Dalam satu ranjang besar, William memeluk Selena dalam pelukannya dan tertidur bersama. Wiliam akhirnya bisa menahan gelora hasratnya untuk tidak menyalurkan gairahnya kepada istri mudanya. Kali ini, William sangat berharap bahwa istri mudanya itu bisa segera hamil, agar Kakeknya bisa menerima Selena dirumah itu dan tidak memisahkan mereka. William terbangun dari tidurnya, merasakan geliat lembut dari sisi tubuhnya, Selena berada dalam pelukannya tengah tertidur pulas. "Tidak pernah terbayangkan kau akan menjadi canduku, Selena." William mengusap lembut pipi Selena, menatap gadis muda yang cantik itu adalah miliknya. Seolah tidak ingin membangunkan Selena, William kembali memeluk erat Selena lalu tertidur lagi dalam indahnya mimpi. Saat tengah malam, William terbangun saat merasakan sesuatu yang tengah mengurut-ngurut monsternya dengan lembut. "Ah.. Baby? Apa yang sedang kamu lakukan?" William terkejut ternyata Selena yang tengah mengurut monsternya. "milik
Setelah pertempuran tiada henti semalam, baik William maupun Selena, keduanya keletihan. Dalam selimut yang sama, tanpa busana. William terbangun lebih dulu dari tidurnya karena suara alarm. Selena masih tertidur nyenyak tanpa terganggu suara apapun. Segera William mematikan suara alarm itu, waktu menunjukkan jam 6 pagi tapi udara masih sangat sejuk dan dingin membuat mereka malas untuk beranjak dari tempat tidur. Namun, William kembali teringat bahwa hari itu dirinya harus bersiap untuk pergi ke luar kota karena proyek baru mereka terjadi kendala. Serta karyawan mogok dan berdemo, karena gaji yang belum dibayarkan. Hal yang sama sekali tidak dibayangkan oleh William, pasalnya William sudah memberi intruksi agar hak karyawan selalu di dahulukan. Pasti ada hal yang tidak beres, ada seseorang yang hendak mengacak-acak perusahaan serta proyeknya. Pikiran semrawut William seolah sirna setelah menatap gadis muda dan cantik tengah berada di pelukannya tanpa sepotong pakaian pun.
Setelah menikmati cinta di pagi hari, Selena kemudian membantu William bersiap untuk perjalanan bisnis yang akan memakan waktu selama 15 hari di luar kota. Melihat istrinya yang nampak murung, William memegang lembut janggut Selena dan menatap gadis itu lekat. "Apakah kamu bersedih karena aku akan pergi selama 15 hari?" Selena mendesah lirih. "Kalau aku katakan Ya, apakah mas akan membatalkan kepergian Mas?" "Jika kamu ingin seperti itu, Mas akan batalkan perjalanan bisnis ini," tantang William, dia ingin tahu istri mudanya itu akan menjawab apa. "Tidak perlu, Mas," Selena berusaha tersenyum. "Kamu bukan hanya milikku, melainkan juga perusahaan membutuhkan dirimu, kehidupan banyak orang bergantung pada perusahaanmu, Aku tidak bisa egois memikirkan keinginanku saja." William tersenyum, merasa senang atas perkataan bijak sang istri. "Kalau begitu, bagaimana kalau kamu ikut saja denganku? Jadi kita akan selalu bersama." Segera Selena menggelengkan kepala. "Tidak bisa
Selena di meja makan terasa canggung, bagaimanapun Selena adalah orang asing yang baru masuk ke dalam keluarga itu, Selena belum bisa memahami apa yang disukai oleh Robert ataupun Charles. Brenda pun tetap berceloteh tanpa menghiraukan Selena, seolah gadis itu tidak terlihat, Robert pun hanya menatap ke arah Brenda. Bersyukur, Charles masih menganggapnya ada dan mengajaknya berbicara. "Kamu suka Sashimi, Selena?" tanya Charles ramah dengan senyuman. "Aku belum pernah memakannya, Pak. Tapi aku akan mencobanya." Charles lalu mendekatkan sepiring penuh Sashimi ke hadapan Selena. Hidangan khas dari Jepang dengan potongan ikan mentah dan segar tersaji dengan sempurna. Memang ini untuk kali pertamanya bagi Selena mencicipi makanan yang termasuk mewah menurut Selena, biasanya Selena hanya makan makanan rumahan biasa. "Cobalah, rasanya segar dan juicy, bagus untuk kesehatan." seru Charles pada Selena. Brenda tertawa mencemooh pada Selena. "Yakin kamu bisa makan makanan
