Share

bab 4. Kenapa Bisa Viral

Aku mengangkat bahu. "Entahlah Mi. Hesti tidak peduli. Hesti hanya merasa sakit hati sekali sekarang. Padahal Hesti juga tidak pernah curiga pada mereka."

"Oh ya. Selain overdosis obat kuat dan obat pengencang, apa ada penyebab lain terjadinya gancet?" tanya Mami.

"Ada. Faktor psikologis, faktor trauma dari masa lalu, faktor emosi dan mengidap penyakit kelamin."

"Hm, serem. Apa memang bisa terjadi pada pasangan sah juga?"

Aku mengangguk. Dan saat aku akan membuka mulut untuk menanggapi ucapan Mami, mendadak ponselku berdering.

Aku melihat layar ponsel dan langsung terkejut melihat siapa yang menelpon ku malam-malam.

Asisten bupati!!!

Aku melihat layar ponsel dan langsung terkejut melihat siapa yang menelpon ku malam-malam.

Asisten bupati!!!

Aku segera melangkah kan kaki meninggalkan ruang makan dan menuju ke ruang tamu. Perasaan ku mengatakan bahwa asisten bupati menelepon ku karena kasus yang menimpa mas Adi.

Dan aku tidak mau jika orang tuaku mengetahui dan kepikiran tentang kasus mas Adi. Biarlah kasus perselingkuhan mas Adi ini kuselesaikan sendiri.

"Halo."

"Selamat Malam, Bu Hesti, saya Prawiro. Asisten pribadi bupati."

"Iya. Saya tahu Pak. Ada apa?"

"Saya langsung pada permasalahan yang akan dibicarakan oleh bupati besok ya? Saya hanya ingin mengkonfirmasi saja."

"Baiklah Pak. Silakan kalau ingin menanyakan uneg-uneg yang ada di hati Bapak. Kalau saya mampu, akan saya jawab langsung."

"Baiklah Bu Hesti. Saya tahu kalau hal ini merupakan hal tabu dan menjadi privasi keluarga Ibu, tapi saya menanyakan hal ini karena berkaitan dengan wibawa bupati beserta para stafnya."

Pak Prawiro menjeda kalimatnya sejenak dan menghela nafas. Pasti pak Prawiro merasa tidak enak jika menanyakan tentang perselingkuhan mas Adi.

"Hm, baru saja saya ditelepon oleh bupati bahwa Pak Adi tersandung kasus perselingkuhan bahkan sampai gancet dengan ... Lidia. Apa itu benar?"

'Wah, ternyata pekerjaan Stevanus cepat juga ya untuk memviralkan mas Adi. Rasain kamu, Mas!'

"Iya, benar. Memang telah terjadi perselingkuhan antara suami saya dan Lidia, anak angkat kami. Kalau boleh saya tahu, Pak Bupati dan pak Prawiro tahu darimana?" tanyaku hati-hati.

"Hm, ada video yang tersebar di akun sosial media anonim. Dan akhirnya banyak yang membagikan video itu dengan cepat. Apa bukan Bu Hesti yang menyebarkan video itu?"

"Bukan. Bukan saya. Tidak ada untungnya bagi saya untuk menyebarkan aib mas Adi. Saya memang ada di lokasi kejadian saat mas Adi sedang tertangkap basah tidur dengan Lidia. Bahkan saya yang menolong mereka melepaskan gancetnya. Tapi bukan saya yang menyebarkan video itu."

"Hm, baiklah. Awalnya saya mengira bahwa orang yang sedang mengalami gancet di video itu semata-mata adalah orang yang mirip pak Adi. Tapi ternyata memang benar, pak Adi yang sedang berada dalam video tadi.

Sebenarnya kami kesulitan mentake down dan mencari tahu siapa yang meng-upload pertama kali tentang perselingkuhan Bapak Adi. Apa mungkin Ibu tahu tentang siapa yang mempunyai dendam dengan Pak Adi?"

"Wah, kalau tentang hal itu, bukan urusan saya lagi, Pak. Karena saya telah meminta mas Adi langsung menalak saya tadi pagi. Sekarang saya tidak peduli lagi dan semua yang berkaitan dengan Mas Adi, itu bukan urusan saya."

"Baiklah kalau begitu. Jadi kalau misalkan Pak Adi mendapat SP atau dipecat, Bu Hesti sudah tidak peduli lagi?"

"Tentu saja."

"Baiklah. Terimakasih. Maaf sudah menganggu waktunya."

