Home / Romansa / GELORA HASRAT SANG MAFIA / 2 | Menurutlah, jika ingin ibumu selamat

Share

2 | Menurutlah, jika ingin ibumu selamat

Author: Vieneze
last update Last Updated: 2023-08-29 07:10:17

“Ada apa? Mengapa kau kemari?” teriak Sunny, dia memegang erat batang kelapa sebab Sunny hampir terjatuh. Tangisan Rury merusak perhatiannya pada kelapa-kelapa itu. “Dan—mengapa kau menangis?”

“Mama tidak sadar, Kak. Aku—aku menemukannya tergeletak di lantai. Aku sudah membangunkannya tapi dia tidak mendengar suaraku. Mama—” Rury tidak sanggup melanjutkan kata-katanya lagi. Dia takut membuat Sunny panik dan berakhir jatuh.

Sunny sadar dia harus segera turun dari atas sana, menenangkan tangisan Rury dan mendekapnya. Sementara hatinya porak-poranda, dia gelisah bercampur cemas dengan kondisi ibunya. Dalam kekhawatiran itu, Sunny turun tergesa-gesa bahkan dia tidak sadar telapak tangannya sudah lecet oleh gesekan kasar dari batang pohon kelapa.

Dan ketika Sunny mendapatkan langkah terakhirnya, dia berujar kepada pemilik kelapa, “paman, aku harus segera pulang. Besok saja kerjaan hari ini.”

“Tapi—” pria tua belum selesai berbicara, namun Sunny sudah berlari bersama Rury.

Sunny tahu, dia tidak boleh terlambat. Dia terus berlari walau napasnya sudah hampir habis. Dia tidak peduli jika tubuhnya sangat lelah. Pikirannya terus membayangkan hal buruk yang mungkin terjadinya pada ibunya, namun berulang kali dia membuang pemikiran seperti itu dari benaknya.

Pada akhirnya, mereka tiba di rumah. Namun, pemandangan yang terlihat tidak seperti yang Rury katakan. Dia mendapati bibi Joyce duduk di sebelah ibunya sembari memegang sebuah suntik.

“Rury, ada apa ini?” Sunny bertanya tanpa menoleh, pandangannya terkunci pada wajah bibi Joyce. “Kau bilang ibu tidak sadar, tapi mengapa bibi Joyce ada di sini? Ibu juga terlihat baik-baik saja. Mengapa kau berbohong?”

Rury tidak mampu mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya. Dia hanya menangis yang lebih terdengar seperti penyesalan dan rasa bersalah.

“Oh, jangan marahi bocah itu. Aku yang menyuruhnya untuk berbohong. Semua ini hanya untuk membuatmu datang ke sini. Bagaimana? Menyenangkan bukan dipermainkan oleh kekhawatiran?” bibi Joyce terkekeh.

Sunny menatap bibi Joyce dengan geram. Dia kesal melihat tindakan bibi Joyce yang berlebihan.

“Apa mau bibi sebenarnya? Bukankah sudah kukatakan jangan pernah mengusik kami? Menjauhlah dari ibuku.” Sunny bergegas mendekati ibunya dan berusaha menarik tubuh ibunya dari sisi bibi Joyce. “Mama baik-baik saja, kan?”

Jane mengangguk lemah. “Maaf membuatmu khawatir— mama tidak berdaya dengan perbuatan bibi Joyce. Mama sudah berusaha mencegah Rury, tapi—”

Bibi Joyce segera menaruh mata jarum di kulit leher Jane dan itu membuat lidahnya kelu. “Bergerak lagi, maka ibumu hanya tinggal nama,” ancam bibi Joyce. “Ini adalah obat henti jantung. Jika kusuntikkan pada kakak iparku yang malang ini, menurutmu akankah dia tetap hidup?” Bibi Joyce terkekeh dengan senyum jahatnya.

“Beraninya kau.” Sunny sudah kehilangan rasa hormatnya pada bibi Joyce.

“Astaga, kasar sekali. Kau harus bersikap hormat pada bibimu ini, Sunny. Aku hanya ingin kau menikah dengan Marco. Kau tahu, si brengsek itu tidak akan pernah berhenti menerorku sampai aku memberinya uang.”

“Itu urusan bibi. Bibi bisa memberinya Anne.”

