Share

BAB 2

Author: Ara Hakim
last update Last Updated: 2025-03-02 16:40:45

Pastikan sudah klik “berlangganan”

dengan cara klik “ikuti” di profil penulis

Follow i*******m ara_hakim22

Follow i*******m kelasmenulisonline.ltf

Café Mariot di jalan utama itu tampak sepi karena sudah jam sepuluh malam. Setengah jam lagi tutup. Namun, aku dan Berno masih berbincang-bincang.

“Lu pulang malam gini apa reaksi mertua sama suami?”

“Paling juga mencak-mencak. Udahlah, males gue. Lu udah cari tuh siapa yang namanya Nera?”

“Ini gue lagi kepoin I*******m-nya kali. Gue kayak kenal deh. Tapi di mana, ya?”

“Sini liatin ke gue.” Aku menyambar ponsel di tangan Berno. Layar menampilkan akun I*******m seorang wanita berambut panjang pirang. Aku mengernyit. Entah kenapa seperti pernah melihat Nera di suatu tempat, tetapi aku lupa.

Kukembalikan ponsel itu ke Berno. “Cari yang paling cantik. Biar dia gak malu.”

“Aman, Bos. Lu kejam amat sih, Bil.”

“Lu kayak gak tahu gue aja,” ujarku seraya membuka chat grup W******p keluarga Azmi. Percakapan menumpuk sejak tadi siang. Caci-maki untukku masih berseliweran meski kadang mereka membahas hal lain.

Akan tetapi, di chat terakhir mataku terbelalak. Dimulai dari Romi yang membuat sticker W******p lucu dari fotoku, diikuti Mita. Bahkan terakhir, Mita membuat sticker fotoku di-edit dengan tubuh orang lain yang menampakkan sebagian besar tubuh. Aku seperti tak senonoh saja.

Dasar Mita!

Darahku meluap-luap kalau sampai ia berani menyebar foto fitnah itu. Awas saja. Pembalasanku akan sangat perih untuknya. Akan kubuat ia menyesal telah melakukan itu.

[Wanita panggilan seharga kacang rebus hanya dua rebu. Diobral, diobral, Mas.] Kalimat di grup W******p keluarga itu menyentak emosiku. Aku muntap kali ini.

“Ada apa, Bil? Muka lu jadi merah gitu.”

Tak mungkin aku menunjukkan foto itu pada Berno. “Ini grup WA keluarga si Azmi ngesengin banget, No. Masak si Mita ngedit fotoku jadi gak pake baju gini, iih. Anak cacing! Gila, tuh, anak!”

“Mana liatin!” Berno menjulurkan leher mengintip arah ponselku.

“Iiih, jangan dong. Entar lu malah bayangin gue begini beneran.” Aku menarik ponsel ke dekat dada. “Gue harus buat perhitungan juga sama Mita. Kalau kakaknya bakal nampang di baliho, kalau dia apa, ya? Apa, ya?” Aku berpikir. Tak lama kemudian seolah ada lampu menyala di kepalaku. Ting!

Aku dapat ide untuk membuat Mita kapok. Aku tahu kartu As yang dapat menjatuhkannya. Selama ini kupegang rahasianya erat-erat dan malas aku membahasnya. Namun, kali ini itu akan jadi senjataku. Haha.

“Mita adik Azmi yang ayam kampus itu?” tanya Berno dengan suara lantang, membuat dua pemudi di sebelah meja kami menoleh.

“Psss. Pelan-pelan napa, lu. Bocor aja, tuh, mulut. Kasih no drop biar rapat.”

“Tapi bener, kan? Adik ipar lu itu ayam kampus.”

“Iya. Nah, ini gue mau bantu promosiin dia. Lu bisa urus desainnya kan. Buatin brosur gitu untuk promo dia. Cantumin nomor hp-nya. Pasang wajah dia yang cantik. Ambil aja di I*-nya. Lu tahulah maksud gue.”

“Diih. Abis dia. Bakal didrop-out dari kampusnya ntar.”

“Gue hanya bantu dia supaya laris jualannya.”

