, drama apalagi ini, setelah ini aku harus apa, dan akan menjadi apa, aku tak tau, dan siapa tuan muda ia maksud sebenarnya, aku sangat penasaran,” ucap Shayu dalam hati. Akhirnya acara pelembutan kulit itupun usai, pelayan tadi meminta Shayu untuk berganti pakaian , dan berdandan. Ia memakaikan make up di wajahnya, sungguh deretan peralatan make up itu terbilang mahal bagi Shayu, ia tau beberapa brand ini meskipun beberapa di antaranya adalah produk import.
“Nona, lihatlah kau sangat cantik, bukan?” ucap pelayan.
“Iya, seperti bukan diriku,” balas Shayu terlalu jujur.
“Wah tuan pasti sangat bahagia melihat nona ini!!” teriak para pelayan lain, Shayu seperti seorang putri raja yang mereka sanjung. Padahal faktanya ia hanyalah seorang mahasiswi dengan profesi sebagai barista.
Pelayan paruhbaya itu pun membawanya keluar ruangan menuju ruangan lain, setelah sampai di pintu utama, ia meninggalkannya dan Shayu pun berjalan sendiri memasukki ruangan besar yang mirip seperti ruang kerja itu.
Shayu mengetuk pintu pelan, tetapi tak ada sahutan, akhirnya iapun langsung masuk ke dalam, dilihatnya seseorang sedang menatap jendela, ia membelakangi Shayu lalu Shayu mendekatinya sosok itu seperti tak asing, tatanan rambutnya, postur tubuhnya, semuanya begitu Shayu kenal, dan saat ia menoleh ke arahnya, ternyata benar
“Albiru?” ucap Shayu lirih, sesuai dugaannya sosok itu adalah rentenir yang selalu menggagu dirinya akhir-akhir ini.
“Ya, Mashayu. Aku Albiru, calon suamimu,” balasnya mendekati Shayu yang sedang tercengang
.
“Kau yang telah menculikku! Kau telah menculikku!”
“Tidak sayang, aku sedang membawa calon istriku untuk melakukan fitting baju pengantin,” kata Biru, kini mata mereka saling bertemu, dia menatap Shayu dari atas hingga ke bawah seperti seekor serigala, membuat Shayu sangat risih dengan tatapan seperti itu.
“Jangan menatapku seperti itu! Dasar mesum!” tetapi bukannya mendengarkan ucapan gadisnya, dia malah semakin mendekat, dan mendekat hingga hidungnya menyentuh pipi Shayu dengan lembut.
“Kau sangat menggairahkan cantik! Bisakah aku memakanmu sekarang juga?” ucapnya sambil menempelkan benda pusakanya ke tubuh Shayu, tentu saja gadis itu merasa geli saat sesuatu yang keras itu menyentuh kulit pahanya yang terbuka. Entah bagaimana caranya menghindar darinya sebab tubuh Shayu sudah terhimpit ke dinding dan kedua tangan kekar Biru sedang menguncinya dengan kuat.
“Dengar, aku tidak akan melepasmu Shayu! Apapun yang terjadi!” ucap Biru sambil mencengkeram tangan Shayu hingga membiru.
“Akkhh sakit!”
“Lepaskan! Sakit Biru!” pekik Shayu
“Ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasa sakitku!” balas Biru semakin kuat mencengkeram gadis itu.
“Apa maksudmu? Siapa yang menyakitimu?” Shayu bertanya pada Biru, pertanyaan yang sama, yang selalu ia tanyakan saat Biru mencoba menyakitinya, Sungguh Shayu tak mengerti kenapa Biru mengatakan hal seperti itu padanya. Dia melihat wajah itu mereda, dan amarahnya pun berkurang, akhirnya tangan kokoh
“Bersiaplah, kita akan bertemu dengan seseorang hari ini!”ucapnya kemudian pergi meninggalkan gadis malang itu sendirian di kamar.
Shayu memandangi tubuh itu menghilang dari pandangannya perlahan. Masih sangat kesal rasanya saat ia mengatakan akan menikahinya jika hutangnya tidak berhasil dia lunasi tahun ini.
****
Kini mereka berada di ruang makan, Albiru terus saja menatap Shayu sejak tadi. Dan itu sangat membuatnya canggung dan risih, mata elang Biru sangat mempesona tetapi sayang, sebenarnya dia begitu tampan untuk menjadi rentenir yang kejam, batin Shayu.
