Namanya Srikandi tapi biasa dipanggil Sri. Jomblo akut penghuni kamar kos tiga belas. Paras cantik, hidung bangir, tinggi semampai dan berambut panjang bergelombang. Jika dilihat-lihat ia cantik menawan tapi entah sampai usia dua puluh empat tahun, ia belum juga punya seorang kekasih. Padahal sang ibu di kampung sudah menanyakan kapan ia menikah. Maklum dua sahabatnya dari kecil, Wahyuni dan Wati, keduanya sudah menikah dan mempunyai anak.
“Sri, kamu malam mingguan di rumah saja?” tanya Wulan, teman satu kos-kosan. Dia menempati kamar tepat di depan kamar milik Sri.
“Ya, iya, emang mau ke mana?” Sri melongok ke kamar Wulan.
Tampak temannya itu sudah cantik dengan dress pink selutut, bibir merona pink dan juga bando pink menghiasi rambutnya. Teman Sri ini penyuka warna pink sekaligus menggambarkan tentang dirinya yang feminim habis.
“Aku pergi dulu ya, Sri!” pamitnya berlalu. Semerbak wangi parfum tercium hidung bocah perantauan itu.
“Wangi banget,” komentar Sri.
“Ya iyalah, namanya mau ketemu pacar,” jawab Wulan santai lalu pergi.
Selepas pergi, terlihat kamar kos di sebelah Sri yang dihuni oleh Nur terbuka. Gadis itu tampak cantik dengan balutan jelana jeans dan kaos yang begitu pas ke badan.
“Mau pergi juga?” tanya Sri.
“Ya, iyalah. Kan ini malam minggu. Waktunya bertemu dengan pacar dong,” jawan Nur.
“Bukannya tiap hari bertemu?”
“Beda, Sayang!” Nur mencolek dagu temannya. “Kalau malam minggu itu waktunya memadu kasih di tempat romantis,” selorohnya. “Makanya kamu punya pacar, jangan jomblo melulu!” ejeknya dengan tawa lalu kabur.
Sri memandang ke sekeliling. Kamar kos yang terdiri dari sepuluh kamar ini sepi. Semua penghuninya menikmati malam minggu kecuali dia. Gadis itu masuk kamar lalu menyalakan TV. Sinetron menjadi teman sehari-harinya, saat kedua temannya pulang telat karena pergi dengan pacar mereka terlebih dahulu.
Sri adalah SPG susu untuk usia nol bulan hingga lima tahun. Ia ditugaskna di swalayan yang berada di Sunter Mall. Setiap hari aktivitasnya cuma kerja, kos dan sesekali jalan-jalan. Dulu ketika kedua temannya masih jomblo, mereka sering pergi-pergi dan nongkrong bareng. Namun semua berubah saat kedua temannya menemukan seseorang yang disebut pacar.
*******
“Sri, memang di tempat kerjamu itu ga ada yang laki-laki,” tanya Bu Surti,ibunda Sri.
“Ya ada Bu, emang kenapa?”
“Kok kamu sampai sekarang ga punya-punya pacar tho? Lha temenmu Narti dan Endang saja sudah punya anak kok,” cecar Bu Surti.
“Jangan-jangan kamu ga suka laki-laki ya, Sri?” Pertanyaan sang ibu membuat Sri tercengang.
“Ya Allah Bu, aku itu masih waras. Masih doyan laki-laki,” jawab Sri menyakinkan.
“Kok sampai sekarang belum menikah? Belum punya pacar?” cecar Bu Surti.
“Ya belum ketemu jodoh mau gimana?”
“Jangan-jangan kamu milih-milih ya jadi perempuan?” tuding sang ibu. “Jangan terlalu milih-milih Sri nanti kamu malah ga kepilih.”
Obrolan dengan sang ibu beberpa waktu lalu via ponsel masih teringat. Bagaimana ia mau pilih-pilih sedang pilihan saja tidak tersedia.
Sri memutar otak, bagaimana ia mendapatkan pacar agar tidak terus-terusan dicecar oleh sang ibu dan diejek kedua sahabatnya. Tak sengaja ia membaca iklan biro jodoh di koran yang biasa ia beli.“Apa ikut biro jodoh saja ya?” pikir Sri. “Kali saja nemu jodoh yang cocok.”
