"Eh, jangan salah! Itu Lamborghini Serra loh." Ucap wanita pertama semakin bersemangat bercerita begitu mendengar temannya terkesan meremehkan ucapannya.
"Lamborghini Serra? Emang mahal?"
"Bukan mahal lagi, tapi muahal banget. Lihat nih!" Ucapnya lagi sambil membuka salah satu situs otomatif di hpnya.
Ketika dua temannya melihat hpnya, kedua temannya tersebut langsung terbelalak kaget, "What! 110 juta US Dollar?" Ucapnya dengan nafas sesak dan kepala berkedut.
"Dan ini edisi terbatas! I-itu, kalau dirupiahin berapa rupiah yah?" Seru teman disebelahnya terkejut.
Melihat angka yang tertera saja sudah membuat mereka seakan sulit bernafas. Mereka sulit membayangkan, berapa banyaknya nominal angka 110 juta dolar tersebut. Bahkan jika mereka harus bekerja seumur hidup mereka, terus lahir kembali dalam beberapa kehidupan, entah butuh berapa reinkarnasi agar mereka bisa mengumpulkan uang sebanyak itu.
"Hmn, pasti itu kendaraa
Jangan lupa vote dan comment nya yah :v
Teman Rachel yang saat itu masuk lift bersamanya berbisik pelan, "Itu kan si ganteng waktu itu. Tapi, kok.." Bisiknya ragu-ragu begitu melihat Vannesa yang berdiri tepat disebelah Awan. Rachel sebenarnya juga melihat itu, cuma dia kurang memperhatikan sebelumnya karena terfokus pada Awan. Saat temannya menyinggung tentang itu, Ia pun memandang sipit ke arah Awan, 'Kemarin Mikha, sekarang wanita lain lagi yang lebih cantik?' Pikir Rachel mulai ragu dengan pilihan adiknya tersebut. Apa jangan-jangan adiknya telah mencintai seorang playboy selama ini? Ternyata tidak hanya waktu sekolah dulu saja Awan terkenal diantara wanita, bahkan sekarangpun pupularitas Awan dimata wanita justru semakin meningkat. Dua orang teman kerjanya yang waktu itu bertemu dengan Awan, bahkan terang-terangan menyatakan ketertarikannya dengan Awan. Awan paham kenapa Rachel sampai melihat seperti itu padanya, karena adanya Vannesa yang berdiri disebelahnya. Kalau itu cuma teman Rachel,
Saat Awan dan Vannesa keluar dari lift, Ia dapat melihat seorang pria sedang duduk di lobby tamu perusahaan dengan penampilan perlente lengkap dengan jas armani yang menandakan kelasnya sebagai seorang manajer dealer terkemuka dan disebelahnya duduk seorang asisten wanita memegang beberapa dokumen ditangannya.Pria itu sendiri langsung berdiri begitu melihat Awan yang saat itu baru saja keluar dari lift. Mungkin Zack sudah memberitahu tentang ciri-ciri Awan sebelumnya, sehingga saat melihatnya pertama kali Ia langsung dapat mengenalinya."Pak Saktiawan." Sambutnya sambil menunduk hormat dengan diikuti oleh asisten wanita disampingnya."Pak Panjul yah?" Balas Awan hangat sambil menyalaminya dan juga sang asisten wanita."Iya, Pak. Saya kesini mengantar kendaraan untuk bapak." Ucapnya ramah.Awan mengajak Panjul dan asistennya pindah ke lobby dibagian dalam yang lebih private, karena saat itu banyak karyawan yang melirik mereka dari kejauhan
"Oh, tentu saja. Kami tidak akan membuang waktu berharga anda." Panjul langsung melipat senyumnya, Ia tidak menyangka jika Vannesa memiliki karakter yang tegas dan sulit untuk disentuh, "Vanny." Panggil Panjul meminta asistennya untuk mengeluarkan dokumen serta box hitam yang dibawanya.Vanny segera mengeluarkan beberapa dokumen dan juga box dengan desain mewah yang berisikan set kunci Lamborghini Serra. Lalu mereka menandatangani beberapa dokumen transaksi sebelum akhirnya Vanny menyerahkan kunci dan dokumen kepemilikan lamborghini pada Awan.Tidak sampai sepuluh menit, transaksi itupun sudah selesai. Sebenarnya, Panjul mengusulkan agar Awan mengecek mobilnya terlebih dahulu bersama mereka. Tapi pria ganteng tersebut menolaknya, "Saya percaya anda tidak mungkin akan merusak mobil saya." Kata Awan setengah bercanda.Karena memang kenyataannya, perusahaan besar seperti lamborghini tidak mungkin mengirim kendaraan mereka secara asal-asalan, pastinya te
