Namun, satu hal yang tidak diduganya. Pria tersebut sudah dikirim terbang hanya dalam satu tendangan. Ia di kirim terbang, sejauh sepuluh meter ke belakang dan berakhir meringkuk di atas tanah dengan mata melotot dan mengerang kesakitan seraya memegangi perutnya."Hahaha, kenape bang? Baru segitu saja sudah loyo.""Kebanyakan minum nih, bang Sopo. Lututnya sudah goyah, masa ditendang gitu saja sudah keok duluan! Gimana kalau tendangan di ranjang nanti?" Ledek teman-temannya. Mereka berpikir, jika Sopo sedang mabuk. Sehingga bisa dengan mudah di kalahkan oleh Devi."Sini, biar gue yang maju. Kalian lihat ini, perhatikan baik-baik! Biar kalian tahu, bagaimana caranya menaklukan wanita itu." Selanjutnya, pria yang bicara barusan dengan percaya diri maju ke depan. Tentu saja, tatapan mesum tidak lepas dari bagian dada Devi. Ia menegukkan ludah berulang kali, lalu tanpa babibu langsung memajukan tangannya ke target yang di kuncinya.Tap.Dia berpikir, akan mudah menyentuh sepasang melon k
Melihat para preman berniat mengeroyok Devi, Awan tidak tega membiarkan Devi bertarung seorang diri. Dia berniat maju, tapi Devi langsung melotot ke arahnya. "Kamu mau ngapain? Tetap berdiri di sana. Aku masih bisa mengatasinya." "Tapi, mereka.." "Sudah. Kamu lihat saja dari sana!" Ucap Devi lebih tegas. Devi tahu, Awan berniat membantunya. Tapi, dengan kondisi Awan yang sedang hilang ingatan dan juga kekuatan intinya yang sudah hilang, Awan sekarang tak ubahnya seperti pemuda biasa. Meski begitu, ia tetaplah Awan yang memiliki hati baik. Ia berniat maju, pasti karena memikirkan dirinya. Karena itu juga, Devi tidak ingin Awan bertindak sok berani dan sampai melukai dirinya sendiri demi melindungi dirinya. Seperti ucapannya, Devi bisa mengatasi lima preman tersebut dengan begitu mudahnya. Saking mudahnya, mereka bahkan mungkin tidak layak untuk dijadikan sebagai bahan pemanasan sekalipun. Awan hanya bisa bengong menyaksikan semua itu dengan matanya, karena melihat cara Devi yang
"Hmn, kangen banget sama suasana sekolah ini." Saat itu, Sherla dan enam sahabatnya baru saja datang. Mereka sudah membuat janji jauh-jauh hari untuk pertemuan hari ini. Hari ini merupakan hari yang paling bersejarah bagi mereka. Karena pada hari ini, di tanggal yang sama lima tahun lalu, mereka telah membuat janji. Saat itu, mereka hanyalah siswa polos yang sedang bersiap menyongsong impian mereka masing-masing. Namun, puncak semua itu adalah pertemuan hari ini. Pertemuan yang sudah lama mereka nantikan. Sekarang, mereka telah lulus dan sedang menapaki jenjang emas dalam karir mereka masing-masing. "Apa yang kalian tunggu? Ayo, kita masuk. Mungkin saja 'dia' sudah menunggu kita." Ajak Radit berinisiatif pertama kali, karena ke enam sahabatnya seakan masih larut dengan nostalgia mereka dengan sekolah ini. "Ih, Radit gangguin momen kita aja." Ujar Siska cemberut. Namun, ia tidak bisa protes lebih dari itu, karena ucapan Radit ada benarnya. Selain mereka reuni hari ini, tujuan lai
Siska, sekarang bekerja sebagai manajer di salah satu bank swasta internasional. Sebuah lonjakan karir yang luar biasa, mengingat usianya yang masih sangat muda. Veby, gadis chubby yang sekarang menjadi akuntan manajer di sebuah perusahaan multinasional. Pelanggan perusahaan ini bukan sekedar perusahaan lokal semata, tapi sebagian besar berasal dari Eropa dan Amerika. Jelas pendapatan yang dihasilkannya tidaklah sedikit. Lina, berkulit kuning langsat dan dulunya suka bicara ceplas-ceplos. Sekarang tampak jauh lebih kalem, namun auranya terlihat begitu dewasa. Dia kabarnya berhasil mendirikan sebuah butik atas namanya sendiri dan sekarang sudah memiliki banyak cabang yang tersebar di seluruh tanah air. Lalu, ada Sherla. Siswanya yang dulu cukup pendiam namun sangat pintar dalam mata pelajaran matematika, bidang yang diajar oleh dirinya. Sekarang, Sherla telah berhasil menjadi guru di salah satu sekolah menengah swasta berlevel internasional di Jakarta. Seperti yang ditanyakan oleh S
