Share

BAB 3 | SIAPA KAU?

Mashayu berjalan gontai setelah membetulkan pakaiannya yang acak-acakan karena perbuatan pria tadi, cengkraman tangan itu masih sangat ia rasakan, rasanya sakit sekali untuknya, tetapi Shayu heran, mengapa wajah Albiru begitu familiar baginya, mungkinkah mereka pernah bertemu sebelumnya, Shayu sama sekali tidak ingat, lalu ia pun melanjutkan pekerjaanya dan setelah itu, gadis itu menghadap HRM, untuk menuntut keadilan untuknya, dan juga untuk orang lain, karena kejadian seperti tadi akan terus jika tidak dihentikan.

Kini ia tiba di depan ruangan HRM, diapun masuk ke ruangan itu, Ibu Dina adalah kepala HRM di hotel tempatnya bekerja tersebut, ia sangat ramah, tanpa ragu wanita paruhbaya itupun menanyakan apa keperluan Shayu datang ke ruangannya.

“Ibu Dina, saya minta maaf sebelumnya jika dinggap terlalu berlebihan dalam menyikapi sikap tamu terhadap saya hari ini,” ucap Shayu ragu, Ibu Dina dengan saksama mendengarkan dan memperhatikan ucapan gadis itu

“Ada masalah apa dengan tamu itu Shayu?” tanya wanita itu dengan sabar.

“Sa-saya dilecehkan bu,”

“Apa? Dilecehkan bagaimana? Dan dimana?” Ibu Dina terkejut saat mendengar pengakuan Shayu.

“Di kamar 7012, hari ini Bu,” ucap Shayu gugup.

“Apa yang terjadi di kamar itu hari ini Mashayu?”

“Hari ini tamu dari kamar itu meminta saya untuk merapikan kamarnya, sayapun menyetujuinya dengan datang ke kamar itu segera, namun saat saya tiba di sana ternyata tamu itu memiliki maksud lain Bu, beliau mengancam saya, mencium pipi saya dan menindih tubu saya ke bed, saya takut Bu,” gadis manis itupun mulai menangis saat menceritakan semuanya, bagaimanapun ini adalah kali pertamanya diperlakukan seperti itu oleh lelaki.

“Oh Shayu, Ibu bersedih mendengarnya, sebentar ya Ibu periksa dulu siapa tamu di kamar itu,” Shayu pun mengangguk dan Bu Dina segera memeriksa laptopnya untuk menemukan pria tersebut.

Wanita tampak berfikir saat menatap layar komputer, seperti ingin mengatakan sesuatu pada Shayu tetapi tertahan.

“Bu, apa ibu berhasil mengetahui siapa orang itu?” tanya Shayu tidak sabar.

“Benar inikah orangnya?” tanya Bu Dina sambil menunjukkan layar pada laptopnya.

“Benar sekali Bu, pria ini orangnya,” saat itu Shayu merasakan adanya aura ketakutan di wajah Bu Dina.

“Mashayu, apa kau yakin bahwa dia yang telah melecehkanmu?”

“Benar Bu, saya yakin. Saya masih ingat betul wajah dan suaranya,” jawab Shayu, dan gadis itupun mulai bingung   dengan ekspresi Dina.

“Shayu, sepertinya kau sedang  dalam masalah saat ini, jika kita memproses kasus ini, maka itu beresiko kaulah yang akan dipecat dari hotel ini,” Bu Dina memberikan suatu pilihan yang Shayu sendiri belum mengerti apa maksud perkataannya.

“Maaf Bu, apa maksud Ibu? Dan mengapa saya yang harus dipecat bukankah tamu itu yang bersalah.

“Maafkan aku Shayu, mungkin ini tidak adil bagimu, tetapi kau harus mengetahui kebenarannya, bahwa pria yang kau anggap telah melecehkanmu itu adalh CEO hotel ini, sekaligus pemegang saham terbesar dari seluruh cabang hotel milik perusahaan kita,” ucap Dina kemudian memeluk Shayu yang tercengang dengan perkataannya.

“Apa Bu? Apa ibu sedang bercanda? Bukankah dia tamu? Bukankah kemarin tamu itulah yang memesanku untuk merapikan kamarnya? “ Shayu masih tak percaya dengan perkataan Dina yang baru saja ia dengar.

“Sungguh Shayu,  Pak Albiru adalah CEO perusahaan kita, hotel ini hanyalah salah satu dari sekian banyak hotel yang ia pimpin.”

“Bu, jika memang seperti itu, lalu mengapa tingkahnya tidak melambangkan suatu kepemimpinan? Mengapa dia begitu mesum? Mengapa dia berani berbuat seperti itu pada staff rendahan seperti saya?”

