“Kalian udah liat orangnya?” Tanya seorang perempuan berambut ikal sembari mengaduk tehnya.
“Yang waktu itu nerobos keamanan di depan kan?”
“He’em, perempuan kumal yang dengan enggak tau dirinya ngajuin penawaran ke tuan Arjuna.” Sambung perempuan lain yang saat ini sedang sibuk dengan semangkuk salad dan satu iris dada ayam.
“Dia masih tinggal di rumah utama semalam, mungkin lusa baru di tempatkan di paviliun ini.”
“Apa kita harus buat semacam pesta penyambutan? Perempuan dengan rambut ikal kembali bertanya sembari terkikik.
“Boleh juga, gimana kak?” si perempuan yang sejak tadi sibuk dengan mangkuk saladnya menoleh, bertanya kepada perempuan anggun yang mendengarkan pembicaraan mereka tentang koleksi baru tuan Arjuna Adhiyaksa.
“Boleh aja, sebagi senior kita memang harus mendisiplinkan anak itu kan? Supaya dia tau batasan-batasan apa aja yang harus dia perhatikan di sini.” Anggela tersenyum simpul sembari memakan buah apel sabagai sarapannya.
“Ah, jadi enggak sabar hahaha.” Para perempuan itu kembali terkikik, sibuk membicarakan soal ‘pesta penyambutan’ untuk si anak baru.
***
Alisha menatap bayangannya di cermin, seumur-umur perempuan itu tidak pernah di layani. Karena itu, ketika membuka mata dan menemukan salah satu pelayan berdiri di sisi ranjangnya, Alisha merasa canggung. Terlebih lagi pelayan itu membantunya membersihkan tubuh saat mandi tadi.
“Tuan Arjuna suka perempuan yang cantik, jadi kalau nona ingin bertahan lama di mansion ini anda harus lebih memperhatikan penampilan anda.”
Alisha meringis, “Apa yang akan terjadi kalau tuan Arjuna enggak lagi tertarik dengan mainannya?”
“Mereka akan di lelang.”
Jawaban pelayan perempuan yang sedang menyisir rambuynya membuat mulut Alisha ternganga.
“Lelang?!”
“Iya, tuan Arjuna akan menawarkan mainan yang enggak lagi ia sukai kepada rekan bisnisnya.”
“Gimana kalau perempuan itu enggak mau?”
Gerakan tangan pelayan itu terhenti, Alisha sedikit gugup ketika pelayan perempuan itu menatapnya dengan pandangan datar dari balik cermin.
“Mereka enggak punya pilihan nona, para perempuan yang di tempatkan di paviliun kanan lebih suka menjadi piala bergilir di bandingkan harus menjadi gelandangan di jalan.”
Alisha menganggukan kepala, ia mengerti apa maksud dari pelayan perempuan itu.
“Saya akan bertahan selama mungkin di mansion ini, kamu enggak usah khawatir.” Tekad Alisha, “Saya enggak akan pergi dari mansion ini sampai keluarga Erlang hancur berkeping-keping.” Desis Alisha dengan suara lirih.
‘tok..tok..tok..’
“Apa nona Alisha sudah selesai?”
Alisha mengenali suara Sebastian yang sedang berbicara dengan pelayan yang melayaninya dari balik pintu kamar, perempuan itu berusaha mencuri dengar ketika suara ke dua orang tersebut semakin lirih. Ketika pelayan perempuan yang sejak tadi melayaninya kembali, Alisha tau sudah saatnya ia bertugas menjadi koleksi baru tuan Arjuna Adhiyaksa.
“Sebastian akan mengantar nona ke taman, nona-nona yang lain sudah menunggu anda untuk sarapan bersama.”
Alisha tahu cepat atau lambat semua ini akan terjadi, para perempuan yang sudah lebih dulu menjadi koleksi Arjuna pasti menganggap kehadirannya sebagai ancaman.
“Mari nona, saya akan mengantar anda.” Ucap Sebastian dengan sopan.
Alisha menarik napas panjang, perempuan itu lebih dulu menyiapkan hati untuk menghadapi apapun yang akan terjadi saat sarapan nanti. satu hal yang pasti, Alisha bertekad untuk tidak kalah dalam waktu cepat.
“Ayolah Alisha, kamu pasti bisa menghadapi nona-nona yang lain.” Bisik perempuan itu kepada dirinya sendiri, merasa sugestinya belum cukup Alisha mengulurkan tangan, menggenggam bandul kalung berbentuk hatinya dengan erat, “Demi ibuk Alisha, kamu harus bertahan di tempat ini demi ibuk.”