Ting! Sebuah pesan masuk ke ponsel William, di saat William masih sudah berada di dalam hotel. William sudah tiba di pulau tempat proyeknya berlangsung saat siang hari. Ketika tengah beristirahat Angga mengiriminya sebuah foto, penasaran William segera membukanya. Kedua mata William bahkan sampai tidak berkedip begitu foto tersebut sudah terdownload. Sebuah foto USG dengan kantung janin kecil di dalamnya, di atas poto USG itu bertuliskan nama Selena Eveline. Hati William merasakan rasa yang campur aduk, tanpa menunggu lagi William segera menelepon Angga untuk meminta penjelasan. William bahkan segera melakukan panggilan vidio call dengan Angga. "Foto yang kamu kirimkan itu, apakah sungguhan?" Wajah William benar-benar serius, sedangkan Angga terlihat santai. "Benar Wil, Selena ternyata sudah mengandung 5 minggu, Selamat." Angga terkekeh sedangkan William masih terpaku, antara senang dan merasa terkejut. Impiannya selama ini untuk memiliki anak, akan seger
Alarm dari ponsel William berbunyi tanda untuk membangunkan sang pemilik ponsel. William menggeliat, otot-otot kekarnya terlihat begitu eksostis dan gagah, pagi ini Pria berusia 35 tahun itu bangun dengan perasaan lega dan bahagia. Terlebih semalam dia telah mendapatkan 'jatah' dari istrinya lewat panggilan Vidio. Segera di ambilnya ponselnya dan mematikan alarm. Ketika memegang ponselnya, William teringat wajah kekasih hatinya yang menggoda dan bergairah semalam, serta pertunjukan hebat yang di buat Selena untuknya. "Aku harus menelepon kekasihku, sedang apa dia di pagi ini?" William bermonolog diri. Tanpa menunggu lagi, segera William memanggil nomor telepon Selena. Nomor yang dia namai Baby dengan emoticon Love itu langsung berdering, tapi Selena belum mengangkatnya sampai dering terakhir. William mendesis, "Apa mungkin istriku itu belum bangun karena kelelahan?" Kembali William mencoba memanggil lagi, kali ini bunyi dering ketiga Selena langsung mengangkat
Pukul 10 pagi, Angga sudah berada di kediaman Massimo. William juga sudah menghubungi Angga agar bisa membawa Selena dengan aman. "Tugas dokter menjemput pasiennya sendiri?" Robert bertanya karena merasa ada sesuatu yang mencurigakan. "Begini Kek, karena pasien yang Aku tangani ini adalah istri dari sahabatku, jadi Aku harus benar-benar melaksanakan tugas dengan baik." Angga mencoba menjawab dengan santai dan senormal mungkin. "Benar juga, kamu memang harus extra untuk melayani keluarga Massimo." Robert menepuk-nepuk pundak Angga, dokter spesialis kandungan yang juga sahabat dari cucunya itu memang sudah sangat dekat dengan keluarga Massimo. Di saat Angga dan Robert berbincang, Selena datang dengan wajah yang lebih segar dan juga sangat fit. Angga pun terpesona oleh kecantikan Selena, tidak biasanya wanita muda itu berdandan sangat cantik, setiap bertemu dengan Angga selalu sederhana dan jarang memakai riasan. Kali ini, penampilan Selena sangat berbeda dan terliha
Kondisi mega proyek yang sedang William kerjakan akhirnya bisa menemui ketenangan. Alasan di balik kekacauan yang terjadi juga sudah di ketahui. "Alasan dibalik kekacauan ini adalah Pak Hans dan putranya Pak Stevan." Sekretaris William mulai memaparkan semua kepada William. "Pak Hans dan juga Pak Stevan, sengaja membuat rumor yang tidak baik bahkan dengan sengaja menahan gaji karyawan, mereka berdua sengaja mengancam staf keuangan untuk melakukan penahanan upah." "Mereka lagi?" William menarik nafas dalam untuk mengontrol emosinya. "Harusnya Saya sudah bisa menebak jika dalang di balik kekacauan ini adalah mereka!" Hanya Hans dan Stevan yang sering berulah dengan proyek dan tatanan yang ada di perusahaan. Merasa memiliki kekuasaan dan juga hak, hingga membuat mereka melakukan hal bodoh tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi. Akhirnya, William lah yang akan repot dan maju membereskan kekacauan yang mereka buat. Bukan William tidak memperingatkan mereka, hanya saj
