Share

JATUH CINTA LAGI

Duka merundung Ali. Pemuda cool itu hanya memandang sayur asem, sambel terasi dan ikan asin yang dimasak hampir tiap hari oleh ibunya. Romlah, merasa sedih dengan keadaan sang anak yang sedang patah hati.

“Kok, ga dimakan, Al?” tanya Romlah saat makanan yang ia masak masih utuh.

“Ga selera, Nyak,” jawab Ali malas-malasan.

“Kamu masih mikirin Amoy ya?” Pertanyaan Romlah hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh anaknya.

“Mungkin kamu dan Amoy memang tidak jodoh,” nasihat Romlah menghibur sang anak. “Nanti juga nemu yang lebih baik dari Amoy.”

“Tapi, aku tuh cinta mati ma Amoy, Nyak,” kilah Ali. “Udah orangnya cantik, tajir dan wangi lagi.”

Romlah tak menyahuti ucapan sang anak. Ia malah mengambil nasi dan menumpukinya dengan sayur asem, sambel dan ikan asin. Lalu menyantapnya dengan lahap sehimgga membuat air liur Ali menetes.

Ali yang awalnya tak nafsu makan, kini mengambil dua centong nasi dan mengikuti jejak sang ibu. Menyantap hingga tandas masakan kebanggaan di rumah ini.

**************

Tak ada guna berlarut-larut dalam kesedihan. Toh, Amoy tak kembali karena mungkin ia sudah bahagia dengan pernikahannya. Tak memikirkan perasaan Ali yang hancur lebur karena ditinggal nikah pas lagi sayang-sayangnya.

Seperti biasa, tanpa semangat, Ali merapikan barang-barang yang diacak-acak oleh beberapa pembeli. Penjualan akhir-akhir ini memang rame karena banyak barang branded diskon hingga lima puluh persen.

“Mas, ini yang ukuran tiga lapan ada ga ya?” Seorang wanita hitam manis menanyakan ukuran sepatu pantovel.

“Sebentar ya Mbak, saya cari dulu,” jawab Ali segera mencari ukuran yang dipesan. “Ini, Mbak.” Tak lama kemudian Ali kembali.

“Terima kasih.” Gadis manis itu menerima sebuah kardus. Dengan cepat ia mencoba sepatu pesanannya. Menatap kaki cantiknya di depan kaca. Lalu berjalan ke sana kemari untuk mengetes kenyamanan sepatu.

“Mas, aku mau yang ini!” ucapnya setelah mendekati Ali. Tak lama ia sudah mendapat bon dari cowok yang terus memandangnya hingga ke meja kasir.

*****************

Malam minggu kali ini Ali menghabiskan waktu bareng teman-temannya yang mau merelakan malam mingguan tanpa pacar-pacar mereka. Mereka ingin menghibur sahabatnya yang masih galau karena ditinggal sang pacar menikah.

“Bang sate satu ya!”

Sebuah suara wanita menarik perhatian Ali yang sudah selesai makan. Ia menghampiri sosok itu setelah tahu jika ia mengenalnya.

“Kamu cewek yang beli sepatu kemarin kan?” Tanya Ali dengan tersenyum.

Gadis itu mendongak  dan mencoba mengingat-ingat sosok yang sudah duduk tanpa permisi di depannya.

“O, Mas yang di department store itu ya?” tanyanya memastikan biar tak salah tebak.

“Iya,” jawab Ali sumringah, ternyata cewek di depannya itu masih mengingatnya.

 “Kok sendirian? Cowoknya mana?” tanya Ali sambil celingak-celinguk.

“Aku jomblo,” jawabnya lesu.

“Sama, aku juga.” Entah mengapa Ali terlihat girang dengan status Sri.

 “Kenalin, aku Ali Zainal tapi biasa dipanggil Al." Ali mengulurkan tangan yang langsung disambut si wanita.

“Srikandi tapi biasa dipanggil Sri.”

“Asli mana?” tanya Ali.

“Solo. Kamu sendiri?”

“Dari namanya saja udah ketahuan kalau aku orang Betawi.”

“O iya, ya.” Sri manggut-manggut.

“Tinggal di mana?”

“Di kosan Bu Haji.”

“Kalau aku tinggal di rumah warisan bapak bareng ibu,” cerita Ali.

“Yuk pulang!” ajak teman-teman Ali yang sudah selesai makan.

“Pulang dulu ya!” pamit Ali. “Nanti kita calling-callingan,” ucapnya dengan mendekatkan ibu jari dan kelingking ke telinga.

