Home / Romansa / GODAAN PRA NIKAH / Empat bulan saja

Share

Empat bulan saja

last update Last Updated: 2021-11-24 14:05:18

Enam tahun lalu,,,,

"Sudah tidur nona cantik?"

Sebuah pesan membuatku tersipu sendiri, pipiku merona.

"Belum Hen, masih belum ngantuk" jawabku singkat

Setelahnya Hendi selalu menelponku. Entah apa yang kami bicarakan hingga tak cukup 2 jam kami mengobrol. Banyak tawa di sela perbincangan, sangat menyenangkan.

Kadang sambungan telephon masih tersambung saat kami sudah sama-sama terlelap. Sampai layar tak lagi menyala, baterai habis.

"Gimana Nay? Sudah ada jawaban" Hendi selalu menanyakan hal itu di sela perbincangan.

Sudah beberapa kali Hendi mengutarakan perasaannya, jelas aku sangat senang. Jantungku seakan ingin keluar dari tempatnya, tapi aku masih tertahan. Ada sesuatu yang memberatkan jawabanku.

"Tapi Hen, gimana Mey? Aku nggak enak" jawabku

" Nay, aku dan Mey sudah tak punya hubungan. Dia yang mutusin aku" jelasnya

"Tapi Hen..." potongku

"Heemmss terserah lah Nay. Apapun itu aku, aku bakal nunggu jawaban kamu" Hendi menutup telephon.

Semakin sering Hendi menagih jawaban, aku semakin takut lama kelamaan ia akan lelah bertanya tanpa ada jawaban pasti. Sampai aku memutuskan untuk memberinya keputusan. Keputusan yang sangat aku ingin ungkapkan.

"Iya Hen, aku mau jadi pacar kamu" jawabku sumringah dari sambungan telephon.

"Yeess...!!" Jawabnya girang.

Aku membayangkan tingkahnya kala itu. Terdengar hentak kaki, seolah iya melompat lompat layaknya anak kecil yang kegirangan mendapat hadiah.

***** 

4 bulan hubungan kami, tapi aku masih kaku menyapa Hendi saat bersama teman temanku. Aku lebih nyaman menjalaninya dibalik mereka. Biar saja seperti ini, itu kata Hendi tiap kali aku mengeluhkan ketidaknyamanan yang aku rasakan.

Hubunganku dengan Hendi tak bisa kututupi lagi. Aku bermaksud mencari pendapat barangkali sahabatku bisa memberi solusi agar aku bisa bersama Hendi tapi tak menyakiti Mey.

"Nay, Hendi dan Mey pernah menjalin hubungan. Mey jelas masih menyimpan perasaan pada hendi. Bisa kah kamu mundur demi Mey, sahabatmu".

Deggg !!!

Permintaan Dini kala itu seperti melepasku dari persahabatan mereka. Bagaimana bisa dia menyuruhku meninggalkan Hendi untuk Mey dengan alasan karena kami bersahabat. Lantas apa aku ini bukan sabahatnya?

"Iya Din, aku bakal menjauh dari Hendi". Aku tersenyum, walau kecut.

"Makasih ya Nay. Kamu bakal dapet yang lebih baik dari Hendi kok" bujuknya.

"Iya din nggak papa kok" aku memeluk Dini.

Aku menahan diri agar terlihat biasa. Walau hatiku nyeri. Keronkonganku sakit seperti terganjal sesuatu.

Ini bukan kali pertama aku mendengar permintaan semacam ini. Hubungan kami terpisah tanpa keputusan. Aku tak pernah lagi merespon Hendi bahkan saat ia menawarkan tumpangan sepulang atau berangkat sekolah. Aku selalu mencari alasan.

Tapi Hendi terus saja mengejarku. Semakin aku menjauh semakin cepat dia mengejar. sampai aku benar benar mengungkapkan sesuatu yang hingga kini aku sesali.

Suatu saat aku berbicara dengan Hendi. Mengutarakan apa yang teman temanku sarankan, lebih tepatnya memaksakan.

"Hen, sebaiknya kita akhiri saja ya hubungan kita, saya nggak enak sama Mey. Aku nggak bisa njalanin semua ini dengan perasaan yang nggak enak" pintaku

"Baik, kalo itu maumu. Kita akhiri saja ini. Aku nggak mau maksa. Toh kamu sangat memeperdulikan sahabat yang tak memperdulikan perasaanmu" jawabnya kala itu

"Jangan pernah menyesal" ketusnya dengan raut marah.

