"Pintu gerbang akan di buka dan mereka juga akan memandumu untuk menemuiku."
Rocky, sang ketua Gangster itu berbicara di telepon saat Selena sudah berada di depan rumah megahnya. "Baiklah, Saya akan segera masuk untuk menyerahkan uangnya." Pintu gerbang segera terbuka, penjaga dengan berpakaian serba hitam dan berkaca mata hitam itu nampak begitu dingin. "Tuan sudah menunggu di dalam, saya akan antarkan Anda." Dengan di pandu oleh penjaga itu, Selena memasuki rumah yang cukup luas dan megah itu. Diluar, William dan Arnold sudah menunggu untuk menjaga Selena dari jarak yang cukup aman agar tidak terdeteksi oleh Rocky maupun anak buahnya. Wiliam dan Arnold menunggu di sebuah mobil Van yang sudah tersedia alat pelacak serta pelaratan canggih lainnya.Arnold dan William segera berlari menghampiri Selena yang kesusahan memapah Ferdy. "Biar saya bantu Bu." Arnold segera mengambil alih untuk memapah Ferdy ke dalam mobil, sedangkan William langsung memeluk Selena. Bingung dengan sikap William yang tiba-tiba manis itu, Selena hanya terdiam, untung saja Arnold menempatkan Ferdy di kursi penumpang belakang hingga Ferdy tidak melihat adegan romantis sang putri bersama suaminya. "Ada apa ini, Pak? Kena tiba-tiba memeluk saya?" "Maafkan Aku karena tidak terlalu memikirkan masalahmu," William mendesah lirih dan mencium pundak Selena. "Jika saat pertama kali kita membuat perjanjian, Aku tanya untuk apa kamu membutuhkan uang, tentu Aku akan segera memberinya." "Maafkan atas ketidak pekaan ku, hingga membuat Ayahmu terlihat begitu memprihatinkan seperti itu." Lanjut William denga
Di kamar yang di dominasi warna putih itu, Selena menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang nyaman. Tadi malam Dia dan ibunya bersama-sama menunggu Ferdy. Tatapan Selena mengarah ke langit-langit kamarnya, teringat ucapan sang ibu padanya yang menanyakan pekerjaan apa yang dia ambil hingga bisa membayar hutang yang begitu banyak dan membebaskan Ferdy. Pikiran Selena pun kembali saat percakapannya bersama ibunya di Rumah sakit. "Na, kamu bekerja apa? Kenapa bisa cepat sekali kamu mendapatkan uang sebanyak itu?" Rosmala bertanya sambil memegang dadanya. "Ibu harap anak ibu ini mengambil pekerjaan yang baik." "Tenanglah bu, Selena bekerja pekerjaan baik kok, beruntung Selena mendapatkan kantor dan bos yang mengerti keadaan Selena dan mau membantu." Rosmala masih nampak ragu pada ucapan putrinya. "Benarkah itu Nak? Kamu bekerja dimana? Ibu taku
Sesuai ucapan William, satu jam kemudian Arnold sudah berada di halaman rumah Sunrise Summit untuk menjemputnya. Setelah berpamitan dengan Ida dan membawa barang-barang yang dia butuhkan ke dalam ransel berwarna Pink, Selena menghampiri Arnold. "Silahkan masuk Bu." Arnold membukakan pintu untuk Selena. "Terima kasih Pak Arnold." Selena segera masuk ke dalam mobil, waktu masih menunjukkan pukul 10 pagi. Perjalanan menuju puncak sekitar 1 atau 2 jam tergantung situasi di jalanan saat itu. Sesekali Selena bertelepon dengan Ibunya hanya untuk menanyakan keadaan Ayahnya. Hati Selena merasa tenang dan lega, karna kondisi Ayahnya sekarang sudah membaik, mulai mendapatkan asupan makanan bergizi dan perawatan yang intensif. Walau sebenarnya masih tersimpan beban dalam pikirannya untuk bisa segera hamil. Semoga ka
William memegang janggut Selena, ibu jarinya bahkan mengelus kedua belah bibir ranum Selena yang dipenuhi oleh cairan cintanya. "Apa kamu puas menikmati monsterku?" cicit William menggoda. Selena hanya mengangguk dan tersenyum, pipinya kembali memerah karena malu, bahwa dia bisa 'seliar' itu kepada William. Mungkin karna hormon di masa suburnya, membuat Selena begitu bernafsu dan bergairah. "Kini giliranku untuk membuatmu menjerit tanpa henti, Baby." William kembali memagut bibir Selena dengan liar, kedua tangannya merobek kemeja putih yang di kenakan oleh Selena. Teriakan tertahan terdengar dari mulut Selena yang telah di dipenuhi oleh bibir William. Kedua gunung kembar itu nampak begitu ranum dalam balutan bra berwarna Pink muda. William mulai melepaskan kaitan penutup gunung kembar tersebut dengan lembut lal
