Share

bab 3. Perpisahan

"Hm, jadi saat aku menyelamatkan kalian dari gancet, aku telah merekam pose kalian saat gancet."

Mas Adi mendelik. Sedangkan Lidia tampak ketakutan.

"Dasar licik! Bagaimana kamu bisa melakukan hal itu?"

"Yah, tentu saja untuk mengantisipasi kamu agar tidak mengancamku seperti ini. Sekarang, talak aku sekarang juga agar kita resmi cerai secara agama dan biarkan Verico ikut denganku secara damai.

Dan kamu juga harus tanda tangan untuk harta yang kita kumpulkan selama menikah, agar menjadi harta milik anak kita. Untuk persidangan sampai surat cerai keluar, biar kita serahkan pada pengacara."

Mas Adi memandangku dengan tatapan memelas.

"Kenapa? Jangan ruwet Mas, tadi kamu bilang mau menceraikan aku. Sekarang aku kabulkan permintaan mu untuk bercerai dengan ku tapi kamu harus merelakan harta yang telah kita hasilkan bersama selama ini untuk anak kita."

"Tapi itu tidak adil, Ma! Papa tidak akan mendapat banyak harta padahal Papa yang telah bekerja keras selama ini!" seru Lidia.

"Hei Lidia, dengarkan aku baik-baik. Satu, jangan panggil aku Mama. Dua, aku tidak akan pernah rela untuk membagi semua harta yang telah kuhasilkan untuk kamu nikmati! Paham?!"

"Aku juga keberatan, Hes! Bagilah dengan adil harta gono gini dan Verico ikut aku!"

"Hah? Apa kamu tidak tahu malu? Kamu mau Verico ikut pengkhianat seperti kalian? Tidak! Kamu harus menyerahkan harta gono gini ini atas nama aku untuk Verico, atau kamu harus mau menanggung malu karena video ini tersebar di media sosial, kantor bupati dan ... sekolah Lidia."

"Astaga! Kamu benar-benar licik!"

"Pa, aku takut! Aku tidak mau dikeluarkan dari sekolah. Aku hanya perlu ujian saja dan lulus. Aku enggak mau dikeluarkan dari sekolah sekarang, Pa."

Lidia dengan tidak tahu malunya memeluk lengan suamiku. Tapi aku sedikit pun tidak cemburu. Hanya ada rasa sesal karena pernah sempat mencintai orang tidak setia seperti dia.

"Tenang Sayang, aku akan melindungi kamu."

Mas Adi lalu menoleh padaku, "Tunjukkan dulu padaku video yang sudah kamu rekam!"

Aku tersenyum. "Wow, kamu meragukan ancaman aku? Oke, sekarang aku kirim video yang sudah kurekam saat di hotel tadi."

Aku lalu mengirimkan video ke ponsel Mas Adi dan Lidia dan seketika mereka terkejut. Melihat video saat karyawan membuka pintu hotel sampai aku memisahkan mereka yang sudah pingsan.

"Kapan kamu merekam kami?" tanya Mas Adi parau.

"Hm, ada deh. Sekarang bagaimana? Mau video ini tersebar atau kamu penuhi permintaan ku?" tanyaku dengan tangan bersidekap di depan dada.

Mas Adi menghela nafas. "Baiklah. Aku turutin semua mau kamu. Verico dan harta gono-gini menjadi milik kamu. Dan sekarang di hadapan semua keluarga kita, aku ... aku menyatakan bahwa kamu bukan istriku lagi karena telah jatuh talak satu ku padamu."

"Astaga, Hesti, Adi! Jangan bercerai, Nak!"

Mertuaku histeris dan seketika ambruk ke lantai ruang tamu.

"Mama!"

Serentak mas Adi mendekat ke arah Mamanya yang sedang pingsan. Aku dan kedua orang tua ku juga mengerumuni Mami.

"Hesti! Ini gara-gara kamu ya! Awas saja kalau terjadi sesuatu pada Mamaku, aku akan balas dendam padamu!"

Kutatap mas Adi dengan tatapan mencemooh. "Mas, benar-benar enggak ngaca ya?! Sekarang Mas bagaikan buruk muka cermin dibelah!" desisku tertahan sambil mengeluarkan ponsel dan mulai menghubungi ambulance dari rumah sakit tempatku bekerja.

Mas Adi masih melirikku dengan tatapan penuh kebencian. "Aku tak akan memaafkan kamu, kalau terjadi sesuatu pada Mama karena kamu minta cerai!"

"Hei, ngaca dong! Seharusnya kamu tuh yang harus malu pada diri kamu sendiri. Lagipula siapa sih yang mau pernikahan nya dikhianati oleh suami?" tanya Mami membelaku.

"Mas Adi, kamu memang lucu sekali. Sudahlah, yang penting aku sudah lega bisa berpisah dari kamu. Dan untuk saat ini kamu fokus dulu saja pada keselamatan TANTE MIRNA, bukan pada permintaan cerai kita. Oke?!"

Mas Adi mendelik saat mendengar ucapanku yang memanggil mamanya dengan sebutan 'tante.'

'Ah, bodo amat. Sekarang toh kami tidak ada hubungan apapun.'

***

Aku baru saja menyerahkan Tante Mirna pada dokter UGD yang saat ini sedang bertugas, saat mas Adi menghampiri ku.