Sri senyam-senyum menanggapi kelakuan teman barunya.

*****************

Setelah pertemuan itu, wajah Sri kerap hadir dalam mimpi dan angan Ali. Anak Romlah itu tiba-tiba punya rasa rindu untuk gadis yang belum begitu ia kenal. Apalagi semenjak ia sering telepon atau kirim pesan, hubungan mereka mulai akrab.

“Aku antar pulang yuk!” ucapnya menawarkan jasa sore itu.

“Tapi aku mau main ke Danau Sunter dulu,” jawab Sri ga enak hati menolak halus tawaran teman barunya.

“Sama siapa?” selidik Ali.

“Sendiri.”

“Ya sudah, aku antar ya!”

Motor matic milik Ali membelah jalanan ke arah Danau Sunter. Tampak parkir tertata rapi. Banyak pengunjung yang menikmati suasana sore di tempat yang sudah disulap menjadi taman indah oleh Pemprov DKI itu.

“Suka ke sini ya?” tanya Ali setelah mereka duduk di bawah pohon rindang, di tepi danau.

“Ga sering sih,” jawab Sri merapikan rambut yang berantakkan diterpa angin.

“Sudah lama ya jadi SPG susu?”

“Setahunan ada kali,” jelas Sri. “Kamu sendiri?”

“Sudah tiga tahun juga sih dan sudah diangkat jadi karyawan tetap.”

“Wah, enak kalau sudah karyawan tetap. Ga mikirin kalau habis kontrak,” seru Sri.

“Iya bersyukur. Meski aku hidup mapan tapi alhamdulillah bisa diangkat karyawan juga.”

“Emang gajinya gede ya?” selidik Sri karena penasaran dengan kalimat teman barunya.

“Standart sih seperti karyawan toko lainnya,” jawab Ali santai. “Tapi kenapa kukatakan mapan karena aku punya sumber penghasilan dari kontrakan sepuluh pintu,” jelas Ali panjang lebar. “Ngerti ga?”

“Iya ngerti,” jawab Sri manggut-manggut.

“Almarhum bapakku dulu itu juragan kontrakan. Ada kali tiga puluhan. Tapi sayang sudah dijualin sama kakak iparku. Tersisa sepuluh kontrakan, semua diwariskan bapak padaku sebagai anak laki-laki satu-satunya.”

“Makanya sama ibu langsung dibalik nama atas namaku biar ga main dijual-jual sama dua ipar yang maruk harta warisan mertua,” ceritanya dengan sedikit kemarahan berapi-api.

“Maaf ya, aku jadi curhat masalah keluargaku ke kamu,” ucapnya yang tanpa sadar sudah membuka aib keluarga pada teman yang baru dikenal.

“Gapapa kok,” ujar Sri sembari tersenyum. “Aku senang dengerin orang curhat.”

“Benarkah?” tanyanya dengan mata berbinar.

“Rata-rata aku jadi tempat curhat sama teman-temanku,” keluh Sri.

“Berarti kamu orangnya sabar ya,” puji Ali.

“Ga juga.”

****************

Ali paling senang jika waktu sudah menunjukkan jam dua belas malam. Itu artinya, ia bisa ngobrol sepuasnya dengan Sri menggunakan paket nelpon murah nol rupiah. Ia memencet nomor sang pujaan hati. Tak lama kemudian, sebuah suara orang bangun tidur terdengar.

“Hallo.”

“Udah tidur, ya?” tanya Ali tanpa dosa.

“Iya,” jawab Sri malas-malasan. “Ada apa?”

“Ga ada apa-apa sih? Mau ngobrol aja,” jawab Ali santai. “Habisnya aku keinget kamu terus sih?” Anak Romlah mulai melancarkan aksinya.

“Gombal.” Sri meladeni.

“Serius,” sahut Ali sembari guling-guling di atas kasur.

Obrolan mereka terus mengalir hingga Ali tak mendengar suara Sri lagi. Rupamya gadis itu ketiduran di tengah-tengah Ali sedang asyik menceritakan tentang dirinya.

“Sri…Sri..?” panggil Ali berulang kali namun tak ada jawaban. “Hallo,” lanjut Ali dengan nada agak meninggi. Namun tetap tak ada sahutan.

"Sri gimana sih?" Gerutu Ali. "Aku kan masih kangen."

Ali menatap lamgit-langit kamar. Lamat-lamat matanya terpejam dan berganti dengkuran.

************

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status