Deru nafas saling berburu yang menghasilkan buliran keringat gairah saling bersahutan dan membasahi tubuh dua insan yang saling memuaskan. William masih berada di atas tubuh Selena dengan monsternya masih berada di dalam Selena. Pelepasan yang begitu menggelora yang terjadi bersamaan antara William dan Selena memberikan kenikmatan yang luar biasa. "Bagaimana permainanku, Baby?" tanya William dengan deru nafas tidak beraturan. Melihat semu merah di pipi Selena, William tahu bahwa gadis itu begitu menikmati permainan garangnya tadi. "Jawablah Selena Eveline, bagaimana permainanku." Selena tersenyum dan semakin merah pipinya. "Pak Wil begitu hebat sampai berulang kali membuatku mencapai puncak." William tersenyum bangga, kini dia telah sepenuhnya memiliki gadis yang tengah berada di bawahnya itu. Walaupun telah melepaskan benih-benih kecilnya di rahim Selena, tap
William membuka tutup dari botol wine mahalnya, menuangkan ke dalam gelasnya dan juga gelas milik Selena. Wine berwarna merah tua itu terasa segar dan mewah begitu melewati tenggorokan. Selena duduk dihadapan William dengan begitu menggoda. William pun menatap Selena dengan tatapan nakal, banyak ide liar yang bermunculan di benaknya. Begitupun Selena yang tahu jika tengah di pandang oleh William, gadis itu semakin menggoda William dengan menjilat sisa wine yang ada bibirnya. Tahu jika William tidak akan tahan melihat aksinya itu, Selena sengaja semakin menggoda pria di hadapannya. "Kamu tahu bukan jika kamu melakukan hal itu lagi, aku akan membuatmu menjerit tanpa henti sepanjang malam." Seolah tertantang dengan ucapan Wiliam, Selena mencondongkan tubuhnya mendekati William, kedua gunung kembarn
Kicau burung dan udara sejuk pagi hari seolah memanjakan diri yang kelelahan. Penyatuan penuh gairah William dan Selena yang begitu panas tadi malam, durasi hasrat William yang lama sempat membuat Selena kewalahan. Pria itu bagaikan kuda liar yang sulit sekali untuk di taklukkan, Selena tidak ingin mengecewakan William, mulanya gadis itu mengembangi permainan panas William dengan gairah liarnya. Karena kelelahan Selena masih terlelap tidur dalam dekapan William. William menatap wajah cantik Selena dengan senyuman bahagia, teringat adegan liar mereka dalam ingatannya. Rasanya William ingin menerkam kembali gadis itu dan kembali mereguk manisnya madu penyatuan. Namun, hari itu dia harus kembali melakukan pertemuan bisnis bersama koleganya dari luar negri, proyek real estate yang di kerjakan William kali ini termasuk mega proyek. Untuk itu ia mengurungkan niat untuk mencumbu istri mudanya itu lagi. Lagi pula wajah Selena begitu kelelahan karena mereka menghabiskan ma
Mobil hitam itu kembali melajukan jalannya menyusuri jalanan hutan yang sepi, hujan deras mulai turun mengiri ketakutan Selena yang sudah tidak berdaya. Hanya tangisan yang memperjelas betapa takutnya gadis itu saat ini. Tangan dan kaki terikat, serta mulutnya tertutup lakban abu-abu. Pria misterius itu tetap fokus mengemudikan mobil lalu mendial nomor William dari mobilnya. Tertegun dengan apa yang di lakukan oleh pria misterius itu, Selena hanya bisa melihat dan mendengarkan apa yang akan terjadi. Beberapa saat berbunyi dering tak berapa lama William mengangkatnya, mungkin saja William saat ini sudah beristirahat setelah rapat tadi. "Halo." William mengangkat panggilan telepon dari pria misterius itu. Hening.. pria itu tidak langsung menjawab, seolah sedang ada yang di pikirkannya, sedangkan Selena hanya bisa terdiam dengan mulut terbungkam. "Jika ini hanya pan
Setelah pertemuan yang menegangkan dengan William dan juga Selena, Robert segera meninggalkan ruang tamu dan pergi ke kamarnya. Charles menyusulnya dan mencoba untuk tetap menghibur Robert agar tidak terlalu marah kepada putranya dan juga Selena. Kini hanya tinggal Brenda dan juga Angga di sana. "Bisakah Aku mengantarmu pulang, Brenda?" Angga menghentikan langkah tepat di sisi Brenda yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. "Tidak, Terimakasih." Brenda menjawab dengan santai sembari tetap menatap layar ponselnya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya kepada Angga. Angga tetap berusaha mengajak Brenda berbicara walau mendapatkan respon yang tidak baik. "Brenda, bukankah kamu masih mengenalku?" Angga mencoba bertanya lagi seolah mencari cara agar Brenda memperhatikannya.