Beberapa menit kemudian seorang wanita paruh baya datang memasukki ruangan itu, suara heelsnya berdetak memecah kesunyian yang ada.
“Good morning my boy,” sapanya menatap Biru.
“Morning Ma,” balas Albiru kemudian memeluk wanita cantik itu. Shayu terpaku beberapa detik, saat melihat adegan itu, Albiru yang biasa terlihat garang dan mesum, begitu terlihat bagaikan seseorang yang berbeda, senyumannya dan tatapan matanya begitu terasa tulus dan apa adanya.
“Oh jadi ini calon mantu Mama ya? Wah cantik sekali!” wanita itu memandang Shayu kemudian menhampirinya.
“Halo sayang, siapa namamu?” tanyanya.
“Saya, saya Mashayu, tante,” ucap Shayu gugup.Ternyata wanita ini adalah ibu dari Albiru, pantas saja sosok garang itu tiba-tiba menjadi jinak ternyata mereka adalah ibu dan anak.
“Nama yang cantik sesuai dengan orangnya, duduklah sayang!” ucap ibu itu dan kemudian duduk di sebelah Shayu.
“Terima kasih tante,” balas Shayu canggung.
“Jangan memanggilku tante, aku Sharon ibunya Albiru, kau bisa memanggilku Mama,sayang,” ucapnya.
“Biru, jadi kapan kalian akan menikah?” tanya ibu itu kapada Biru yang sejak tadi hanya tersenyum-senyum menatapku.
"Biru, jelaskan padaku!" rangek Mashayu sambil menghentak-hentakkan kakinya, terlihat lucu di mata Albiru."Jelaskan apa sayang?" "Tentang gadis itu!" Mashayu semakin terlihat kesal. melihat sang suami begitu sengaja mengacuhkannya setelah berhasil membuat gadis itu penasaran setengah mati."Sudah kukatakan, kaulah gadis itu Shayu, mengapa masih belum percaya juga," ucap pria itu kemudian melingkarkan tangan kekarnya pada pinggang ramping Mashayu."Kau bohong!" "Sayang, ayolah hentikan perdebatan ini. Apa kau tidak merasa lapar?" tanya Albiru sambil meletakkan dagunya pada pundak sang istri. Terlihat begitu romantis meskipun dengan wajah Mashayu yang sedang diselimuti kekesalan. "Aku belum lapar!" jawab Mashayu ketus."Adik bayi, apa kau juga tidak merasa lapar sama seperti mama?" goda pria itu sambil mengelus perut Mashayu."Jangan gila Biru, aku tidak sedang hamil!""Belum sayang, dan mungkin sebentar lagi." ucap Albiru, kemudian meraih ponselnya untuk menelepon seseorang."Charl
Mashayu menggeliat sambil membetulkan posisinya, tangan halusnya menyentuh seprei satin yang kusut dan acak akibat ulah suaminya, sementara Albiru yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah dan wajah yang segar begitu terlihat bersemangat. "Sayang, jadi jalan-jalan?" tanya Albiru pada gadis yang masih berbaring di atas bed itu. "Apa kau senang sekarang?" sungut Mashayu, ia masih saja kesal karena Albiru mengerjainya dari pagi hingga siang hari. "Maaf sayang, kau sangat menggoda sehingga aku tak dapat menahan diri," Albiru menunjukkan ekspresi menyesal namun itu tidak membuat Mashayu lantas memaafkannya. "Kau sungguh menyebalkan! kau menghilangkan mood liburanku, Biru!" "Oh sayang, bukankah kita sedang berbulan madu saat ini hm?" Albiru menyentuh dagu gadis itu lalu memberikan kecupan pada bibirnya. "Sungguh menyebalkan!" dengus Masahyu dengan area dadanya yang semakin terasa sakit, seperti nyeri saat ingin datang bulan, tetapi nyatanya tamu bulanannya tid