Jelas aku sangat menyesal. Menyesal mengenalnya, jika saja aku tak mengenalnya mungkin tidak akan ada perasaan cinta. Menyesal mengakhiri, karena terlalu sakit melepasnya. Tapi lagi-lagi aku sangat takut hilangan sabahatku. Aku mengalah, memilih mundur.

*****

Sejak saat itu, Hendi menjadi orang asing. Bahkan saat berpapasan pun ia tak akan menyapa. Aku berusaha bersikap biasa walau selalu dibalas dengan tatapan marah. 

Tapi tak apa, aku menerimanya. Toh ia masih selalu hadir disetiap postingan media sosialku. Walau hanya sebatas tanda jempol yang mampir. Itu cukup membuktikan, ia masih ada keinginan sekedar memastikan keadaanku.

Kami berbalas pesan dengan status. Aku membuat status, lalu ia pun menjawabnya dengan status di berandanya. Begitu cara kami menuang rindu. 

Beberapa kali ia mencoba mengirim sms, pernah juga aku mendapati panggilan tak terjawab darinya. Tapi aku masih tak mau menggubris. Aku paham, jika sekali saja aku menanggapi ia akan kembali mengejar. Biar saja seperti ini.

Lucu, kami masih satu lingkungan. Tapi seperti ada jarak membentang.

Begitu seterusnya hingga berbulan bulan. Sampai suatu ketika....

*****

Sekolah hari ini terasa lebih lama dari biasanya. Mungkin karena banyak tugas yang diberikan guru. Ditambah cuaca terik yang seakan mengulur waktu. 

Pukul 13.30 bel berbunyi, seperti menggiring para siswa yang seakan berebut untuk keluar dari sekolah. Teman-temanku berjalan mendahuluiku karena memang ada keperluan masing-masing. Aku berjalan pelan, langkahku seperti layu. Aku menyipitkan mata menajamkan pandangan yang entah kenapa mengabur. Dan...

"BRuukkkk!!!!" 

Aku terhuyung jatuh menabrak entah apa yang ada didepanku.

Mataku terpejam, tubuhku lunglai tanpa tenaga. Tapi, telingaku masih sedikit mendengar suara di sekitanya. Menangkap teriakan Hendi ketika pertama melihatku jatuh.

" Nay..Naayyy bangun Naay...minyak angin, minyak angin..air putihnya tolong ambilin air putih" teriaknya panik.

Seseorang membawaku entah kemana. Aku tak lagi mendengar suara siapapun.

*****

Aku berusaha membuka mata, masih berat rasanya. Cat tembok putih dengan horden biru sebagai pemisah menjadi pemandangan pertama yang aku lihat. 

"Rumah sakit" pikirku

"Nay, kamu nggak papa kan? Apanya yang sakit?" Tanya ilma yang ternyata sedari tadi di sebelahku.

Aku mengawasi sekitar. Ternyata ada Dini dan Mey tengah duduk d bangku panjang dibelakang ilma. Dini sibuk dengan handphonenya sampai tak sadar aku sudah siuman. Sedang Mey, dia menatap pada seseorang di luar. Sepertinya dua orang yang sedang berbicara 

Seseorang memasuki ruangan

"Nay,,,sudah bangun sayang?" Katanya seraya mendekat

"Aku kenapa ma?" Tanyaku pelan

"Kamu pingsan. Kata dokter cuma kecapean. Alhamdulillah nggak ada yang parah" terangnya

"Untung tadi Hendi cepet bawa kamu ke sini Nay. Dia gendong kamu, sambil lari. Pan n-nik ba-ng-eet" sambungnya tiba tiba terbata

ilma melirik pada Mey dan Dini lalu menghentikan kata katanya. 

"Bu dhe, Mey pulang dulu ya. Nayra kan udah  siuman juga. Papa nyuruh cepet pulang soalnya" Kata Mey seraya beranjak dan menyalami ibuku.

"Aku juga pamit ya bu dhe, cepet sehat ya Nay" sambung Dini sambil mengejar Mey yang lebih dulu meninggalkan ruangan.

Malam ini hanya ibu dan ilma yang menemaniku di Rumah sakit. Bosan rasanya, aku meminta ilma menemaniku berjalan jalan disekitaran rumah sakit.

"Pelan pelan Nay" kata ilma yang sedang membantuku duduk di kursi roda.

Ibu sudah tertidur di bangku panjang sebelah ranjang. Lelah sekali sepertinya.

*****

Suasana di luar gedung Rumah sakit sepi, hanya beberapa perawat yang lalu lalang ke beberapa ruangan.

"Hendi???!! il itu hendi kan???" Kataku dengan menunjuk pada sosok yang sedang berbaring di bangku depan ruanganku.

Ilma mendorongku mendekat. Kutatap sosok itu sebentar. Wajahnya teduh.