Akhirnya Sri menghubungi beberapa nomor yang masih berstatus single. Ada tiga cowok yang masuk kriteria dan asyik diajak mengobrol. Semoga saat kopi darat mereka tidak mengecewakan.
*********
Sebulan asyik ngobrol dan cuap-cuap di dunia maya akhirnya Dandi mengajak ketemuan. Selepas kerja, Sri berniat menghampirinya di Mall Artha Gading, tempat mereka janjian. Untung Kopaja 27 hari ini langsung lewat. Jadi ia bisa segera bertemu dengan teman dunia mayanya.
[ Aku sudah sampai mall. Kamu di mana? ]
Tak lama kemudian Dandi menelpon.
“Aku di KFC, pakai kaos merah. Kamu pakai baju warna apa?”
“Warna biru dongker,” jawab Sri sembari berjalan ke arah KFC. “Aku ke sana.”
“Oke.” Obrolan terputus.
Tampak Sri celingak-celinguk mencari sosok Dandi dengan kaos warna merah di sekitaran pengunjung restoran ayam terlaris itu. Ia garuk-garuk kepala ketika dirasa orang yang dicari tak ditemukan. Karena ada beberpa cowok yang memakai kaos merah namun membawa pasangan.
“Jangan-jangan selama ini aku chatingan sama cowok orang?” pikir Sri bergidik takut disebut tukang rebut pacar orang.
“Sri, ya?” sebuah suara mengejutkannya.
Gadis desa itu menoleh dan mendapati seorang cowok hitam tersenyum padanya. Sebuah senyum yang langsung membuat bulu kuduknya merinding.
“Dandy?” Sri memastikan.
“Iya,” jawabnya sembari mengulurkan tangan. Sedikit ragu Sri membalas. “Cantik juga,” ucapnya dengan mengedipkan sebelah mana membuat mata Sri membulat.
Andai saja ia bisa lari, mungkin ia akan lari sekencang mungkin. Namun apa daya, dia sudah tertangkap basah, ketemu langsung. Tak mungkin ia menghindar, takut menyinggung perasaan Dandy. Makanya untuk menghormati pertemuan ini, ia merelakan waktu untuk mengenal satu sama lain dengan menyantap Fried Chicken nomer satu di dunia.
“Kerja di mana?” tanyanya.
“Di mall,” jawab Sri singkat. “Kamu kerja di mana?” tanya Sri balik.
“Aku sudah sepuluh tahun kerja di pabrik mobil. Sudah karyawan tetap. Gaji UMR belum ditambah kalau lemburan. Kesejahteraan dan kesehatan karyawan terjamin. Bahkan bonus akhir tahun bisa lho buat beli satu unit sepeda motor matic,” ceritanya berapi-api membuat Sri manggut-manggut.
“Mungkin tampang boleh saja di bawah standart. Tapi kalau pekerjaan dan masa depan terjamin tentu tak masalah. Toh wajah bisa dipermak kalau punya duit,” pikir Sri dalam hati.
“Kuantar pulang, ya!” tawar Dandy langsung diiyakan oleh gadis desa itu.
Sri mengekor Dandy ke parkiran motor. Setelah berkeliling, Dandy mengambil helm dan memberikan kepada Sri lalu menarik motor Mega Pro butut. Tampak dahi Sri berkerut. Kerja di pabrik mobil dengan gaji mapan tapi motornya?
“Ayo naik!”
Belum selesai dengan tanya hati, tiba-tiba suara Dandy mengejutkannya. Dengan sedikit manyun, ia memakai helm yang jauh dari standart SNI dan naik di belakang tubuh Dandy.
Semerbak bau apek menyeruak dari jaket yang dipakai Dandy dan hampir saja membuatnya muntah.Sri serasa naik odong-odong ketika diantar Dandy. Terasa tak nyaman dan malu sepanjang jalan bertemu dengan motor mulus keluaran terbaru. Sebuah kejutan datang dari motor teman di biro jodohnya itu. Tanpa permisi, si motor mogok di depan PT. Mandom.
Dandy menoleh ke belakang lalu tersenyum manis pada wajah Sri yang penuh tanya jawab.
“Motornya mogok,” ucapnya dengan gaya nyengir kuda.