Berno tertawa terpingkal-pingkal sambil menggeleng. Dua pemudi di sebelah kami menoleh lagi. Aku menyilangkan telunjuk di depan kening, “dia emang gila.” Begitu Bahasa tubuhku ke dua gadis itu.

“Bisa, kan, lu?” Aku menghentakkan tangan ke meja agar ia diam dari tawanya.

“Serahin aja ke gue. Gak sia-sia gue jadi asisten, lu. Banyak hiburan, tapi banyak dosa juga.” Berno menghirup vanilla latte-nya sampai habis. Tak lama kemudian tangannya terangkat memanggil waitress. “Tambah ocean blue, ya, Mbak.”

“Gak kembung lu minum terus.”

Berno hanya cengar-cengir sambil mengangkat alis dua kali. Aku ada ide lain. Kuhubungi saja Azmi. Aku akan bersandiwara sedikit dan melihat reaksinya. Dari GPS aku dapat mengetahui bahwa ia sekarang belum pulang. Mungkin masih bersama Nera, cinta sejatinya, konon.

[Mas.]

[Ya.] jawabnya singkat. Mana peduli dia padaku, mana ada basa-basi, mana ada pujian dan romantisme.

Ada tujuh keajaiban yang ada di dunia ini. Kalau Azmi memujiku dengan romantis itu akan jadi keajaiban ke delapan.

[Mas, ada grup WA keluarga, ya? Masukin aku doooong] tulisku di pesan WA, pura-pura tak tahu. Padahal aku sudah tahu jelas mereka menggunjingiku di grup itu.

[Gak ada.] Azmi berbohong.

[Beneran, Mas?]

[Iya.]

[Kalau ada tapi kamu bohong, aku gak mau kasih gaji untuk uang belanja lagi, ya. Biarlah semua keluarga kelaparan.

[Eh, jangan gitu, Bilqis, Sayang]

Tak kubalas karena sudah malas. Pukul 22.30. Beberapa waitress tampak sedang beres-beres bersiap untuk tutup.

[Bilqis?] Pesan Azmi masuk lagi. Kuabaikan. Biarlah cemas saja dia.

[Sayang?] lanjutnya memberondongku dengan chat bertubi-tubi. Terserah deh.

“Ayo balik.” Aku meletakkan dua lembar uang di atas meja dan mengajak Berno. Lelaki bertulang lunak itu mengikuti, mengekor di belakangku.

Saat aku hendak masuk mobil, pandanganku tak sengaja menangkap seorang lelaki di seberang sana hanya berkaos putih bercelana pendek. Ia mengenakan sandal jepit, sedang mengorek-ngorek tong sampah seperti mencari makanan atau entah apa.

“Berno, liat tuh orang.” Aku menunjuk dengan gerakan kepala.

Berno yang sibuk bermain ponsel langsung menoleh ke arah yang ku maksud. “Kenapa emang?”

“Kasihan. Malam-malam gini masih nyari makanan di tong sampah. Gue samperin deh, kita ajak jajan nasi goreng atau apa kali aja masih ada yang buka. Gak tega gue.” Aku berjalan menyeberang jalan.

“Ngapain kamu di situ, oi, Mas!” sapaku sebelum sampai, membuat lelaki itu menoleh. Aduhai, rupanya ia tampan mirip Syah Rukh Khan. Rambutnya mirip Liam Hemsworth dan badannya seperti Chris Evans. Wow, mengapa cowok sekeren dia harus bernasib malang jadi tuna wisma di jalanan. Ah, sayang sekali.

Karena terlalu terpesona, aku lupa memperhatikan sekitar. Suara klakson memekik keras. Saat aku terkejut dan menoleh, sebuah mobil melaju kencang ke arahku hingga aku panik. Kakiku lemas tak dapat bergerak. Aku berteriak sekencangnya!

Awas!” Syah Rukh Khan itu tiba-tiba melompat dan mendorong tubuhku. Hingga kami terpelanting.

Suara decit rem mobil terdengar ngilu.

Sementara entah apa yang terjadi, bagaimana caranya, aku terbaring di aspal sementara si Syah Rukh Khan itu sudah berada di atasku dengan posisi telungkup.

