Tessa masih menatap pupil biru Arnold yang menatapnya dalam. Jantung Tessa berdegup dibuatnya. Arnold semakin mendekatkan wajahnya.
No! Apakah pria ini akan menciumnya? Pikiran konyol itu tiba-tiba saja melintas di kepala Tessa. Wangi cologne Arnold sungguh membuatnya dimabuk kepayang. Wangi pria yang sensual, desahnya dalam hati. "Tessa, di mana kamar mandinya? Aku mau mandi," bisik Arnold ke wajah Tessa. Napasnya yang berbau mint membuat Tessa hampir hilang kendali. "Ah, iya, Dad. Kamar mandinya ada di sana. Ayo, aku akan mengantarmu." dengan perasaan yang tak karuan Tessa segera berjalan menuju kamar mandi yang ada di sudut kiri kamar. Crazy! Why, Tessa? Apa yang terjadi padamu? Kenapa sentuhan Arnold pada lengannya terasa sangat posesif? Tidak, tidak, ini tidak benar! Tessa segera menyingkirkan pikiran kotor dalam benaknya itu. "Kamu suka kamar mandinya, Dad?" tanya Tessa sembari memeriksa perlengkapan mandi yang tertata rapi pada rak di sana. Sedangkan ekor matanya diam-diam melirik pada Arnold yang berdiri di belakangnya. "Ya, ini lebih baik dari kamar mandiku di hotel," balas Arnold sembari memindai seisi kamar mandi. "Baguslah kalau kamu menyukainya," tukas Tessa sembari tersenyum tipis. Dia pun memutar tubuhnya untuk segera pergi. Namun, alangkah terkejutnya Tessa, dia membulatkan matanya melihat Arnold sudah meloloskan seluruh pakaiannya, hanya menyisakan celana boxernya saja. Shit! Tubuh yang sangat luar biasa. Gagah dan menggairahkan. Tessa sampai mengangah melihat pemandangan erotis di hadapannya itu. Arnold memiliki kulit yang putih, karena dirinya berasal dari Inggris. Bola matanya biru menyala dengan tatapan yang tegas. Otot-ototnya terlihat menyembul dari permukaan kulitnya yang kencang. Kalau dilihat-lihat, Arnold lebih pantas menjadi model majalah pria daripada seorang pebisnis. Sial! Tubuh Leo pun sama seksinya, bukan? Namun, kenapa tubuh Arnold terlihat sangat menggoda gairahnya. Tessa menggigit bibir bawahnya. "Tessa, bisakah kamu tinggalkan aku sendiri? Aku mau mandi. Atau kamu mau mandi bersamaku juga, hm?" Arnold tersenyum smirk melihat Tessa terus memandangi tubuhnya. Wajah wanita itu seperti sedang menantang gairahnya. "Ah, iya, tentu! Maaf, aku akan keluar sekarang." Tessa segera memutar tubuhnya untuk pergi. Sial! Kenapa dirinya begitu suka memandangi tubuh atletis Arnold. Crazy! Tessa mengumpat dirinya dalam hati sembari berlalu meninggalkan kamar Arnold. Setelah mandi Arnold berniat untuk mengcarger ponselnya, karena ada beberapa klien yang mesti ia hubungi. Sial! Cargernya tertinggal entah di mana. Bagaimana ini? Arnold terus mengacak-acak isi kopernya. Namun, sepertinya carger ponselnya itu memang tertinggal di hotel. Tessa. Ya, mungkin dia bisa meminjam carger ponsel padanya. Tanpa menunggu lagi, Arnold segera meninggalkan kamarnya dan beralih menuju kamar Tessa. Pasti wanita itu ada di kamar, pikirnya. Langkah panjang itu berhenti di depan pintu kamar Tessa. Kebetulan pintunya tidak tertutup dengan rapat. Baru saja Arnold akan mengetuk pintu mahoni di hadapannya. Namun, tiba-tiba ia mendengar suara-suara lenguhan dari dalam sana. Tessa? Apa yang sedang dia lakukan? Percintaan? Tidak mungkin! Leo bahkan belum pulang dari kantor, bukan? Arnold berpikir sejenak, lantas ia mendorong sedikit pada pintu di hadapannya itu. Terlihat Tessa sedang terlentang di tengah ranjangnya. Hanya