Warung dagangan Alisha tampak ramai, Ruben berdiri sembari berkacak pinggang. Memperhatikan satu persatu pelanggan yang datang.“Mas, ini uangnya.”“Ah, iya. Berapa total belanjaannya, Bu?”“Lima puluh ribu.”Ruben mengabaikan tawa perempuan paruh baya di hadapannya dan fokus menghitung uang kembalian.“Mas, pacarnya Mbak Alisha?”Ruben mengulas senyum dan membiarkan para pelanggan Alisha berpikir sesuka mereka. Bagi Ruben, lebih baik di kenal sebagai kekasih Alisha dibandingkan harus menerima banyak tawaran tidak masuk akal para pelanggan Alisha yang terlihat sangat semangat menjodohkannya dengan salah satu putri mereka.“Ini Mas, tolong kembaliannya.”Ruben memperhatikan lelaki yang terlihat aneh di matanya, pelanggan Alisha yang satu ini mengenakan topi dan juga jaket kulit di tengah hari yang panas.“Mas,” panggil lelaki itu lagi. “Kembalia
Ruben tertawa senang karena berhasil menjahili Alisha, tetapi raut kesenangan di wajah Ruben menghilang begitu melihat wajah Alisha yang benar-benar seputih kapas.”Astaga, ada apa?””Ada apa?!” Alisha mengepalkan tangannya dengan erat, dengan emosi yang tidak lagi dapat perempuan itu tahan, Alisha menghujani Ruben dengan banyak pukulan. ”Aku kira aku akan mati hari ini!””Oh ayolah, jangan berlebihan.” Ruben mengunci leher Alisha dengan lengannya kemudian memaksa perempuan itu berjalan bersamanya. ”Ayo aku antar kamu pulang.”“Enggak perlu! Aku bisa pulang sendiri.””Serius, Al? Kamu merajuk?” Ruben mengikuti Alisha dengan seringai yang menyebalkan, bagi lelaki itu Alisha memang hiburan yang menarik di sela-sela kesibukannya bekerja. ”Kamu merajuk?””Enggak!”“Benar kamu merajuk.” Ruben menganggukkan kepala seolah i
Galahan tidak bisa diam saja, Brama pasti sudah bergerak dan membuat rencana di luar sana. Ia juga harus melakukan hal yang sama, membangun kekuatannya meski dibatasi dinding penjara. Tekadnya membuat lelaki itu dapat beradaptasi dengan kehidupan penjara yang keras, Galahan memiliki kelompoknya sendiri sekarang.“Ini, aku berhasil mendapatkannya.”Galahan menepuk-nepuk kepala pesuruhnya dengan bangga, entah bagaimana Galahan merasa jika beberapa penjaga mengawasinya. Hal itu membuat lelaki itu lebih berhati-hati dalam bergerak dan mau tidak mau memanfaatkan anggota kelompoknya untuk meraih apa yang ia mau.“Ambillah.” Galahan melempar tiga puntung rokok yang langsung menjadi rebutan, lelaki itu tidak peduli. Galahan memilih beranjak ke sudut ruangan dan menekan sebaris nomor pada ponsel yang berhasil bawahannya pinjam. “Ayolah, kenapa mereka sulit sekali mengangkat telepon dari orang asing!” geramnya karena lagi-lagi Ruben men
Brama memperhatikan penampilannya terbarunya dengan perasaan bangga, lelaki paruh baya itu baru saja memangkas rambutnya menjadi lebih rapi. Brama juga bercukur dengan bersih hari ini, ia juga mengenakan setelan rumahan yang nyaman.”Aku benar-benar merindukan kehidupan ini.””Ini memang kehidupan yang seharusnya Pak Brama miliki.” Yuda datang dengan sekantung belanjaan di tangannya. “Bersiaplah, Nona Anggela mungkin sebentar lagi akan tiba.”“Apa tidak masalah jika aku hanya berpakaian seadanya seperti ini?”Yuda memperhatikan pakaian Brama kemudian mengangguk. ”Ini bukan pertemuan bisnis, santai saja.” Lelaki itu kemudian sibuk dengan berbagai macam bahan masakan dan menatanya di atas meja. ”Anda bisa mengambil wine di gudang, Nona Anggela sangat menyukainya.””Oh, tentu. Biar aku ambilkan.”Begitu kembali, Brama melihat sosok Anggela duduk dengan nyaman di
Sebastian menyambut Ruben dengan langkah memburu, kepala pelayan itu memang menghubungi Ruben begitu menemukan Arjuna terkapar di ruang kerjanya di antara belasan botol wine.“Tuan Arjuna ada di kamarnya.”Ruben mengangguk, tanpa kata lelaki itu membuka pintu lebar yang cukup sering ia masuki. Ruben mendengus, melihat Arjuna dengan wajah pucatnya di kelilingi oleh Anggela dan Regina yang hanya mengenakan pakaian tidur tipis dan kekurangan bahan.”Pergi! aku harus memeriksanya,” usir Ruben tanpa takut.”Kami hanya khawatir, Tuan Arjuna tiba-tiba saja menghilang dan di temukan pingsan di ruang kerja. Padahal sebelumnya kami sedang bersenang-senang.” Regina mengusap dada Arjuna dengan pelan. “Aku enggak mau pergi sebelum memastikan Tuan Arjuna baik-baik saja.”Ruben mendengus. “Jangan khawatir, ini hanya masalah usia.”“Ya!” protes Arjuna tidak terima. ”Pergilah, aku