“Biru, aku ingin pergi ke pantai,” ucap Mashayu sambil mengeratkan pelukan tangannya pada lengan Albiru.“Ke pantai? Sekarang?” Biru mengerutkan keningnya, terheran tidak biasanya sang istri manja seperti itu.“Iya!” seru gadis itu kemudian memeluk tubuh Albiru, menempelkan dadanya dengan dada bidang suaminya, membuat pria itu sedikit terangsang.“Apa kau sedang ingin menggodaku sayang?” Albiru menaikkan satu alisnya sambil mencubit dagu tirus Mashayu.“Tidak Biru,” ucap Shayu menggelengkan kepalanya.“Hu’um, aku sungguh ingin pergi sekarang,” ucapnya lagi, sambil semakin mengeratkan pelukannya bahkan ia juga menciumi pipi sang suami. Albiru menghentikan pekerjaannya, menutup laptop dan segera merengkuh pinggang Mashayu.“Kau sungguh ingin menggodaku rupanya ya?” sergah suami Mashayu itu lalu merebahkan tubuh Mashayu di atas ranjang.Mashayu menutup matanya, ia selalu saja merasa risih saat tatapan Albiru begitu terlihat menyeramkan seperti itu, tatapan yang sangat menunjukkan jika pr
“Shayu, apa kau mendengarku?” Albiru kembali mengulangi perkataannya.“Sayang, saat itu juga Albiru menoleh ke arah sang istri tetapi ia harus menahan kekesalan karena ternyata Mashayu telah tertidur.“Astaga Shayu, aku sudah sangat memberanikan diri untuk mengungkapkan semuanya kepadamu tetapi ternyata kau justru terlelap,” ucap Albiru menghela napas panjang, ingin memarahi sang istri tetapi tidak tega akhirnya ia hanya mengecup wajah cantik itu.‘Mungkin ini belum waktunya untukmu mengetahui semuanya Shayu, biarlah kita menjalani apa yang ada dulu. Aku belum siap untuk menerima kemarahanmu sayang,’ gumam pria tampan itu.***Tiba di Jakarta.Charles menjemput atasan beserta sang istri tersebut di area departure. Sesekali Mashayu mengerjapkan matanya saat berusaha melawan rasa kantuk yang masih melanda.“Sayang, apa kau masih saja mengantuk? Kau bahkan sudah tertidur lebih dari enam jam!” ucap Albiru sambil berjalan menggandeng tangan gadis itu.“Aku pun tak tau Biru, beberapa waktu
BAB 45 ALBIRU SHAYUSatu bulan kemudian Shayu dan Albiru memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dengan berat hati Sharon melepaskan putra dan menantunya tersebut, wanita paruh baya itu sudah sangat menyayangi Mashayu, baginya gadis itu merupakan secerca cahaya di dalam kehidupan putranya yang selama ini terbilang gelap dan hampa.“Biru, bisakah Shayu tetap tinggal di sini?” tanya Sharon menggoda putranya padahal ia tau jika Albiru begitu tidak bisa berjauhan dari istri cantiknya itu.“Apa maksud mama? Bagaimana mungkin Shayu berada di sini sedangkan Biru di Indonesia?”“Kau bisa mengunjunginya setiap minggu Nak!” rengek Sharon.“Tidak bisa Ma!” bantah Albiru.“Ayolah! Mama sangat kesepian di sini!” Sharon masih saja ingin mengerjai pria itu.“Ma, bukankah mama ingin agar Shayu segera hamil? Lalu jika kami harus menjalani LDR, peluang untuk hamil itu akan semakin mengecil ma,” balas Albiru, padahal ia memang tidak bisa berjauhan dengan Mashayu, pesona gadis itu terlalu memabukkan untuk
BAB 44 ALBIRU SHAYUAlbiru semakin merasakan gejolak pada perutnya, sementara Sharon semakin menyunggingkan senyuman di wajahnya. Wanita paruh baya itu sangat berharap lebih pada putera dan menanantunya tanpa memperdulikan kondisi Albiru yang semakin kacau.“Ma, Shayu akan menelepon dokter sekarang juga!” ucap gadis yang mulai tidak tega pada suaminya itu.“No sayang! Kau tak boleh terlalu banyak bergerak, biarkan mama saja yang menghubungi dokter!” sergah Sharon kemudian berlari untuk mengambil ponselnya.“Ma, apa-apaan ini, Biru yang sedang sakit, tetapi mengapa mama malah mengkhawatirkan Shayu?”“Biru, jangan terlalu banyak bicara! Sebentar lagi kau akan menjadi seorang ayah!” pungkas wanita paruh baya itu kemudian berlalu. Albiru hanya menatap sang istri dengan ekspresi bertanya-tanya.“Sayang, apa kau hamil?” tanya Albiru ragu.“Aku tidak tau, Biru. Tetapi rasanya itu tidak mungkin, aku bahkan merasa sangat biasa-biasa saja saat ini,” jawab gadis itu santai.“Oh, jika kau benar h