seorang diri? Arnold tersenyum miring melihat apa yang sedang Tessa lakukan. "Leo, aah!" Racauan Tessa yang tengah mencari kenikmatan tiba-tiba terhenti tatkala tatapan Arnold membuatnya membeku. "Kenapa melakukannya sendiri? Apakah Leo tidak bisa membuatmu puas, Tessa?" Sial! Tessa segera bangkit dan langsung membenahi handuknya. Wajahnya memerah melihat Arnold sedang berdiri di belakangnya. Pria itu sudah memasuki kamarnya. Dia sangat terkejut. "Dad? A-ada apa ke kamarku? Apakah ada yang kamu butuhkan?" Tessa segera bangkit dari ranjangnya. Dia berdiri sembari merapatkan bagian depan handuknya. Tessa menjadi salah tingkah. Arnold sudah melihat apa yang sedang dirinya lakukan. Arnold tersenyum seringai melihat keadaan Tessa saat ini. Wanita cantik dengan rambut panjangnya yang masih basah. Sedangkan tubuhnya yang proporsional itu tampak begitu menantang dengan balutan handuk putih saja. Jakunnya naik turun menelan salivanya. "Tessa, kamu belum menjawabnya. Apakah Leo tidak bisa memuaskanmu, sampai-sampai kamu melakukannya sendiri?" Tessa memalingkan wajah bingung dan malu. Pertanyaan macam apa itu? Tidak mungkin dirinya mengatakan kalau Leo memang sedang bermasalah untuk urusan ranjang saat ini. No! Itu sama saja dia mempermalukan Leo. "Dad, keluarlah dari kamarku. Aku akan berpakaian." Tessa berkata tanpa berani menatap wajah pria di hadapannya itu. Dia segera memutar tubuhnya untuk menuju ruang ganti. "Tunggu, Tessa!" Sial! Arnold mencekal lengan kiri Tessa dengan tiba-tiba. Jantung Tessa berdegup sangat cepat dengan tubuhnya yang tiba-tiba bergetar tak karuan. Arnold menariknya mendekat. Kini tubuh keduanya begitu intim dengan Arnold yang berdiri di belakang Tessa. "Tessa, kalau kamu ingin dipuaskan, aku bisa melakukannya," bisik Arnold. Bibirnya begitu dekat sampai menyentuh daun telinga Tessa. "Lepaskan, Dad!" pekik Tessa. Crazy! Pria di belakangnya itu malah mendekap tubuhnya. Panas dingin menyelimuti Tessa. Dia memejamkan matanya gemetaran saat Arnold menyentuh pipinya dengan sebuah kecupan. Shit! Kecupan laknat itu telah memantik api gairah dalam dirinya. Tidak, Tessa harus menghindar dari Arnold. Ini tidaklah benar! "Dad ...," desah Tessa saat Arnold bermain-main dengan beberapa bagian tubuhnya. Handuk yang melekat pada tubuhnya mulai melorot perlahan. Tessa menggigit bibir bawahnya sembari memejamkan mata. Remahan itu membuatnya terasa melayang. "Bodoh sekali Leo tak bisa memuaskan wanita secantik dirimu, Tessa." Arnold berbisik, lantas mengecup lagi pipi licin Tessa. Kecupan itu membuatnya ingin lebih. Arnold segera memutar tubuh Tessa dan langsung menempelkan bibirnya pada bibir ranum Tessa. Dia melumatnya begitu liar dan lapar. Tessa berusaha berontak dengan mendorong dada bidang Arnold. Sayang, sensasi itu terlalu manis untuk diakhiri. Tessa pun menyerah dan membiarkan Arnold melumat bibirnya dengan bengis. Napas Arnold kian memburu. Tangannya melepaskan lengan Tessa, lantas menelusup ke dalam handuk yang Tessa kenakan. Pupil Tessa membulat sempurna. Tangan Arnold menjelajahi bagian lain dari tubuh Tessa dan membuatnya menggelinjang. Crazy! Ini sangat nikmat baginya. Namun, bagaimanpun Arnold adalah ayah tiri Leo. Tessa masih sangat mencintai Leo. Ini tidak benar! Ia segera mendorong Arnold dengan kasar agar menjauh darinya . "Tessa, why?" Arnold menyeka bibirnya dengan punggung