“Aku sudah menjual semua asetku termasuk tanah peninggalan ayahmu. Ah, rasanya semua uang itu tidak cukup untuk melunasi hutang. Aku tidak berniat memberikan putri kesayanganku, karena Marco seorang bajingan.”

“Bajingan? Lantas, aku bukan keponakan bibi? Sampai-sampai bibi tidak merasa bersalah dan kasihan untuk menyerahkan aku pada lelaki macam itu. Bibi sangat picik dan kejam sekali.”

Bibi Joyce terdiam sejenak. Dia tahu bahwa tindakannya sudah melebihi batas, akan tetapi itu tidak masalah baginya. Bibi Joyce menempatkan uang dalam urutan tertinggi dibanding dengan garis hubungan darah. Terlebih dia sudah jatuh tempo. Bibi Joyce harus segera membayar uang yang banyak kepada Marco atau dia akan mendapatkan tubuhnya berada dalam peti mati.

Marco benar-benar menakutkan bagi bibi Joyce.

“Ya, kau benar. Aku sudah lama kehilangan empati sejak semua harta itu merasuki pikiranku. Pokoknya, kau harus menuruti kemauan bibi, sayang. Tidak ada negoisasi lagi.” Bibi Joyce menusukkan ujung jarum sedalam satu cm di kulit leher Jane, namun dia belum menyuntikkan cairan di dalamnya. “Ucapkan selamat tinggal pada ibumu.”

“Kumohon jangan lakukan itu. Biarkan ibuku hidup,” ujar Sunny, dia memeluk Jane dengan erat. “Apapun yang bibi mau akan kulakukan. Tapi tolong jangan sakiti ibuku.”

Sunny hampir saja kehilangan kendali atas air matanya. Dia menahan diri untuk tidak menangis. Dia berusaha menunjukkan pada ibu dan adiknya bahwa dia bukan pribadi yang lemah. Sunny perlu menunjukkan sisinya yang tegar pada Bibi Joyce agar bibi Joyce tidak bisa sembarang melukai mereka dikemudian hari.

Jane menyela dengan tangisan, “tidak. Kau tidak boleh melakukan itu, Sunny. Mama tidak apa-apa, jangan pedulikan mama. Pikirkan saja dirimu. Kau tidak boleh.”

Sunny menggeleng, “aku hanya ingin Mama dan Rury tetap di sisiku. Kalian berdua satu-satunya tujuan hidupku. Jika mama tiada, aku akan mengutuki diriku seumur hidup. Kumohon, jangan khawatirkan aku, Ma.”

Rury mendadak berlari dan mendekap bibi Joyce dan berujar, “bibi biarkan mama hidup. Jangan sakiti mama. Aku janji akan menuruti semua keinginan bibi.”

Tetapi bibi Joyce masih tidak tersentuh dengan tangisan Rury. “Astaga! Drama keluarga yang menyebalkan,” ucap bibi Joyce sembari mendorong Rury menjauh darinya.

Bibi Joyce menarik kembali suntik itu dari leher Jane dan menyimpannya ke dalam tas jinjing semerah darah. Kemudian dia melemparkan senyum seringai puas atas keberhasilannya dalam mengancam Sunny.

“Kau sudah berjanji. Jadi tidak boleh melanggar. Berkemaslah, kau ikut denganku ke kota sore ini.” Bibi Joyce berdiri dan berjalan mendekati jendela sambil mengibaskan tangan ke wajah. “Di sini panas sekali, bahkan penyejuk ruangan pun kalian tidak punya. Untuk itulah kau perlu menuruti bibimu, Sunny. Tersenyumlah! Kau akan menikah dengan orang kaya.”

Ekspresi wajah Sunny mendadak suram. Dia tidak mengira bahwa bibi Joyce akan membawanya secepat ini. Tidak boleh. Sunny tidak bisa meninggalkan ibu dan Rury sendirian. Rury hanya laki-laki remaja yang sedang puber, pencarian jati diri dan sedikit pembangkang. Bagaimana mungkin Rury bisa menjaga ibunya? Sedangkan Jane, dia lemah dan sakit-sakitan. Siapa yang akan merawat mereka berdua?