Sebastian berdiri diam, kepala pelayan itu sama sekali tidak dapat melakukan apa pun saat ini. Arjuna sedang gelap mata, lelaki itu sejak tadi tidak bisa berhenti meneguk winenya sembari berkeliling menghampiri para koleganya. Bukan untuk membicarakan pekerjaan, malainkan memamerkan mainan barunya.”Benar-benar luar biasa, Pak Arjuna. Anda bahkan bisa mendapatkan Regina.”Arjuna memberikan senyum kecil, lelaki berperut buncit di hadapannya ini sama sekali tidak menutupi kekagumannya pada Regina yang memang terlihat menawan dengan gaun malamnya.“Anda harus menghubungi saja jika ingin mengirim Regina ke area pelelangan.”Arjuna terlihat berpikir. ”Entah lah, Pak Rudi. Sepertinya kali ini Anda harus menunggu cukup lama karena aku ternyata merasa sangat puas dengan apa yang sanggup Regina berikan kepadaku.” Arjuna mendekatkan wajah ke telinga koleganya yang sudah berusia tujuh puluh tahun lebih. ”Saya takut Anda tida
Brama tidak bisa berhenti tersenyum, lelaki itu senang karena hari yang sudah lama ditunggunya akhirnya tiba. Galahan yang melihat tingkah teman satu selnya mengerutkan kening keheranan, di dalam hatinya Galahan mencoba menebak-nebak apa gerangan yang membuat Brama kelihatan senang. Lelaki tua itu bahkan sedari pagi sudah berdandan, mencukur kumis, janggut dan bahkan merapikan rambutnya.”Kamu pasti akan merindukanku kawan, tetapi jangan khawatir. Aku akan sering datang mengunjungimu, aku juga akan menjenguk Alisha dan melaporkan keadaan anak perempuan kesayanganmu itu.” Brama tertawa keras, lelaki bahkan sampai terbatuk. ”Aku tidak akan melupakanmu kawan, aku berharap kamu juga sama. Ingat aku sebagai mimpi buruk yang akan terus menghantui hidup putrimu.”Galahan tidak tahan lagi, lelaki itu menarik kerah pakaian Brama dengan kasar. ”Tutup mulutmu tua bangka! Aku sedang tidak ingin mendengar mulut besarmu itu berbicara.”&rdq
“Hey ada apa?”Raina mengulas senyum tipis, perempuan itu mengusap rahang kekasih barunya. Seorang mahasiswa yang kekurangan uang, Raina benar-benar menghamburkan sisa-sisa harta kekayaannya untuk bersenang-senang.“Biasalah, anak manja itu sedang berulah.”“Jangan cemberut begitu.”Raina tertawa geli karena kekasihnya menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Kita kan mau bersenang-senang.”Raina mengangguk. “Mana barangnya?”Si lelaki menyeringai, ia mengeluarkan bubuk berwarna putih yang dibungkus plastik obat. Raina menunggu kekasihnya menyiapkan segalanya, perempuan itu tetap diam dan pasrah ketika lelaki itu mulai menyuntikan benda terlarang itu ke dalam tubuhnya.Raina merasa tubuhnya melayang, perempuan itu merasa senang sebelum tubuhnya mengejang dan ia menutup mata untuk selamanya.***Regina menatap gundukan tanah basah di hadapannya dengan tatapan data
Arjuna merasa suntuk, belakangan ini lelaki itu lumayan banyak pikiran. Karena itu, hari ini ia merasa membutuhkan sedikit hiburan. Arjuna berjalan menuju lemari wine dan mengambil satu botol anggur langka hadiah dari salah satu kolega yang senang dengan hasil pelelangan terakhir.“Anda terlihat lelah,” Anggela memijat bahu Arjuna dari belakang. “Apa aku perlu menyiapkan air hangat untuk berendam?”Arjuna meremas tangan Anggela di pundaknya, lewat gerak mata lelaki itu meminta perempuan itu untuk duduk di pangkuannya.“Kamu ingin berendam?” Arjuna bertanya lirih.“Jika tuan menginginkannya.”Arjuna berpikir sebentar, kemudian menggeleng. Perasaannya masih kacau, ia sedang tidak ingin melakukan apa pun selain menghabiskan koleksi wine mahalnya di lemari.“Aku mendengar cerita yang menarik selama di rumah pengasingan.”“Oh ya?” Arjuna menyesap wine