tangannya sembari menatap heran pada Tessa. "Cukup, Dad! Ini tidak benar! Cepat keluar dari kamarku!" Tessa segera berlari menuju ruang ganti. Dia mengunci pintu ruangan itu, lantas bersandar di sana. Crazy! Apa yang sudah dirinya lakukan? Cih! Menjijikan! Dia baru saja berciuman dengan ayah tiri Leo. Namun, tak bisa Tessa pungkiri. Sentuhan Arnold sungguh membuatnya sangat bergetar setelah sekian lama jiwanya terasa hampa. Sentuhan itu bagai setetes oasis baginya yang sedang terdampar di gurun yang tandus. Ciumannya sangat hangat dan posesif, meski agak kasar. Tessa menyentuh bibirnya yang terasa kebas akibat ulah Arnold. Oh, shit! Kenapa ciumannya begitu nikmat? Jangan gila, Tessa! Ini melewati batas! Tessa merutuki dirinya dalam hati, karena dia menyukai ciuman Arnold.Paginya Leo segera terbang ke Toronto - Kanada. Dia juga mengajak William, Mia dan Alex untuk menemaninya. Pikirannya sangat kacau karena mencemaskan Tessa.Semalaman dirinya tak bisa tertidur. Kenapa Nyonya Willson menangis saat menghubunginya? Apa yang sebenarnya terjadi? Leo mengusap wajahnya lalu menoleh pada William yang sudah terlelap di sampingnya. Mereka sedang duduk di dalam pesawat saat ini.Pukul empat sore akhirnya jet pribadi pun mendarat di bandara utama Toronto - Kanada.Leo berjalan sembari menggendong William. Dia sangat senang melihat putranya tampak menikmati perjalanan jauh pertamanya itu. Sementara Mia dan Alex berjalan di belakang Leo. Keduanya juga sangat mencemaskan Tessa.Mobil Limousine putih menjemput Leo di bandara. Nyonya Willson yang mengirim mobil itu untuk menjemput menantu dan juga cucunya. Mobil mewah itu akan membuat perjalanan mereka nyaman menuju kediaman Nyonya Willson di daerah puncak.Sepanjang perjalanan Leo tak banyak bicara. Sementara Mia
Hari berikutnya Nyonya Willson membawa Tessa ke Toronto, Kanada. Leo berusaha mati-matian agar Nyonya Willson tidak membawa Tessa. Namun apalah daya, sang ibu mertua sudah bulat pada keputusannya. Bahkan Nyonya Willson melarang Leo untuk ikut ke Kanada.Hari-hari pun terus berjalan. Sudah hampir enam bulan Tessa koma. Dengan kondisinya tak juga berangsur membaik, akhirnya Nyonya Willson membawanya pulang ke mansion miliknya. Di sana Tessa tetap mendapatkan perawatan medis yang intens.Sementara Leo sedang menikmati hidupnya yang sudah seperti di dalam neraka. Dimana penyesalan selalu membuatnya terpuruk dalam sisi gelap hidupnya tanpa Tessa. Nyonya Willson melarang dirinya untuk melihat kondisi Tessa selama enam bulan terakhir.Hanya William yang membuat Leo tetap kuat untuk bertahan dan terus menjalani hidup yang terasa hampa. Dia selalu mendoakan Tessa dalam kepedihan yang sedang mendera jiwanya. Leo berharap Tessa segera bangun dari koma."Bagaimana dengan kondisi Tessa?"Alex
Siang itu sedang turun salju. Mobil ambulans melaju kencang membawa Tessa menuju rumah sakit. Leo duduk di dalam mobil ambulans. Wajah kuyu pria itu tampak memprihatinkan. Tangan Leo menggenggam jemari Tessa. Hati dan pikrannya diliputi rasa takut yang luar biasa.'Apakah Tessa akan baik-baik saja? Tidak, dia pasti akan baik-baik saja!' bathin Leo tak bisa tenang.Ini semua karena kesalahannya!Ya, Tessa seperti ini karena salahnya! Andaikan dirinya mau sedetik saja menahan emosi dan mendengar penjelasan Tessa malam itu, pasti semuanya tidak akan seperti ini.Leo menggelengkan kepalanya dengan air mata yang berderai. Wajah pucat Tessa yang dia pandangi. Dia sudah salah besar pada istrinya itu. Dia sangat menyesal telah mengusir Tessa dari rumahnya malam-malam, sampai akhirnya hal buruk ini menimpa istrinya."Aku tak pantas dimaafkan, Tessa. Semua ini karena salahku. Namun, aku mohon ... kamu harus bertahan. Paling tidak demi putra kita, William ..." Leo mengecup jemari Tessa dengan