Blitz! Kilatan kamera seseorang mengambil gambar.

Aku yang terpesona dengan ketampanan Liam Hemsworth itu langsung terkesiap kala kilatan kamera menyadarkanku. Cepat kami berdiri dan berusaha mengendalikan diri.

“Berno! Siapa yang foto gue tadi!” Aku celingukan menoleh sekitar. Sementara seorang lelaki tampak berlari menuju kegelapan dan menghilang.

“Kamu gak apa-apa?” suara berat Chris Hemsworth kini terdengar indah sekali di kepalaku. Lelaki itu seperti karakter Thor dalam film The Avengers Infinity War. Kalau dari samping lebih mirip Steve Rogers. Ah, sayang sekali ia tak sekaya Tony Stark sang Ironman.

“Aku gak apa-apa.”

Berno tergopoh-gopoh menghampiri kami.

“Lu gimana sih, No. itu yang fotoin gue dibiarin lari. Duh mana adegannya kayak film India lagi pakai peluk-peluk. Ntar jadi fitnah, deh. Pasti jadi bahan bully keluarga Azmi nih kalaus foto tadi sampai kesebar. Makin kesal gue makin dicaci gue.”

“Maaf, Bil, gue khilaf gak terkejar.”

“Emang lembek sih lu kayak cewek.”

“Lu kan tahu jiwa gue feminin.”

“Lagian, kamu ngapain malam-malam ngorek tong sampah. Kurang kerjaan aja. Lapar? Nyari nasi? Ayo aku ajak makan.” Aku beralih ke lelaki tampan itu.

Lelaki tampan rupawan itu hanya tersenyum. Gubrak! Gempa bumi 9,6 skala ritcher di hatiku. Dilanjutkan tsunami setinggi Burj Khalifa, 900 meter. Tak terasa ada air liur yang menetes di ujung bibir.

“Mbak?” ujarnya melambaikan tangan di depan wajahku.

“Eh, iya-iya.”

“Hahahah. Bilqis, elu sampe bengong gitu kayak ngelihat surga lu, Bil.” Berno meledek.

“Mbak gak apa-apa?”

“Aku gak apa-apa.” Senyumku mengembang dengan sendirinya. Eh, bibir! Jangan bertindak semaunya dong. Tiba-tiba semua syarafku tersangkut, susah bergerak. Impuls meletup-letup, jantung berpesta di dalam sana.

“Saya tadi hanya mencari sesuatu.”

“Ooh, kenapa gak nyariin aku aja.” Lidahku bergumam sendiri. “Eh, maaf-maaf, masksudnya, apa cari, kamu, eh, aduh, kamu nyari apa?”

Berno semakin terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya.

“Cincin.”

“Micin?”

Lelaki itu menggeleng. Tampak seperti lebam di bagian pipi dan pelipis. Ia mungkin baru saja bertarung atau dihajar begal.

“Bukan micin, cincin.”

“Oooh.” Aku masih terpaku melihat tampangnya, seperti Zulaikha yang terpaku melihat ketampanan Nabi Yusuf.

“Aku pergi dulu.” Lelaki itu balik kanan. Langkah tegap maju jalan.

“Jangan pergi!”

“Apa?” Ia menoleh balik.

“Eeh, maaf, gak apa-apa. Silakan. Hati-hati.”

Ia mengangguk pelan. Senyum. Berubah Syah Rukh Khan lagi. Tak apalah hanya tuna wisma, tak apalah kalau hanya pemulung, tak apalah hanya berkaos oblong celana pendek sandal jepit. Nanti bisa kupermak jadi cowok maco. Dia ganteng sekali.

Lelaki itu menghilang di ujung jalan dan aku masih terpaku, tak peduli pada Berno yang mulai kesal memanggil-manggil di dekat mobil. Saat aku beranjak dan menuju mobilku, sebuah Ferrari Dino tipe terbaru melintas. Merahnya mengusik mataku. Kira-kira, siapa pemilik Ferrari Dino di kota ini? Tak pernah aku melihat mobil seperti itu, kecuali di Jakarta atau Surabaya.