William membawa istrinya pergi meninggalkan kediaman Massimo. Betapa kecewa hati William pada sikap dan arogansi keluarganya terutama Kakeknya yang tidak pernah berubah. Dahulu ketika dirinya memilih Sofia, William dan Sofia pun tidak kalah banyak menemui rintangan, walau akhirnya Kakeknya menyetujui karena tahu latar belakang Sofia yang berasal dari keluarga yang cukup berpengaruh. Namun itu semua tidak cukup membuat Robert bisa menerima Sofia sepenuh hati. Sikap dan sifat Sofia yang lembut dan penuh kasih malah membuat Robert merendahkan mendiang istri pertamanya itu. Robert bilang istrinya tidak memiliki ambisi untuk mendukung William, segala macam tekanan Kakek berikan termasuk tentang kelahiran seorang pewaris. Hingga membuat Sofia frustasi dan malah mendapat penyakit yang berbahaya yang merenggut nyawa istri pertamanya itu.
Brenda tersenyum penuh ejekan kepada Selena, seolah dia tengah merasa akan memenangkan sebuah kompetisi. Situasi William dan Selena yang terpojok, membuat Brenda seperti memiliki kesempatan untuk merebut William dari pelukan Selana. Kini mereka berlima sudah duduk di sofa ruang tamu keluarga Massimo dengan suasana yang menegangkan. "Apa yang ingin Kakek tanyakan?" William membuka suara dengan setenang mungkin. Robert menatap tajam cucu kesayangannya itu seperti hendak menerkamnya. "Jelaskan pada kami kenapa Gadis itu tidak ada di datar pasien IVF, William!" Suara Robert bahkan menggelegar sampai memenuhi rumah besar itu. "Sudah pasti kek, karena Selena adalah pasien khusus, Angga tidak ingin publik mengetahui identitasnya," William terlihat santai mengahadapi Robert . "Bukankah akan berbahaya jika publik mengetahui lebih awal tentang identitas Selena yang sebenarnya?" Brenda tanpa pikir panjang langsung ikut berkomentar. "Memangnya identitas Selena yang sebenarnya a
Ponsel William tidak berhenti bergetar saat pasangan suami istri itu tengah bersiap untuk menemui Robert. Selena yang melihat ponsel William berdering langsung mengambilkannya dan memberikan kepada suaminya. "Mas ini Dokter Angga, jawablah dulu." "Akhirnya dia menjawab juga panggilanku!" Sambil meraih ponsel lalu mengangkat telepon dengan menjauh dari Selena. "Halo Ga, kenapa Kamu bisa selalai ini membiarkan Kakek dan Ayahku ke rumah sakit tanpa mempersiapkan rencana!" William langsung memberondong pertanyaan kepada Angga dengan nada ketus. Saat ini William sangat kesal kepasa sahabatnya itu yang di nilainya tidak becus untuk menutupi rahasianya. [Maaf Wil, Aku sedang sibuk karena ada seminar dan Resepsionis yang seharusnya bilan
Siang itu, Robert dan Charles mendatangi rumah sakit tempat Angga bekerja. Sudah 3 hari ini Robert menunggu kabar baik yang ingin dia dengar tentang calon cicitnya. Resepsionis menyambut mereka ramah karena sudah sangat mengenal keluarga Massimo. "Selamat Siang Bapak Robert dan Bapak Charles, Ada yang bisa saya bantu?" "Kami ingin bertemu dengan Dokter Angga, bisakah kami langsung menemuinya?" "Baik Pak, tunggu sebentar." Sang Resepsionis segera menelepon ke ruangan Angga tapi tidak ada yang menjawab, Hilda nama Resepsionis Angga lalu mengecek jadwal dokter Angga. "Oh Maaf Pak, hari ini Dokter Angga sedang ada seminar di hotel Anggara, sore nanti baru bisa kembali." Robert terlihat kesal lalu berdecak. "Ck... bagaimana kalau saya lihat cucu dan menantu saya? Dimana
Selena menggeliatkan tubuhnya, sinar matahari membangunkannya di pagi hari itu. Suaminya masih memeluknya erat, Setelah pertempuran panas mereka semalam. William benar-benar mampu mengendalikan diri, untuk tidak mengekspresikan hasratnya terlalu frontal, dia sangat lembut untuk meraih kepuasannya. Kecupan kecil Selena berikan di pipi William, pria itu hanya bergerak sebentar lalu tertidur kembali. Perlahan Selena turun dari ranjang, ranjang tempat mereka memadukan cinta dan memuaskan hasrat. Perut Selena sangat lapar, mungkin karena dirinya tengah hamil, makannya rasa lapar itu sangat mengganggunya. "Oke, kali ini kita akan membuat sarapan apa?" cicit Selena saat membuka kulkas. Bahan-bahan masakan di kulkas sudah tersedia lengkap setelah mereka berbelanja di supermarket kemarin.