Sri menelan saliva lalu turun dengan perasaan dongkol. Obrolan manis tentang gaji, pekerjaan mapan terbanding terbalik dengan situasi di lapangan.
“Kalau begitu aku pulang duluan, ya!” ucap Sri tak mau menunda waktu.
“Oke, lain waktu kita ketemu lagi ya!” sahut Dandy.
Sri melepas helm dan mengembalikannya pada si pemilik motor mogok. Kemudian berlari menyusul Kopaja yang sudah penuh penumpang.
******
Pekan berikutnya, Sri bertemu dengan Leo di ITC Cempaka Mas. Cowok putih, tinggi itu terlihat makin menawan dengan topi hitam yang menutupi rambut.
“Sudah lama nunggu ya?” tanya Sri yang tak enak hati karena telat sejam dari waktu yang dispekati.
“Enggak kok untuk cewek semanis kamu,” jawabnya bertabur gombal.
“Kerja di mana?” tanya Sri mengalihkan obrolan.
“Aku kerja jadi satpam di bank. Alhamdulillah sudah diangkat karyawan tetap dan sekarang lagi nyicil perumahan di daerah Bekasi,” jawabnya panjang lebar.
“Kok ambil di sana? Jauh banget?”
“Kan aku kerjanya di daerah Bekasi dan di sana banyak perumahan yang terjangkau dengan gaji karyawan,” jawabnya bijak. “Kamu sendiri kerja di mana?”
“Di mall,” jawab Sri singkat.
Obrolan mereka terus mengalir meski terkadang terasa garing untuk Sri. Banyak percakapan yang di telepon diulang kembali ketika mereka bertemu.
“Aku pulang, ya!” pamit Sri yang mulai bosan.
“Aku antar!” Leo menawarkan diri dan Sri mengangguk.
Parkiran terasa panas dan sesak oleh motor pengunjung mall yang membludak di akhir pekan. Leo membuka topinya untuk mengusir rasa gerah yang menjalar di rambut. Dari belakang Sri melongo dengan mulut menganga melihat penampilan rambut Leo yang hampir botak separo seperti Mario Teguh.
Kirain cool beneran. Tak tahunya topi itu untuk menutupi kekurangan diri.
******
Malam miggu kelabu, Sri sendirian menyusuri mall yang padat dikunjungi pasangan muda-mudi. Tampak ia asyik melihat-lihat barang-barang yang bertabur diskon di etalase mall. Sehingga ia tak melihat orang-orang yang berjalan melawan arahnya. Dan “Buk!” ia terjatuh karena tertabrak.“Maaf ya, Mbak!” pinta si penabrak dengan membantu Sri bangkit.
“Iya, gapapa,” sahut Sri tak bergairah.
Namun senyum sumringah langsung terlihat saat kedua mata Sri beradu tatap dengan mata orang yang yang menabraknya.“Sri.”
“Ali.”
“Ma siapa ke sini?”
“Sendiri.”
“Aku juga sendiri,” sahut Ali tak lepas dari senyum. “Berarti kita jodoh ya.”
“Maksudnya?” dahi Sri berkerut, tak paham dengan kalimat teman barunya.
“Sebenarnya semenjak pertama kali bertemu, aku sudah jatuh cinta sama kamu.” Ali mengungkap isi hati membuat Sri terperanjat.
“Mau ga, ka..ka..mu jadi pacarku?” lanjut Ali kemudian dengan sedikit grogi.
Sri berpikir sejenak. Mengamati lawan bicaranya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Jika dilihat-lihat, Ali ini cool dan ganteng. Badannya juga proposional. Pakaiannya gaul. Tak ada salahnya mencoba pacaran dengannya. Agar status jomblo akutnya hilang dari kehidupannya dan ia tak lagi dicecar sang ibu serta diejek oleh kedua sahabatnya.
“Aku mau,” sahut Sri kemudian.