Ah, hari ini begitu menegangkan.

***

Bersambung ….

Siapa ya laki-laki mirip syah rukh khan itu?

Baca terus babnya berikutnya kak.. dijamin seru! lucu! greget!

Pastikan sudah subscribe dan rate bintang lima …

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   Bab 24

    Mobil merah yang kami naiki sampai dengan elegan di sebuah café mewah di kota kami. De’Leon, begitu tulisan di depan café itu, dengan tampilan minimalis ala eropa dan gambar menu-menu Perancis di sebagian dinding.Harusnya ini adalah momen paling menyenangkan bagiku: menaiki mobil sport keren dengan orang tampan sejagad raya. Namun, hatiku tak begitu menyenangkan, menerka-nerka siapa gerangan orang yang akan kami temui.“Jei, siapa yang akan kita temui, ibu kamu?” Aku mencoba menghibur diriku sendiri. Ayo, Jei, jawab saja kalau itu ibumu. Jangan jawab hal yang kutakutkan.Jei membukakan pintu mobil.“Nanti kamu akan tahu sendiri, sebentar lagi. Aku mohon, Bil, tolong jelaskan sedetailnya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Aku gak mau dia salah paham. Kamu ngerti ‘kan maksudku, Bil?”Aku mengangguk. Jei kemudian mengajakku masuk ke café itu disambut oleh pelayan rapi. Aroma khas memanjakan hidung. Sedap sekali. Di meja nomor 27 itu kami duduk dan tiada sesiapa pun. Orang yang dimaksu

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   BAB 23

    TANGAN Mita gemetar higga tampak kertas fotokopi itu bergetar pula. Matanya sibuk menggerayai permukaan kertas. Bu Saniah heran dan mengkerut keningnya. Suasana mendadak tegang dan sunyi, sayang tiada bunyi jangkrik yang berkerik-kerik.“Ini-ini ….” Mita berujar tapi tak kuat, tersekat.“Ada apa, Mit?” Bu Saniah bergabung dan ikut melihat fotokopi sertifikat itu.“Ini palsu, ‘kan? Ini buat-buatan kamu aja ‘kan Kak Bilqis? Segitunya kamu mau menghancurkan keluargaku, ini pasti palsu. Kak Azmi, katakan ini palsu, Kak. Katakan.” Mita beralih pada Azmi yang masih bersungut.Azmi tak menjawab. Bergeming.“Atau perlu kutunjukkan yang asli?” ancamku pelan saja. “Maksudmu apa, Kak?” Mita memelototkan mata.“Aku bisa buktikan dengan pengacara, saksi bahkan di bawah payung hukum yang sah. Pokoknya, Aku mau kalian pergi dari sini, itu aja. Aku udah gak mau lihat wajah kalian lagi. Dari pada aku selalu emosi dan terus buat dosa, mendingan kalian kuusir. Maaf, jangan tersinggung.” Aku mengangkat

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   Bab 21

    Semua orang diam kecuali suara musik yang menggema kencang. Tegang.“Namanya … Lita.” Azmi menjawab pertanyaan Berno soal siapa wanita simpanannya itu. Seketika hadirin bersorak, riuh, bersiul-siul lalu reda kembali.Sementara Lita sudah salah tingkah. Tatapan kami bertemu dan ia langsung menundukkan kepala, sedikit merasa bersalah, tetapi lebih banyak rasa malunya. Aku mengangkat ujung bibir dan tetap menatapnya tajam. Ini saatnya semua terbongkar, Lita. Takkan ada yang tertutupi lagi.“Fitnah!” Lita berdiri. Kembali suara sorakan di sekeliling menggema. “Ini pasti settingan. Ini hanya dalam rangka hiburan, ‘kan? Jangan percaya ini semua hadirin.”Tak satu pun yang menghiraukan Lita.“Krik krik!” Seseorang menirukan suara jangkrik. Lelucon kalau ada orang berkata, tetapi tiada yang menghiraukan sama-sekali. Beberapa orang terkekeh.“Kayak ada yang ngomong, tapi siapa, ya?” sindir Berno sambil pura-pura celingukan dari tas panggung. Lita tampak semakin kesal dan menghentakkan kakin