“Shayu, tentang itu, ibu juga tidak tau, sekarang pilihan ada di tanganmu,apa kau ingin melanjutkan kasus ini atau tidak?” Bu Dina tampak sedih saat memberi pilihan itu kepada Shayu, Shayu tau dalam hati Dina, ia sangat ingin membantu dirinya, tetapi pada kenyataannya, pria itu bukanlah orang biasa dan cukup berpengaruh di tempat ini.

Shayu bisa saja melaporkannya ke pihak berwajib, tetapi bagaimana jika nanti ia dipecat? Bagaimana caranya melunasi hutangnya pada rentenir itu? Begitu banyak orang jahat di hidup Shayu, entah apa dosa yang sudah ia lakukan sebenarnya.

Gadis itu pun keluar dari ruang HRM kembali dengan langkah gontai, kini ia harus tetap menjalani hidupnya seperti semula dan melupakan adegan menyedihkan yang baru saja ia alami. Orang tuanya butuh uang, dan tak seharusnya ia mengutamakan egonya dengan membahayakan satu-satunya mata pencahariannya.

Hari berganti, bulan berlalu kini Shayu memasukki  semester terakhir pendidikannya, setelah ini gadis cantik itu akan diwisuda dan bisa bekerja dengan penuh tanpa harus membaginya dengan kerja paruh waktu lagi, kondisi ayahnya pun semakin membaik. Shayu sangat bahagia. Di tahun ke empat pendidikannya,  ia dapat pekerjaan di sebuah kedai kopi di dekat universitas tempatnya menimba ilmu.

Sesuai dengan jurusan yang  ia ambil, saat ini Shayu menjadi barista di kedai kopi, dimana hari-harinya selalu diwarnai dengan aroma kopi dari mesin, aroma caramel dan latte. Sungguh sangat membanggakan saat tangannya itu berhasil membuat kopi art, atau kopi dengan seni pada permukaan atasnya yang biasa ditampilkan pada cappuccino with art.

Siang ini kondisi café sangat ramai, hingga Mashayu kelabakan dibuatnya, para pengunjung sangat agresif, beberapa kali mendekat ke meja barista agar gadis itu cepat memproses pesanannya, dengan sabar ia tetap tersenyum meskipun hatinya terbakar.

Saat ia sedang sangat sibuk dengan racikan kopinya, tiba-tiba saja seseorang datang dengan asisten di belakangnya, eksekutif muda itu berjalan ke arah Shayu, dan membuatnya begitu gugup, sebab sorot mata pria sangat tajam saat menatapnya dari kejauhan, hingga semakin mendekat, semakin mata Shayu mengenalinya. Shayu tak habis pikir saat wajah tampan itu mulai menghampirinya.

“Al-Albiru?” ucap gadis itu lirih dan hanya Shayu yang mampu mendengarnya.

“Hai Mashayu, apa kabar?” tanya pria bernama Albiru itu, dengan senyuman yang tersungging di sudut bibirnya.

“Kau?  Kau si mesum itu kan?” tanpa control ucapan itu terlontar dari mulut Shayu begitu saja.

Bukannya menjawab, tetapi ia malah semakin mendekati ke dalam station barista. Jika superviosor melihat ini pasti Shayulah yang akan dimarahi.

“Sayang, jangan terlalu lelah bekerja, seperti sedang dikejer hutang piutang saja!” katanya sambil membelai rambut Shayu, astaga mengapa ia begitu lancang, batin gadis itu.

“Hentikan ini Pak. Terakhir kita bertemu kau telah melecehkanku! Aku tak ingin hal serupa terjadi lagi hari ini!” Shayu semakin tak sabaran untuk memukulnya.

“Jangan terlalu galak pada calon suamimu ini Shayu, sebaiknya simpan sisi liarmu di malam pengantin kita saja!”  ucap Biru, menyeringai.

Shayu masih mematung, mencoba mencerna perkataan Albiru, bagaimana mungkin Biru dan Shayu akan menikah, sedangkan bertemu saja baru dua kali, itulah yang ada di pikiran gadis itu.

 Biru masih saja berada di sudut ruang barista yang sempit itu, ia terus menatap tawananannya dengan mata elangnya yang menawan, seolah Mashayu adalah mangsa buruan yang harus ditakhlukan.

“Kenapa kau masih berada di situ Biru, pergi sana! Ini tempat kerjaku!” teriak gadis bertubuh ramping itu.

“Mashayu, aku sedang menunggumu membuatkan kopi untukku,” senyuman mesum itu lagi-lagi menghiasi bibir merahnya.

Siapa sebenarnya Albiru, mengapa perasaanku mengatakaan jika kami pernah bertemu sebelumnya, batin Mashayu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status