Share

GADIS TAWANAN
GADIS TAWANAN
Penulis: NONA BUMI

Denting jam

"Hari apa ini?" tanyaku pada Rani yang tengah memperban kedua mataku. Mataku tidak sakit ataupun luka, aku bisa melihat seperti manusia normal lainnya. Aku tak tahu kenapa dia memerintahkan seseorang untuk menutup kedua mataku. Yang aku tahu, jika mataku di balut dengan kain kasa putih seperti ini, dia pasti akan datang.

"Hari ini...,"

Teng...teng...teng...

Suara Rani terhenti kala jam besar itu berbunyi.

Cklek

Terdengar pintu terbuka. Apa dia datang? Ya, pasti Iblis itu datang. Aku tidak bisa melihat, tapi indra pendengaranku masih bisa ku andalkan. Derap langkah kaki mengalun kecil di atas lantai marmer. "Rani?" ucapku pelan sambil menggesekan tanganku yang terikat, namun tak ada jawaban. Dimana dia? Apa dia sudah pergi?

Aku merasakan hawa dingin. Dimana Rani? badanku sedikit gemetar. Ini bukan kali pertama, tapi aku tetap merasa takut.

Ku rasakan sentuhan di rambutku. "Jangan sentuh aku!" Aku segera menggeser tubuhku di atas ranjang. Tidak ada jawaban darinya, aku hanya mendengar dia berdecih kecil.

"Kau hanya wanita hina, atas dasar apa kau sok suci kepadaku?" Kalimat hinaan keluar dari mulutnya. Sakit? Ku rasa aku telah mati rasa akan hinaan yang sering dia lontarkan kepadaku. Hinaan ini tak seberapa jika di bandingkan dengan kejadian 3 tahun lalu.

Dia...,

"Aku membenci wanita sepertimu."

Dia membenciku, tapi dia membiarkan aku hidup seatap. Apa dia kira aku tidak membencinya? Aku bahkan ingin membunuhnya. "Seharusnya kau membunuhku seperti kau mem...,"

"Bunuh? Tentu saja aku ingin. Tapi itu terlalu mudah. Aku harus membuatmu menderita terlebih dahulu," ucapnya sambil tertawa remeh.

Dadaku terasa sesak, ingin sekali menangis sambil berteriak. Tiga tahun lamanya aku terpenjara hidup bersama Iblis ini. Bisakah aku terbebas? Aku ingin sekali pergi dari tempat terkutuk ini.

Apa? Dia duduk di sampingku?

"Bibirmu cukup menggoda? Bagaimana jika aku menikmatinya." Perkataannya membuatku murka dan sentuhan itu membuatku jijik. Dengan cepat ku gigit jarinya yang menyentuh bibirku.

"Aww...hisss, wanita sialan! dasar Lacur."

PLAKKK

Tamparan keras mendarat di pipiku. Seperti kesemutan dan terasa panas. Sekuat tenaga ku tahan air mataku. Aku tak ingin terlihat lemah. Setidaknya tidak di depannya. "Kenapa kau lakukan ini? Apa salahku?" Ucap sedikit berteriak.

"Cih, kau pantas mendapatkan ini," ucapnya sambil mencengkram kuat daguku.

Tap... tap... tap..., langkah kaki terdengar menjauh.

BRAKKK! Bantingan keras pintu membuatku terpranjat.

Argghhhh... mengapa aku?

***

Aku tak tahu kapan aku tertidur, dan aku tak tahu pukul berapa sekarang. Tapi ada yang lain. Apa? Apa ini? Terasa berat di atas perutku. Jangan- jangan? Segera ku tarik kasar tubuhku. Terdengar suara erangan kecil seorang pria. Suara ini? Apa yang terjadi? Apa aku..., tidak!

"Ap... apa yang kau lakukan?" Tanyaku sedikit gemetar.

Bukan sebuah jawaban yang ku dapat, tapi suatu sentuhan yang aku rasakan di bagian kepala. Kupalingkan kepalaku, sedikit menarik kebelakang. Namun dengan cepat ia menarik dan menahan kepalaku sambil berdecih. "Cih, diam!"

Tentu saja aku tak menurutinya, aku berusaha memberontak. Tapi kedua tangannya mencengkram kedua pipiku. Hembusan napas terasa menyentuh pipiku. Aku berusaha tenang. Aku takut sesuatu hal buruk terjadi padaku.

"Heh," suaranya yang terkesan mengejek,   itulah yang ku tangkap. Kurasakan ia mulai melepas perban yang membalut kedua mataku. Ada apa? Kenapa dia? Rasa panik dan penasaran terus bersemayan di pikiranku. Pasalnya aku tak pernah bertatap muka dengannya semenjak tiga tahun lalu.

Apa sesuatu hal buruk akan terjadi? Apa dia akan membunuhku? Hah kenapa nyaliku terasa menciut? Bukankah ini yang ku inginkan.

Balutan perban itu sudah terlepas dari kedua mataku, ku kerjapkan berlahan kedua  mataku. Terlihat jelas wajah tampan, hidung mancung, rahang yang terlihat kokoh serta bibir merah di hadapanku. Segera ku palingkan wajahku. Ia hanya menyunggingkan bibirnya.

"Sudah lama bukan kau tak melihat wajahku? Bagaimana rasanya melihat wajah lelaki yang kau benci? Pasti kau ingin membunuhku, atau... kau tergoda dengan wajahku."

Mendengar ucapannya, rasanyanya aku ingin tertawa. Aku hanya menyunggingkan bibirku sambil menatap sinis wajahnya. Tentu aku hanya menatap sekilas, menatap wajahnya hanya menimbulkan sakit dan amarah.

"Menurutlah! Mungkin aku akan berbaik hati." Katanya.

"Aku tidak butuh belas kasihmu." Balasku tegas.

"Terserah! Tetap saja aku yang berkuasa terhadapmu."

Setelah berkata begitu, dia beranjak dari ranjang dan pergi meninggalkanku.

Tak  berapa lama setelah Iblis itu pergi, Rani datang memasuki kamar. Seperti biasa dia akan melepaskan ikatan di tanganku, menungguiku untuk mandi lalu menyiapkan sarapan untukku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status