Akhirnya Sri bisa melepas status jomblonya. Di usia yang begitu matang, ia merasakan diperhatikan oleh kekasih. Bentar-bentar masuk pesan dari Ali.[Sudah makan belum?][Jangan lupa solat ya!][Met tidur, mimpiin aku!][Love you Honey.][Kangen nih.]Awalnya Sri berbunga-bunga dapat pesan-pesan gombal itu. Namun memasuki usia pacaran mereka yang ketiga bulan, kok ia mulai merasa risih tiap dapat pesan dari Ali.Belum lagi, pacarnya itu selalu menelponnya tengah malam dengan menggunakan paket nelpon murah. Ngobrol ngalor ngidul ga tentu arah hingga dua jam.Jika besoknya shif dua sih ga masalah. Namun jika ia harus kerja pagi, pastinya ia ngantuk dan mengganggu kerjaan.“Matamu kenapa? Kaya mata panda?” tanya leader Sri pagi itu.“Iya, kurang tidur nih, Mbak,” jawab Sri sambil terus merapikan susu.“Tidur jangan malam-malam!” titah sang leader. “B
Hari yang sibuk dan melelahkan. Datang barang dan hari ini sang leader minta hasil penjualan selama sebulan untuk pencairan bonus. Serta merta semua harus selesai hari ini. Belum lagi pengunjung yang ramai di awal bulan.Kesibukan ini membuat Sri tak sempat makan siang meski lapar mendera. Tapi semua tak dirasa karena omset hari ini sungguh luar biasa. Sudah mengisi sepertiga dari target sebulan. Sebelum pulang, ia langsung mengisi form permintaan barang.“Kita makan dulu yuk!” ajaknya saat menemui Ali yang menunggu. “Dari siang belum makan.”“Kok belum makan?” tanya Ali perhatian.“Tadi datang barang dan rame pengunjung. Jadi deh ga sempet makan.”“Ga boleh githu dong, Sayang.” Ali mulai membelai mesra rambut kekasihnya. “Meski sibuk kerja tapi harus disempetin makan. Takut kamu maag.”“Makasih, ya!” ucap Sri langsung bergegas menuju restoran a
Hari yang dinanti tiba. Dari pagi Sri sudah siap berkemas. Membawa bekal untuk dibawa. Tepat jam sepuluh pagi Ali menjemput. Dengan suka cita dua sejoli itu melaju ke tempat wisata ibukota.Meski bukan weekend namun antrian panjang bak ular. Mungkin karena sedang diskon, banyak antusias dari warga untuk berkunjung. Setelah sekian lama menunggu, antrian Ali dan Sri tinggal satu orang.“Yang, mana uangnya?” Ali menadahkan tangan kanan sementara tangan kiri memegang uang seratus ribuan.Wajah Sri langsung cemberut kesal. Dikiranya Ali akan mentraktirnya masuk ke Dufan. Nyatanya seperti biasa, bayar sendiri-sendiri.Tiket sudah dicap di tangan. Sri langsung bahagia memasuki arena bermain. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung mencoba berbagai wahana. Dari yang kalem sampai memacu adrenalin.Karena kesal Sri sengaja naik ini itu sesuka hatinya tanpa minta persetujuan dulu pada Ali. Alhasil Ali mau tak mau ikut dengan kekasihn
Hari ini Sri dapat durian nomplok. Kakak lelakinya yang punya usaha bakso di Solo mengiriminya uang tanpa diminta. Uang itu, dia rencanakan untuk membeli tas. Maklum tas yang ia pakai sehari-hari sudah ketinggalan model.Hari libur yang cerah, Sri meminta Ali untuk mengantarnya ke Mall Arion karena jarah Sunter ke Rawamangun lumayan menguras tenaga jika naik angkutan umum. Harus tiga kali naik angkot.“Mau ngapain Yang, ke Arion?” tanya Ali saat di perjalanan.“Mau beli tas,” jawab Sri singkat.“Kenapa ga beli di Sunter Mall saja?”“Sekali-kali shoping yang jauh.”Satu jam kemudian mereka sampai.Sebenarnya jarak tempuh bisa dicapai empat puluh menitan memakai motor jika jalan motornya dengan kecepatan standart. Namun karena Ali hobi naik motor seperti keong, satu jam sudah sampai itu alhamdulillah.Ali memarkir motor dan menggandeng mesra Sri layaknya kekasih ya