Brenda segera mengambil pakaiannya dan memakainya, raut wajah Brenda terlihat biasa saja padahal baru saja dia melakukan hubungan intim yang cukup bergairah bersama Angga. "Istirahatlah dulu disini, kamu pasti lelah," Angga mencoba untuk membujuk Brenda dan memegang lengan Brenda. "Kita berdua bisa bermalam disini." Tanpa ragu Brenda segera menepis tangan Angga dengan begitu ketus. "Jangan sentuh Aku lagi!" Tentu Angga menjadi sangat heran dengan perubahan sikap Brenda yang drastis, padahal baru saja wanita itu menjerit penuh kenikmatan saat mereka berdua mencapai puncak klimaks bersama. "Ada apa denganmu, Brenda? Apa Aku melakukan kesalahan padamu?" Angga mencoba untuk mencaritahu perubahan sikap Brenda yang tiba-tiba seperti itu. Brenda menatap Angga dengan sangat tajam dan begitu terlihat sebuah kebencian di sana. "Jangan Kau pikir kita memiliki hubungan spesial hanya karena kita telah melakukan Sex!"Angga menggeleng karena tidak mengerti maksud Brenda. "Tapi kita melakukan
Ternyata Angga dan Brenda bukannya berangkat menuju restoran, mereka malah mengunjungi sebuah hotel bintang 5 yang mewah. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Brenda menghubungi Angga dan memintanya untuk tidur dengannya. "Angga, maukah kamu tidur denganku?" Saat mendengar itu, Angga tercenung, dia tidak tahu harus berkata apa? Tetapi 'jhonny' kecilnya tiba-tiba memberikan respon yang seirama dengan permintaan Brenda. "Kita melakukan ini hanya sekali, one night stand!" ucap Brenda lagi di ujung telepon.Angga kembali meneguk air liurnya dengan susah payah, membayangkan tubuh sexy Brenda yang selama ini menjadi fantasinya. "Baiklah, kita pergi ke hotel Permata di depan sana." "Oke," Brenda menutup teleponnya dan terus mengikuti mobil Angga ke hotel Permata. Seulas senyum penuh misteri menghiasi wajah cantik Brenda. Di hotel permata kini mereka berdua bersama, Brenda tengah duduk di atas lemari kecil sedangkan Angga tengah menikmati liang surgawi milik Brenda. "Aahhh..." Brenda
Setelah pertemuan yang menegangkan dengan William dan juga Selena, Robert segera meninggalkan ruang tamu dan pergi ke kamarnya. Charles menyusulnya dan mencoba untuk tetap menghibur Robert agar tidak terlalu marah kepada putranya dan juga Selena. Kini hanya tinggal Brenda dan juga Angga di sana. "Bisakah Aku mengantarmu pulang, Brenda?" Angga menghentikan langkah tepat di sisi Brenda yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. "Tidak, Terimakasih." Brenda menjawab dengan santai sembari tetap menatap layar ponselnya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya kepada Angga. Angga tetap berusaha mengajak Brenda berbicara walau mendapatkan respon yang tidak baik. "Brenda, bukankah kamu masih mengenalku?" Angga mencoba bertanya lagi seolah mencari cara agar Brenda memperhatikannya.
William membawa istrinya pergi meninggalkan kediaman Massimo. Betapa kecewa hati William pada sikap dan arogansi keluarganya terutama Kakeknya yang tidak pernah berubah. Dahulu ketika dirinya memilih Sofia, William dan Sofia pun tidak kalah banyak menemui rintangan, walau akhirnya Kakeknya menyetujui karena tahu latar belakang Sofia yang berasal dari keluarga yang cukup berpengaruh. Namun itu semua tidak cukup membuat Robert bisa menerima Sofia sepenuh hati. Sikap dan sifat Sofia yang lembut dan penuh kasih malah membuat Robert merendahkan mendiang istri pertamanya itu. Robert bilang istrinya tidak memiliki ambisi untuk mendukung William, segala macam tekanan Kakek berikan termasuk tentang kelahiran seorang pewaris. Hingga membuat Sofia frustasi dan malah mendapat penyakit yang berbahaya yang merenggut nyawa istri pertamanya itu.