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   Bab 21

    Semua orang diam kecuali suara musik yang menggema kencang. Tegang.“Namanya … Lita.” Azmi menjawab pertanyaan Berno soal siapa wanita simpanannya itu. Seketika hadirin bersorak, riuh, bersiul-siul lalu reda kembali.Sementara Lita sudah salah tingkah. Tatapan kami bertemu dan ia langsung menundukkan kepala, sedikit merasa bersalah, tetapi lebih banyak rasa malunya. Aku mengangkat ujung bibir dan tetap menatapnya tajam. Ini saatnya semua terbongkar, Lita. Takkan ada yang tertutupi lagi.“Fitnah!” Lita berdiri. Kembali suara sorakan di sekeliling menggema. “Ini pasti settingan. Ini hanya dalam rangka hiburan, ‘kan? Jangan percaya ini semua hadirin.”Tak satu pun yang menghiraukan Lita.“Krik krik!” Seseorang menirukan suara jangkrik. Lelucon kalau ada orang berkata, tetapi tiada yang menghiraukan sama-sekali. Beberapa orang terkekeh.“Kayak ada yang ngomong, tapi siapa, ya?” sindir Berno sambil pura-pura celingukan dari tas panggung. Lita tampak semakin kesal dan menghentakkan kakin

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   Bab 20

    PLAK!Sebuah tamparan mendarat di pipi Bu Saniah, keras sekali dan tak berbalas. Padahal tadinya Bu Saniah mantan mertuaku itu yang hampir menamparku. Namun, nyatanya tangan Lita yang menamparnya."Jangan sentuh sahabat saya, Bu." Lita menatap Bu Saniah dengan tajam, setajam silet, tetapi bukan acara gosip artis."Heh. Beraninya nampar saya kamu, ya!" ujar Bu Saniah memegangi pipinya. Puluhan pasang mata memperhatikan.Drama apa lagi?Sekonyong-konyong Bu Saniah melayangkan tangan ke pipi Lita. Lita mengelak dan hanya menyentuh dagunya. Beberapa lelaki bagian keamanan kemudian mendatangi mereka dan memisahkan. Bu Saniah diseret ke belakang."Mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi." MC di panggung harus menenangkan kembali para undangan yang masih riuh."Lit, kamu kembali duduk aja. Aku gak apa-apa," pungkasku. Padahal dalam hatiku sedang bertanya-tanya."Oh, ya, dah, aku duduk lagi." Lita lalu kembali ke tempat duduk istimewanya. Sama seperti kursi para petinggi perusahaan. Tida

  • GAMBAR SUAMIKU DAN SELINGKUHANNYA DI BALIHO RAKSASA   Bab 19

    “Oom-oom.” Mita menyeret manajer keuangan perusahaanku, Samian Palupi. Lelaki yang diseret tampak risih dan tak senang. Sebentar-sebentar ia melepas tangan Mita yang memegangi lengannya.“Ada salah satu staf rendahan di perusahaan ini yang sering jahat sama aku, Oom,” adu Mita. Perempuan berambut lurus itu lantas menunjuk-nunjuk ke arahku.“Pecat aja dia, Oom!” Mita merengek macam anak kecil bibirnya mencebik sehingga kelihatan semakin ‘dower’.Aku menggelengkan kepala, tetapi bukan karena terbawa irama musik dari panggung, bukan! Pecat saja kalau berani. Malah sebaliknya, aku yang akan memberhentikan lelaki macam Samian dari perusahaanku.“Eeh, Mita, jangan pegang-pegang tangan Oom gini di tempat umum. Nanti kita ketahuan.” Lelaki bernama Samian itu berusaha melepas tangan Mita yang terus mengupil di hidungnya. Eh, maksudnya terus menarik lengannya.Sementara Mita terus berusaha menggandeng Samian dan menyeret ke arahku. Samian menolak, tentu saja karena tahu kalau wanita yang dimaks

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status