"Ada apa, Dit?"Tanya Novi dan yang lainnya penasaran, karena Radit tiba-tiba berhenti dan terpaku pada satu tempat. Saat mereka melihat apa yang sedang dilihat oleh Radit, mereka sama terkejutnya dengan Radit. Ketika melihat ada seorang wanita sedang duduk di pojok atap seorang diri. Perawakannya yang dewasa, jelas menunjukkan kalau dia bukanlah salah seorang siswi di sekolah sana."Dia siapa?"Wanita yang sedang duduk di pojokan atap sedang larut dengan suasana sekolah dan momen 'spesial'nya yang pernah terjadi tepat di bangku tersebut.Ia sedikit terlambat menyadari, jika telah ada orang lain selain dirinya di sana. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, dia berpikir orang yang datang adalah pria yang sedang ditunggunya. Saat ia berbalik, di sana ia menemukan sekelompok orang sedang menatap dirinya. Sekilas tampak kekecewaan dalam matanya, karena mereka bukanlah orang yang ingin ia temui saat ini.Namun, ia dengan cepat merubah raut wajahnya.'Tentu saja, itu mereka. Siap
"Tapi, kenapa kamu memakain nama panggung Ardella dan bukannya Karin?" Tanya Shiren sedikit bingung."Kan itu masih nama belakangku, Karin Ardella, ingat?""Hmn, iya benar. Lalu, kenapa kamu bisa ada di sini sekarang, Rin? Apa sedang ada konser di kota ini atau memang ada rencana bertemu seseorang di sekolah kita?" Tanya Shiren yang penasaran melihat kehadiran Karin di sekolah mereka, bersamaan dengan acara pertemuan mereka.'Tentu saja, ini bukan sekedar kebetulan.' Pikir Shiren heran.Oh, itu... Aku sengaja mampir karena kangen saja dengan sekolah kita. Kebetulan aku sedang berada di kota ini. Jadi, sekalian saja, 'kan!" Jawab Karin buru-buru berkata."Hmn, kebetulan banget kalau begitu. Kami juga berencana untuk reuni kecil-kecilan hari ini. Ada Awan sama Devi juga. Tapi, sepertinya mereka belum datang." Ujar Sherla polos."Oh, ya? Tapi, aku sudah cukup lama di atas sini dan belum melihat mereka." Seru Karin terkejut dan sekaligus penasaran. Karena orang yang sedang ia nantikan di
Tiga puluh menit berlalu ketika Karin dan yang lainnya berada di atap gedung sekolah. Pada saat itu, Devi dan Awan datang."Devi, Awan!" Sambut Sherla dan yang lainnya dengan berbagai perasaan yang melanda mereka.Suasana seketika berubah menjadi lebih riuh dan bersemangat. Tentu saja, mereka semua sudah menantikan pertemuan hari ini. Bergantian mereka menyambut Devi dan Awan dengan emosional."Devi lebih berisi sekarang, ya?" Puji Lina ketika melihat penampilan Devi. "Kalian juga banyak berubah. Jadi lebih cantik." Balas Devi.Sampai ketika para wanita ini menghampiri Awan, mereka bergantian memeluknya erat. Seakan sudah lama menahan rindu untuk bertemu dengannya, "Awan, kamu jadi lebih tinggi.""Iya, lebih putih juga.""Ya, wajar, sih. Konglomerat, hahaha." Canda mereka, namun tidak mengurangi rasa bahagia dalam hati mereka sudah dapat berkumpul lagi dengan Awan hari ini.Awan menyapa mereka dan berusaha terlihat normal, setelah menghabiskan waktu selama dua hari terakhir untuk me
Saat semua orang sedang asik bercerita tentang pengalaman mereka, ternyata Karin masih penasaran tentang keanehan yang dirasakannya tentang Awan. Tentu saja, ia secara diam-diam memperhatikan Awan dan menemukan Awan lebih banyak diam. Meski mata dan telinganya mendengar apa yang dibicarakan oleh semua orang, namun yang ditangkap oleh Karin, Awan seperti orang asing yang terlihat sedang menyimak apa yang diucapkan oleh teman-temannya.Ini seperti seorang murid yang sedang belajar di dalam kelas. Ia menyimak apa yang disampaikan oleh gurunya, semata karena ia tidak tahu dan berusaha untuk mendengar lebih banyak, agar bisa tahu lebih banyak. Seperti itulah kesan yang ditangkap Karin terhadap Awan saat ini.Untuk membuktikan kecurigaannya, Karin memancing dengan sebuah pertanyaan, "Awan, apa kamu masih ingat dengan Renata? Apa kamu telah bertemu dengannya sebelum ke sini?" Pertanyaan Karin sengaja dibuat bias untuk mengetahui reaksi Awan.Awan sedikit gugup. Dia sama sekali tidak menging