Brenda tersenyum penuh ejekan kepada Selena, seolah dia tengah merasa akan memenangkan sebuah kompetisi. Situasi William dan Selena yang terpojok, membuat Brenda seperti memiliki kesempatan untuk merebut William dari pelukan Selana. Kini mereka berlima sudah duduk di sofa ruang tamu keluarga Massimo dengan suasana yang menegangkan. "Apa yang ingin Kakek tanyakan?" William membuka suara dengan setenang mungkin. Robert menatap tajam cucu kesayangannya itu seperti hendak menerkamnya. "Jelaskan pada kami kenapa Gadis itu tidak ada di datar pasien IVF, William!" Suara Robert bahkan menggelegar sampai memenuhi rumah besar itu. "Sudah pasti kek, karena Selena adalah pasien khusus, Angga tidak ingin publik mengetahui identitasnya," William terlihat santai mengahadapi Robert . "Bukankah akan berbahaya jika publik mengetahui lebih awal tentang identitas Selena yang sebenarnya?" Brenda tanpa pikir panjang langsung ikut berkomentar. "Memangnya identitas Selena yang sebenarnya a
Ponsel William tidak berhenti bergetar saat pasangan suami istri itu tengah bersiap untuk menemui Robert. Selena yang melihat ponsel William berdering langsung mengambilkannya dan memberikan kepada suaminya. "Mas ini Dokter Angga, jawablah dulu." "Akhirnya dia menjawab juga panggilanku!" Sambil meraih ponsel lalu mengangkat telepon dengan menjauh dari Selena. "Halo Ga, kenapa Kamu bisa selalai ini membiarkan Kakek dan Ayahku ke rumah sakit tanpa mempersiapkan rencana!" William langsung memberondong pertanyaan kepada Angga dengan nada ketus. Saat ini William sangat kesal kepasa sahabatnya itu yang di nilainya tidak becus untuk menutupi rahasianya. [Maaf Wil, Aku sedang sibuk karena ada seminar dan Resepsionis yang seharusnya bilan
Siang itu, Robert dan Charles mendatangi rumah sakit tempat Angga bekerja. Sudah 3 hari ini Robert menunggu kabar baik yang ingin dia dengar tentang calon cicitnya. Resepsionis menyambut mereka ramah karena sudah sangat mengenal keluarga Massimo. "Selamat Siang Bapak Robert dan Bapak Charles, Ada yang bisa saya bantu?" "Kami ingin bertemu dengan Dokter Angga, bisakah kami langsung menemuinya?" "Baik Pak, tunggu sebentar." Sang Resepsionis segera menelepon ke ruangan Angga tapi tidak ada yang menjawab, Hilda nama Resepsionis Angga lalu mengecek jadwal dokter Angga. "Oh Maaf Pak, hari ini Dokter Angga sedang ada seminar di hotel Anggara, sore nanti baru bisa kembali." Robert terlihat kesal lalu berdecak. "Ck... bagaimana kalau saya lihat cucu dan menantu saya? Dimana
Selena menggeliatkan tubuhnya, sinar matahari membangunkannya di pagi hari itu. Suaminya masih memeluknya erat, Setelah pertempuran panas mereka semalam. William benar-benar mampu mengendalikan diri, untuk tidak mengekspresikan hasratnya terlalu frontal, dia sangat lembut untuk meraih kepuasannya. Kecupan kecil Selena berikan di pipi William, pria itu hanya bergerak sebentar lalu tertidur kembali. Perlahan Selena turun dari ranjang, ranjang tempat mereka memadukan cinta dan memuaskan hasrat. Perut Selena sangat lapar, mungkin karena dirinya tengah hamil, makannya rasa lapar itu sangat mengganggunya. "Oke, kali ini kita akan membuat sarapan apa?" cicit Selena saat membuka kulkas. Bahan-bahan masakan di kulkas sudah tersedia lengkap setelah mereka berbelanja di supermarket kemarin.
Setelah satu hari berada di kantor keamanan, akhirnya Radit di nyatakan tidak bersalah setelah bukti cctv dan pengacara keluarga Radit datang. "Maafkan kami telah melakukan kesalahan telah menangkap orang yang tidak bersalah," ucap seorang petugas dengan nada penuh penyesalan. Terlebih saat tahu latar belakang Radit bukan dari keluarga yang sembarangan, melainkan dari keluarga yang cukup berpengaruh. Radit memaklumi kesalahpahaman yang terjadi, "Masalah ini bisa saya lupakan, tetapi lain kali kalian harus benar-benar mengecek kebenaran informasi yang masuk agar tidak terjadi salah paham seperti ini lagi." Petugas keamanan merasa lega. "Tentu Pak Radit, Terima kasih atas maklum Anda." "Tapi kalau boleh tahu, kalian mendapatkan informasi dari siapa bahwa Saya yang mencuri di supermarket?" Wa