Merantau seorang diri di Jakarta itu harus membuat Sri pinter-pinter ngatur keuangan. Karena jika nanti ia kehabisan uang tak ada yang bisa diandalkan kecuali kalau ia berani ngutang ke teman kerja atau teman kos.Makanya setiap gajian sudah cair, Sri selalu belanja bulanan untuk menghindari belanja ketengan di warung. Karena menurutnya belanja ketengan jauh mahal dan menguras kantong.“Aku mau belanja bulanan dulu,” ucap Sri saat menemui Ali yang sedang menunggu.“Ya udah, aku temenin ya!” sahut Ali langsung menggandeng kekasihnya masuk ke sawalayan di Sunter Mall.Denga sigap Sri mengambil keperluannya selama sebulan. Lalu membeli beberapa cemilan untuk teman nonton TV di kosan.Antrian kasir lumayan panjang. Maklum, mungkin efek tanggal muda, jadi banyak orang belanja.“Seratus lima puluh ribu,” ucap mbak kasir.Sri bersiap mengeluarkan dompet dari tas.“Ada uangnya?&
Meski tak hobi nonton namun Sri kadang kala menyambangi bioskop yang biasa terletak di lantai atas mall-mall. Kebetulan kali ini ada film yang diangkat dari novel laris sedang happening. Dia bergegas mengunci pintu kamar kosan. Liburan kali ini rencananya akan dia habiskan sendirian. Malas liburan bareng Ali jika hanya bikin bete.“Mau pergi, Yang?” tanya Ali yang tiba-tiba sudah muncul di depan gerbang.Sri menggigit bibir dengan dahi berkerut. Berbagai macam pertanyaan muncul kok Ali bisa di sini? Bukannya ia harus kerja.“Kamu ga kerja?” selidiknya.“Bagas minta tukeran off. Aku iyain aja karena aku ingat hari ini kamu libur,” jawab Ali tak lepas dari senyum. “Mau ke mana? Kok sudah cantik aja?” Ali menatap pacarnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Mau nonton,” jawab Sri langsung tak berselera.“Ikut ya!” sahutnya langsung membuat Sri down. Perasaan
Swalayan masih sepi di pagi hari. Selesai beres-beres barang, nyetok dan menulis orderan, Sri ikut bergabung dengan beberapa SPG yang asyik ngobrol dengan satpam swalayan.“Eh Sri, gimana hubunganmu dengan Ali? Masih lanjut?” tanya Opik yang merupakan tetangga Ali.“Baik-baik saja,” jawab Sri bertanya-tanya. Kok tetangga Ali bertanya seperti itu. “Emang kenapa, Bang?” tanyanya sedikit penasaran.“Betah saja kamu pacaran sama cowok pelit,” celetuk Opik membuat Sri terkejut. Wajahnya memerah karena teman teman SPG langsung menatapnya.“Beneran Sri, Ali pelit?” tanya Hani.“Malas banget pacaran sama orang pelit,” tukas Dewi.“Makan ati mlulu tuh,” cibir Ratna sambil tertawa.Reaksi teman-temannya membuat Sri mati kutu. Bingung mau jawab apa karena yang diucapkan tema-temannya benar semua.“Pelit kan sama orang lain. Tapi sama pa
Hari berlanjut. Hubungan Sri dan Ali adem ayem saja. Sri yang santai dan tak pernah membahas apapun. Sedang Ali yang selalu menceritakan impiannya untuk menikah dan punya anak banyak dari Sri membuat hubungan mereka hambar bagi Sri. Namun tidak bagi Ali. Pemuda hitam manis itu betul-betul sudah jatuh hati.“Yang, main ke rumahku yuk!” ajak Ali sepulang kerja. “Ibu pingin ketemu dengan calon mantu,” godanya ditanggapi Sri dengan seulas senyum.Ketemu ibunya Ali? Kenapa takut? Toh ia juga ingin membuktikan ucapan Opik jika pacarmya itu satu keluarga memang pelit. Gadis itu juga penasaran dengan kontrakan yang selama ini digembar-gemborkan oleh pacarnya.“Boleh.” Sri mengiyakan.Keesokan harinya, selepas dzuhur Sri dijemput Ali dan menyambangi rumah Ali di kawasan Warakas. Gang sempit dan pemukiman padat merayap. Sebuah rumah besar dan indah memukau Sri. Pasalnya, Ali begitu pelan mengendarai motor saat di de