Setelah satu hari berada di kantor keamanan, akhirnya Radit di nyatakan tidak bersalah setelah bukti cctv dan pengacara keluarga Radit datang. "Maafkan kami telah melakukan kesalahan telah menangkap orang yang tidak bersalah," ucap seorang petugas dengan nada penuh penyesalan. Terlebih saat tahu latar belakang Radit bukan dari keluarga yang sembarangan, melainkan dari keluarga yang cukup berpengaruh. Radit memaklumi kesalahpahaman yang terjadi, "Masalah ini bisa saya lupakan, tetapi lain kali kalian harus benar-benar mengecek kebenaran informasi yang masuk agar tidak terjadi salah paham seperti ini lagi." Petugas keamanan merasa lega. "Tentu Pak Radit, Terima kasih atas maklum Anda." "Tapi kalau boleh tahu, kalian mendapatkan informasi dari siapa bahwa Saya yang mencuri di supermarket?" Wa
Praaannggggg.... botol kosong bekas wine pecah berkeping-keping ketika di lemparkan ke tembok yang sudah terlihat tua. "Apa yang kamu lakukan! jaga sikapmu Bruno!" Arnold terlihat sangat marah ketika Pria misterius yang bersamanya itu melemparkan botol kosong sampai pecah. Pria misterius itu dipanggil Bruno karena tidak memiliki identitas yang jelas, Arnold bahkan tidak tahu nama asli Pria misterius itu. "Ka..kapan Aku akan mem..membunuh si Wil.. William itu, hah!" Bruno berkata dengan terbata. "Bersabarlah sedikit lagi, kita tetap harus berhati-hati saat berhadapan dengan orang kaya seperti mereka, atau kalau tidak kita sendiri yang akan hancur!" Arnold mencoba untuk menenangkan Bruno. "Aarrgghhhhh," Bruno sangat marah karena selama ini hanya di kurung di bangunan tua tidak berpenghuni. "Kita ha..harus segera melakukan misi kita, kalau kamu tidak mau A..Aku yang akan menghabisinya sendiri!" Bruno hendak keluar dari bangunan tua itu namun Arnold mencegahnya. "Heii.. apa
Ternyata William tidak langsung meminta jatah kepada Selena, melainkan mengajak Selena untuk menonton film bersama. "Kenapa kita malah jadi menonton film sih, Mas?" keluh Selena. "Memangnya kenapa? kamu sudah tidak sabar merasakan monsterku lagi?" ledek William membuat pipi Selena memerah. tapi Selena nampak kesal bahkan bibirnya mengerucut ke depan. "Bukankah kamu yang sudah tidak sabaran sejak tadi?" William langsung memeluk istrinya yang merajuk. "Baby, kita harus melakukannya perlahan-lahan, Mas takut jika kita terlalu menggebu itu akan memperngaruhi kesehatanmu dan juga bayi kita." Selena mendesah, alasan suaminya memang benar. Mereka harus melakukannya dengan berhati-hati. "Lalu kita akan menonton apa?" "Hmmm.." William nampak bingung. "Kita akan menonton film yang penuh dengan romansa." "Baiklah, Ayo kita lihat film itu." William lantas memilih film 364days, film yang terdiri dari beberapa seasons itu cukup fenomenal dan unik. Tapi yang membuat Willia