Sunny melepaskan pelukannya dari Jane. Dia mendekati bibi Joyce dan berkata, “bisakah aku pergi lusa saja? Mama kurang sehat, dan Rury harus sekolah. Aku harus membereskan banyak hal dan—”

“Aku akan merawat mereka. Tenang saja, jangan dipikirkan. Anne pulang dari luar negeri tiga hari lagi. Jadi, dia akan membantu sedikit di sini,” tukas bibi Joyce datar.

Perkataan bibi Joyce sangat meragukan. Dia tidak sebaik ucapannya dan itu mengganggu pikiran Sunny.

Bibi Joyce tidak mungkin berbohong. Tidak, dia licik. Dia pasti berpura-pura. Sunny berusaha membuang pikiran aneh itu dari kepalanya.

Sunny masih berat hati, dia melirik ibunya dengan cemas. “Tapi—”

“Oh, ayolah, pembicaraan selesai. Ingat, kau sudah berjanji Sunny. Aku yang pegang kendali,” tukas bibi Joyce.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mannae
ceritanya menarik. nambah lagi favorit bacaanku
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA     33 | Kecupan terakhir

    Sunny menatap Ryuse dengan mata terbelalak ketika tangan lelaki itu mendekapnya erat. Raut wajah Sunny menggambarkan kebingungan dan ketidakpercayaan. Detak jantungnya berdegup kencang dan Sunny bersumpah bahwa napasnya seolah berhenti—memikirkan apakah yang terjadi benar-benar nyata. “Ryu, apa yang kau lakukan?” Sunny berusaha menyusun kata-kata, namun suaranya terdengar seperti bisikan lembut. “Tetaplah seperti ini sebentar,” sahut Ryuse berbisik. Tangan Ryuse mengusap lembut punggung Sunny. Ryuse tidak tahu mengapa dia harus melakukan hal konyol dan tidak tahu malu seperti ini. Tindakannya yang tiba-tiba ini bukan menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Perbuatan romansa dan hubungan intim antara lelaki dan wanita, Ryuse tidak peduli dengan semua itu sebelumnya. Namun kehadiran Sunny merubah segalanya. Ryuse pun tidak menyadari perasaan itu. Dia hanya tahu itu adalah perasaan empatinya terhadap kisah Sunny. “Jangan salah paham,” imbuh Ryuse. “Aku melakukan ini sebagai ucapan perp

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    32 | Ryuse tidak ingin Sunny pergi

    “Namun, itu hanyalah sebuah benda,” ujar Ryuse. “Aku masih bisa membelinya. Melihatmu yang bertanggung jawab, aku akan membiarkanmu.” “Maafkan aku, Paman. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Ryuse memijat keningnya dan mendengus. “Jangan panggil aku paman. Aku tidak setua itu. Panggil saja aku sesukamu asal jangan sebutan yang tua.” Rury mengangguk dan tersenyum ceria. “Baik, Kakak keren.” “Kakak keren?” Ryuse menaikkan satu alis. “Tentu saja. Aku melihatmu bertarung waktu itu dan itu sangat keren,” ungkap Rury gembira. Ryuse tersenyum tipis dan menimpali dengan wajah tenang, “Itu tidak buruk. Aku suka.” Sementara Marvin tersenyum puas melihat sikap Ryuse terhadap Rury. Dia menang taruhan. Makan malam sepuasnya di Cozy resto akan menjadi hal yang paling menyenangkan untuk Marvin. Setidaknya dia terbebas dari makan roti lapis setiap harinya. Pekerjaannya yang sering menghabiskan waktu di malam hari, membuat Marvin sering mengabaikan makan malam. “Hei, aku menang. Jangan lupakan

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    31 | Mari bertaruh

    Ketika Rury pertama kali memasuki rumah mewah milik Ryuse, matanya terbuka lebar. Dia terdiam sejenak di pintu masuk, menelan ludah dengan pemandangan yang begitu mewah di hadapannya. Langit-langit tinggi, lukisan-lukisan mahal, perabotan klasik, dan hiasan-hiasan yang tersebar di seluruh ruangan. Rury bisa merasakan jawaban di ujung lidahnya, bibirnya bergerak tanpa suara saat dia mencoba untuk menggambarkan betapa takjubnya dia pada kekayaan dan keindahan rumah Ryuse. "Wow, ini... ini luar biasa," gumamnya gemetar. Rumah ini jauh lebih baik dari rumah mereka, jauh lebih nyaman. Tidak ada nyamuk yang akan mengganggu tidur mereka, atau angin laut yang merebak masuk melalui lubang dari jendela mereka. Tatapan Rury berkeliling dengan takjub, membenamkan diri dalam keelokan dan berharap dalam hatinya bahwa dia ingin mempunyai rumah sebesar ini. Itu adalah Rury di hari pertama. Namun yang terjadi sekarang di hadapannya bukanlah hal baik. Setelah tiga hari terlewati dengan bersenang-b