Pesta besar-besaran sedang belangsung di kediaman Hisaki pagi itu. Para tamu dari dalam dan luar negeri tampak sudah memadati pesta. Hisaki Shimada memang seorang Bos Yakuza. Namun, dia juga dikenal sebagai pebisnis yang sukses.Pesta besar itu menghabiskan sampai ratusan juta yen. Persetan dengan semua itu. Baginya menikahi Tessa adalah suatu anugerah yang sangat indah dalam hidupnya. Dia sangat bahagia pagi ini.Tuxedo hitam dengan dasi kupu-kupu tampak begitu gagah membalut tubuh atletis Hisaki. Semua tamu tak henti memuji-muji ketampanan pria itu.Sebagai seorang bos besar dari komplotan para Yakuza, Hisaki memang terlalu tampan dan masih amat muda untuk menaklukan dunia hitam para gengster. Pun demikian dia begitu memesona di mata para wanita, entah kenapa Tessa tak juga jatuh hati padanya.Ah, sudahlah!Persetan dengan semua itu. Hisaki bersulang dengan para koleganya sambil tertawa bahagia. Dia tak ingin merusah mood yang baik di hari ini dengan memikirkan hal yang tidak pen
"Lepaskan aku, Hisaki! Aku tak mau! Hentikan!"Teriakan dan rintihan Tessa menyeruak seisi ruangan luas kamar utama di sebuah mansion mewah. Baru saja dirinya merasa tenang dan akan tertidur, tiba-tiba saja Hisaki datang dalam keadaan mabuk berat.Pria itu langsung menanggalkan pakaian dan memaksa Tessa untuk bercinta. Meski Tessa berusaha menolaknya, tapi dia tak bisa menahan tenaga Hisaki yang jauh lebih kuat darinya. Terpaksa dirinya melayani nafsu liar pria itu."Oh, Tessa ..."Hisaki berdesah puas setelah ledakkan kenikmatan yang baru saja dia rasakan. Sementara Tessa hanya memalingkan wajahnya dari senyum kepuasan Hisaki.Dengan tubuh ringkihnya Hisaki segera berguling ke kasur kosong di samping Tessa. Dia pun segera terlelap. Hisaki sudah tak sabar menunggu pagi tiba. Dia ingin segera menikahi Tessa. Kenikmatan itu sudah membuatnya kecanduan dan gila secara bersamaan.Tessa segera bangkit dari ranjang kusut itu. Ia mengusap kedua pipinya yang basah, lantas berjalan menuju ka
Siang itu di kantor Scoth Company Group.Leo dan Alex yang terlihat sedang duduk di sebuah mini bar yang berada di ruangan CEO. Keduanya sedang menikmati sebotol red wine. Wajah dua orang pria itu tampak sedang dilanda dilema yang rumit.Bagaimana tidak? Tessa telah hilang entah kemana. Leo dan Alex sudah mencarinya ke beberapa tempat. Bahkan mereka juga sudah menghubungi pihak kepolisian dan tim khusus untuk membantunya mencari Tessa.Namun, Tessa tak juga ditemukan dimana rimbanya. Wanita itu seolah hilang bak ditelan bumi.Leo sangat frustasi memikirkan Tessa. Dia juga tak henti menyalahkan dirinya yang sudah mengusir istrinya itu dari rumah. Kini yang ada di kepalanya, bagaimana jika sudah terjadi hal buruk pada Tessa? Dia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai hal itu yang terjadi."Aku sudah menemui Noah untuk melacak keberadaan Tessa. Namun, Noah berkata dia tak bisa melacak keberadaan Tessa. Noah mengatakan, jika ada kemungkinan besar Tessa tak ada di seluruh Am