Aku mengakhiri panggilan telepon setelah pak Prawiro mengucap salam lalu segera mengirim pesan pada temanku. Stevanus. Hacker sekaligus teman SMA ku yang merupakan lulusan terbaik di fakultas IT di kampus nya.

[Terima kasih telah membantuku membalas dendam pada para pengkhianat itu.]

Dan tanpa menunggu lama, pesanku dibalas oleh Stevanus.

[Tentu saja. Aku akan selalu membantumu. Aku masih berhutang budi banyak padamu karena menyelamatkan nyawa adikku satu-satunya.]

Aku menghela nafas dan tersenyum. Aku tidak berbohong tentang viralnya video mas Adi. Karena memang bukan aku yang meng-upload nya di media sosial. Tapi aku hanya mengirimkan video yang kurekam pada Stevanus. Dialah yang selanjutnya kumintai tolong untuk memviralkan nya dengan cara yang aman.

Sakit hati ini rasanya belum terbalas jika mas Adi masih bisa tersenyum dan melenggang bebas.

"Siapa yang menelepon mu, Hes?" tanya Mami yang mendadak ada di belakang ku.

Aku menoleh pada Mami. "Pak Pranowo. Asisten Bupati."

Aku lalu menceritakan semua percakapan aku dan Pak Pranowo. Mami dan Papi hanya bisa tercengang mendengarnya. Mereka semakin terkejut, saat aku menunjukkan video yang telah kurekam tadi pagi pada orang tuaku.

"Kenapa video itu bisa viral, Hes?" tanya Mami.

Aku hanya mengedikkan bahu. "Tidak tahu. Mungkin diantara orang-orang yang kubawa kemarin ada yang merekam mereka diam-diam," sahutku cuek.

"Tapi kamu hebat, Hes."

"Apa maksud Mami?"

"Kemarin kamu saat memergoki mereka tidak marah-marah kan? Biasanya istri sah kalau menangkap basah suami sedang bersama pelakor menjadi bar-bar dan akan menghajar pelakor itu. Tapi di video itu kamu tampak tenang justru mau menolong mereka."

"Hm, Hesti ingin bermain cantik. Sebenarnya Hesti sudah curiga dengan perangai Lidia dan mas Adi. Karena Lidia pernah melihat mereka nonton tivi berdua saat Hesti baru pulang dinas malam di UGD. Tapi Hesti belum ada bukti. Untunglah sekarang Tuhan memberikan bukti yang jelas.

Lagipula, istri sah yang membalas dengan elegan dan tampak sabar, tentu saja akan mendapatkan simpati dan dari para netizen. Dan hal itu pasti akan membuat sanksi sosial yang dialami mas Adi dan Lidia semakin berat."

Papi dan Mami tampak mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Tapi coba kamu jujur. Apa sedikit pun kamu tidak ingin menghajar Adi dan Lidia? Maksud Mami, misalkan kasus ini tidak viral, apa kamu tidak ingin menghajar Lidia yang tidak tahu diuntung itu?"

"Hm, ada sih keinginan untuk menghajar mereka habis-habisan. Istri mana sih yang nggak marah dan sangat sakit hati dikhianati oleh dua orang yang paling dipercayai?

Tapi itu hanya akan mengotori tangan Hesti. Malah nanti bisa-bisa si Lidia playing victim lagi ke rumah sakit dan divisum. Dih, ogah Mi. Lagipula, viralnya mereka sudah bagian dari rencana Hesti termasuk mengalihkan aset yang telah mas Adi dan Hesti kumpulkan selama ini."

Mami dan Papi tampak manggut-manggut. "Baiklah. Selama menurut kamu, hal itu merupakan yang terbaik untuk kamu, Mami dan Papi akan selalu mendukung kamu, Hes."

"Terimakasih. Hesti menjadi lebih kuat karena Mami dan Papi," sahutku tersenyum.

***

Pagi ini aku memilih bersantai sambil menikmati secangkir kopi di taman depan. Untung saja hari ini aku sedang libur dinas. Jadi bisa bersantai, sambil menikmati kasus mas Adi dan Lidia yang tengah bergulir.

Mendadak terlihat sebuah mobil berhenti di depan rumah orang tuaku. Dan terlihat Lidia turun dari mobil itu dan meninggalkannya sendirian di depan gerbang rumah.

Lidia segera menerobos pagar rumah dengan muka merah padam dan mendekat ke arahku.

"Sudah puas kamu, Te? Gara-gara kamu, aku tidak dapat mengikuti ujian akhir sekolah dan langsung di DO!" serunya seraya menuding wajahku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status