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    30 | Diam-diam memperhatikanmu

    Ryuse terkekeh dan memberikan tatapan pengertian. “Sansan, setiap hal yang kuberikan padamu adalah tulus. Kau jangan berpikir yang aneh-aneh,” ujar Ryuse dengan santai tanpa menyadari bahwa Sunny mungkin saja menyukainya. Sunny bergumam dalam hati saat menatap Ryuse, “Aku hanya takut berharap terlalu banyak dan aku takut melakukan kesalahan dalam membaca perasaan ini.” Dalam momen itu, dokter tiba-tiba datang dan membuat Sunny melompat dari kasur dengan tergesa-gesa. Dokter tersebut, dengan sorot penuh perhatian menilik wadah infus yang hampir habis dan berbicara dengan senyum lebar. “Selamat pagi, pak Ryuse. Bagaimana perasaanmu hari ini?” “Halo dokter. Rasanya lebih baik dari kemarin.” Dokter melakukan beberapa pemeriksaan dan melihat catatan medis, kemudian dia mengangguk puas. “Hasil pemeriksaan menunjukkan peningkatan yang baik. Saya pikir anda sudah cukup pulih untuk pulang ke rumah. Tapi tetaplah menjaga kesehatan dan lakukan kontrol rutin di rum

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    29 | Pelukan pagi yang tak terduga

    Sunny merasa malu dengan kecerobohannya sendiri yang dengan tidak sengaja mengungkapkan bahwa dia menyukai seseorang. Matanya yang bercahaya dan senyumnya yang manis kini terasa begitu berat, dihiasi oleh rasa gugup dan keraguan. Dia berlari ke kamar mandi, berdiri lama menatap wajahnya di depan cermin. Tangan Sunny menyentuh pipinya yang telah memerah, seketika dia menjadi malu dan Sunny membasuh wajahnya untuk menghilangkan rona itu dari wajahnya. Ryuse merasakan ada sesuatu tidak biasa yang terjadi pada Sunny dan pertanyaan-pertanyaan pun mulai mendominasi pikirannya. “Mengapa dia terlihat begitu tergesa? Apa aku salah bicara?” pikirnya sambil mencoba mencari jawaban. Hatinya berdebar, tak bisa menolak rasa ingin tahu yang muncul begitu saja. Tanpa dia sadari, Ryuse pun mulai penasaran dengan pria yang dikagumi oleh Sunny. Pikirannya mencoba membayangkan siapa sosok pria yang dapat membuat Sunny begitu terpana dan membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang siapa pria itu, apa y

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    28 | Kau yang bersinar

    Luigi Kasto, seorang pimpinan dari Red Dragon, sebuah organisasi kriminal yang menyelundupkan senjata dan mengoperasikan rumah perjudian. Dia lelaki yang paling ditakuti di seluruh Rosentown. Tindakannya selalu lebih sulit dipahami, liar, dan keji. Tak seorang pun berani menentangnya. Namun, pria yang di hadapannya itu tidak pernah menunjukkan rasa takut padanya. Pria yang dulu pernah dia 'pelihara' dan dia besarkan untuk menjadi sama dengannya. Ya, pria itu selalu membangkang terhadap perkataan Luigi. Satu-satunya orang yang berani melawan Luigi, Ryuse Adam. Ryuse bukan tidak ingin membalas kebaikan Luigi terhadapnya, apa pun akan dia lakukan—tapi tidak untuk Camila. Hanya Camila. Ryuse tidak pernah memiliki perasaan romantis terhadap Camila. Dia selalu memandang Camila seperti saudara perempuan. Ryuse pernah mencoba memaksa dirinya untuk mencintai Camila, namun dia tidak berhasil melakukan itu. Demi membalas jasa Luigi, Ryuse berkali-kali mencoba membuat dirinya jatuh cinta pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status