"Sudah puas kamu melihat Mamaku terkapar lemah di rumah sakit?" tanyanya dengan penuh kekesalan.

"Heh, kamu benar-benar nggak ngaca ya, Di!"

Aku memegang bahu Papi yang sedari tadi terdiam saat Papi bergerak maju ke arah mas Adi. Aku tidak ingin Papi membuat keributan di rumah sakit.

"Mas Adi, asal Mas tahu saja ya. Aku meminta cerai sama sekali tidak berharap Tante Mirna akan pingsan. Itu hanya konsekuensi dari kelakuan kamu yang tidak tahu malu dan berkhianat padaku.

Kamu sudah cukup beruntung karena aku tidak langsung mengadukan kamu ke tempat kamu bekerja. Kalau kamu mau menyalahkan, salahkan saja diri kamu sendiri. Ngaca dulu sebelum menyalah kan orang lain. Sudahlah, semoga Mama kamu cepat sembuh."

Mas Adi terlihat hendak membuka mulut, saat aku lebih dulu bersuara. "Dan Lidia, kamu sekarang harus mulai belajar untuk mengurus calon mertua kamu. Eh, tapi itu urusan kamu pribadi sih. Aku cuma menyarankan saja agar belajar untuk mengurus suami dan mertua. Karena nikah itu enggak cuma ngurus ranjang saja."

Lidia terlihat termenung dan tercengang dengan perkataanku. Dan dia hanya bisa tertunduk.

"Oh iya, sesuai janji, kamu hanya pergi dengan menggunakan harta bawaan. Yaitu mobil kamu. Harta gono-gini berupa rumah akan kujual untuk tabungan Verico. Lagipula, aku tidak mau untuk menempati rumah yang hanya membuat ku terluka saja.

Ingat, jangan mengingkari janji. Karena video Mas pasti akan kusebarluaskan kalau menyalahi janji tentang harta gono-gini yang hanya untuk Verico. Karena harus Mas tahu aku tidak akan pernah ikhlas kalau rumah yang sebagian merupakan hasil jerih payah ku dinikmati oleh pelakor itu!" seruku sambil menunjuk ke arah Lidia.

Mas Adi kehilangan kata-kata. Tangannya mengepal dan wajahnya memerah. Tapi aku tidak peduli lagi.

"Ayo kita pergi dulu Pi, Mi," ajakku melenggang keluar dari koridor rumah sakit.

Aku menghentikan langkahku sejenak dan menoleh lagi pada mas Adi. "Baju kamu dan baju Lidia, akan kukirim ke rumah Mama," ucapku singkat dan tanpa menunggu tanggapan dari Mas Adi, aku kembali berjalan menuju ke halaman parkir rumah sakit.

***

"Hesti, apa Verico tidak bertanya kemana Ayahnya?" tanya Mami saat kita sedang makan bersama.

Aku mengangguk seraya menghela nafas.

"Yah, Verico memang bertanya kenapa ayahnya tidak ikut kesini."

"Lalu, kamu jawab apa?"

"Hm, Hesti cuma menjawab kalau ayahnya menjaga nenek yang sedang opname di rumah sakit."

Mami dan Papi terlihat mengangguk-angguk. "Dimana Verico sekarang?" tanya Mami seraya celingukan mencari cucu bungsunya.

"Tadi sih taman depan, Mi. Bersama Mbok Yem."

"Hm, sebenarnya Mami penasaran dengan gancet dan penyebabnya. Emang apa sih gancet itu?" tanya Mami penasaran.

Kulirik wajah Papi pun juga menandakan rasa ingin tahu. Orang tuaku memang bukan dari lingkungan medis.

Papi dan Mami dulu merupakan ASN tenaga pendidik di sebuah SMA yang baru saja pensiun.

"Jadi gancet itu artinya adalah saat organ reproduksi laki-laki tersangkut dalam organ reproduksi wanita dan tidak bisa terlepas satu sama lain."

Terlihat Mami dan Papi bergidik ngeri dan berpandangan.

"Terus penyebabnya apa? Serem amat sih? Terus apa semua pasangan bisa mengalami hal itu?" tanya Mami penasaran.

Aku tersenyum.

"Ada macam-macam sebabnya sih, Mi. Pertama, gancet atau disebut pen*s captivus itu bisa terjadi saat organ reproduksi laki-laki terisi darah dan terus membesar secara berlebihan dsaat melakukan hubungan. Sedangkan pada organ reproduksi wanita terjadi v*ginismus. Yaitu organ reproduksi wanita yang mengembang dan berkontraksi secara berlebihan saat melakukan hal itu. Sehingga akhirnya nyangkut."

"Waduh, kenapa bisa berlebihan kontraksi nya?" tanya Mami.

"Yah bisa saja. Tadi pagi, Hesti nemu obat kuat dan obat pengencang organ reproduksi wanita di tempat sampah hotel. Pasti mas Adi dan Lidia minumnya terlalu banyak jadi keduanya over dosis. Untung saja enggak sampai jantung, efek sampingnya."

Mami dan Papi manggut-manggut. "Sepertinya di hotel tadi bukan merupakan pertama kalinya mereka melakukan hubungan suami istri."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status