Kini, Vannesa pun menjadi grogi ketika melihat Awan yang duduk anteng disebelahnya. "Ayo berangkat, tunggu apalagi?" Tanya Awan santai karena Vannesa masih belum melakukan apa-apa dan bahkan belum menghidupkan mobilnya. Ia tidak tahu, kalau wanita bermarga Lee tersebut sedang sibuk menenangkan debar didadanya. "Ehmn, ba.baik." Ucap Vannesa gugup. Tangannya bahkan sedikit gemetar ketika menstarter mobil. Ketika mobilnya menyala, raungan mesin V12nya mampu membuat setiap orang yang mendengarnya terpukau kagum, tidak terkecuali Vannesa yang berada didalamnya. "Vannesa, rileks." Ucap Awan dengan senyum tipisnya yang menenangkan. Ia tahu kalau Vannesa sedang gugup melihat dari reaksinya. "Iya, pak presiden. Ini pertama kalinya saya mengendarainya." Kata Vannesa beralasan untuk menutupi kegugupannya. "Its okay, sakarang mari kita jalan." Kata Awan memberi perintah. Mungking karena belum terbiasa, mobil sedikit meloncat ketika Vannes
Gandi, direktur utama Gandi Advertising saat itu sedang melihat layar monitor didepannya yang sedang menampilkan video live di lobi perusahaannya. Ia langsung memeriksa tampilan CCTV di pcnya begitu mendapat kabar dari front officenya kalau perwakilan RA Corporation datang menemuinya. Semula Ia hendak menolak mentah-mentah perwakilan dari RA Grup tersebut, jika saja matanya tidak melihat kearah Vannesa sebelumnya. Pria berusia 50an dan berperut buncit tersebut tertegun beberapa saat lamanya. Begitu melihat kecantikan Vannesa, Gandi pun jadi berubah pikiran. Tiba-tiba seringai jahat terukir diwajahnya, karena itu Ia menyuruh front officenya untuk menyuruh keduanya pergi ke lantai atas untuk menemuinya. Front Office yang bernama Cindy itupun pada akhirnya dengan terpaksa membawa Awan dan juga Vannesa ke ruangan bosnya dilantai atas. Ia sudah menduga apa yang ada dalam pikiran bosnya saat Ia mendapat perintah untuk menyuruhnya
Vannesa tidak menyadari seringai mesum diwajah Gandi Permana, karena saat itu Ia mulai merasakan keanehan dalam tubuhnya. Suhu tubuhnya tiba-tiba memanas dan kepalanya mulai sedikit pusing, Vannesa mengira reaksi tersebut diakibatkan karena faktor kelelahan.Seakan tidak mau membuang waktu lebih lama, Vannesa langsung membahas bisnis mereka. Jujur, Ia merasa tidak nyaman berada lama-lama dalam ruangan tersebut bersama Gandi, walau ada Cindy, karyawan Gandi yang menemani mereka."Jadi, apa maksud anda dengan tiba-tiba merubah nilai jual gedung tua menteng? Bukankah Anda sendiri yang menyepakati harga tersebut dengan pihak kami sebelumnya?" Tanya Vannesa tanpa basa-basi sama sekali sekaligus sebagai ungkapan rasa tidak senangnya dengan cara berbisnis Gandi yang jauh dari etika profesionalisme.Gandi terkekeh ringan tanpa merasa bersalah sama sekali, "Tentu saja bisa, saya yang punya gedung maka sayalah yang berhak menentukan harganya, hehehe."Vannesa langs
"Hmn, saatnya kita berpesta cantik!" Ujar Gandi yang sudah konak berat.Bagi Gandi yang sering menggunakan pil biru tersebut untuk menaklukan banyak gadis incarannya, reaksinya bagai obat kuat. Saat ini, nafsunya sudah penuh sampai ke ubun-ubun dan menuntut penyaluran. Berulang kali Gandi meneguk Saliva ketika melihat Vannesa yang menggeliat tidak berdaya diatas sofanya.Gandi pun mulai melepas pakaiannya sendiri dan hanya menyisakan celananya. Ia melirik Cindy sejenak lalu mengecup bibir front officenya tersebut sebagai rasa terimakasih karena telah membawakan wanita secantik Vannesa untuknya.Ia menampar dan meremas pantat Cindy, "Setelah ini Aku akan bermain denganmu, cantik." Lalu beralih mendekati Vannesa.Cindy hanya tersenyum tipis dan terlihat terpaksa. Jika bukan karena ia butuh pekerjaannya saat ini, Ia tidak akan sudi disentuh oleh bandot tua berperut buncit tersebut. Dan Ia pun tidak berharap Gandi akan menyentuhnya setelah puas denga
"Gandi permana yah?" Awan berkata datar sambil matanya menyipit menatap ke arah Gandi."Rupanya anda cukup punya nyali untuk menantang RA Grup dan bahkan coba melecehkan salah satu petingginya." Lanjut Awan dengan nada dingin.Gandi yang sudah menyaksikan langsung korban kekejaman Awan, merasa begitu ketakutan, sekarang Ia baru mengerti apa yang namanya penyesalan. Dia sekarang tidak lagi memiliki keberanian untuk menegakkan kepalanya dengan sombong seperti biasanya. Dengan terbata Ia menjawab, "To.tolong maafkan saya. Sung.sungguh saya tidak berani. Ini semua hanya kesalahpahaman.. Sa.saya..""Kesalahpahaman?" Sela Awan dengan senyum sinisnya, Ia menunjuk Vannesa yang saat itu tersiksa dengan nafsunya, "Coba jelaskan kesalahpahaman seperti apa yang anda maksud? Jika saya terlambat sedetik saja, hanya Tuhan saja yang tahu apa yang akan anda lakukan pada wakil CEO saya."Duar..Bagai mendengar petir disiang hari, jantung Gandi seakan meledak karena