"Kasian, pasti dia lelah" gumamku 

"Ayo Nay,, biarin Hendi istirahat" kata ilma 

Aku meng iyakan saja. Kami duduk di taman rumah sakit. Tenang sekali, hanya lalu lalang kendaraan dijalan yang terlihat dari balik pagar.

"Apa benar il kalau Mey masih berharap pada Hendi? Dini bilang aku harus menjauhinya" aku memulai percakapan

"Iya Nay,,, tapi kan kita nggak mungkin memaksakan Hendi buat balikan sama Mey. Apa jangan jangan....." katanya terhenti, ia menatapku.

Aku hanya mengangguk mengiyakan apa yang belum dia lanjutkan. Aku paham apa yang akan dia katakan.

Tiba tiba ponselku berdering. Lama aku menjawabnya seperti tengah menikmati nada.

"Siapa Nay?"

"Dini il, aku jawab dulu ya" jawabku dengan tersenyum.

"Assalamu'alaikum din, ada apa?" Tanyaku

"W*'alaikum sallam Nay,,, maaf ni yaa. Bisa nggak si kamu njaga perasaan sahabat kamu sendiri? Bisa bisanya kamu cari kesempatan biar Hendi kuatir sama kamu. Sampe sampe dia nginep di sana" bentaknya dari seberang telepon

"Astaghfirulloh,,, aku nggak bermaksud ......."

"Udah lah Nay,,, kamu itu sahabat macam apa sii? Kalo kamu masih nganggep kita sahabat, jauhi Hendi. Suruh dia peduli sedikit aja sama Mey!" Kalimatku terpotong oleh ocehan Dini.

Sambungan telepon terputus. Aahh syukurlah, aku malas menjawab omongannya. Dia memintaku mengerti perasaan sahabatku, tapi mereka tak mengerti hati sahabatnya yang rela mengalah. Aahh aku bukan sahabatnya. Aku hanya seperti sahabat.

ilma menatapku iba mendorongku kembali. Mendekat pada Hendi yang entah dari kapan sudah berdiri dibelakang kami. Lalu, ia meninggalkan kami berdua.

"Itu alasan kamu? Jangan bilang kamu mau nyuruh aku balikan sama Mey. Memang salah kalau aku mencintai sahabat Mey, mantanku? Eehh bukan dia jelas bukan sahabatmu. Sahabat tidak seegois itu." 

" tapi Hen, aku mohoon" aku mengiba denang menagkupkan dua telapak tanganku d depan dada. Kutatap dalam wajahnya.

" oke...kalo itu mau kamu. Jangan kamu jangan nyesel" katanya lagi seraya meninggalkanku.

Aku memutar roda kursi yang ku duduki. Perlahan hingga sampai di ruangan tempat aku di rawat.

Kutatap ilma dan ibu tertidur dengan posisi duduk. Terlihat sangat lelah. Sepertinya malam ini aku tak tidur. Obat yang diberikan dokter pun tak memberi efek apa apa pada mataku. Atau mungkin pikiranku yang terlalu kacau?

Entah lah

Sejak saat itu Hendi tak terlihat lagi menampakkan dirinya. Sepertinya dia kesal dengan ucapanku. Begitupun dengan Mey dan Dini, mereka tak mengunjungiku. Hanya Ilma yang setia menemani ibu menjagaku.

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GODAAN PRA NIKAH   Dipernikahan Mei

    "Hen, besok kamu bisa nganterin Nay....""yuk bu, kita pulang. Lagian Mei sudah ijab qobul" potongku"nganterin kemana tan?" tanya Hendi"eh anu nggak kemana-mana. Mungkin maksud ibu, nganterin pulang sekarang. Tapi aku mau pulang sama ibu aja. ya kan bu?" Aku mengedip-ngedipkan mataku sebagai kode. Rupanya ibu baru sadar ia baru saja hampir keceplosan."e-iya Hen, tadinya tante mau minta tolong anterin Nayra pulang. Tapi nggak usah deh, biar pulang sama tante aja naik taksi online" jelas ibuAku menghela nafas lega. Tapi, Hendi seolah tak percaya dengan alasan ibu. Sorot matanya penuh keingintahuan, gerak-geriknya penuh rasa penasaran. Bahkan aku sempat melihat ia membuntuti kami hingga masuk ke dalam taksi online. Aku memergokinya dari balik pantulan kaca mobil.[tan, maaf. Saya pulang dulu ya. Ada urusan yang harus saya selesaikan][iya, Nay nggak papa. Maaf ya tadi nggak sempet nemenin kamu sama ibu]Aku menutup sambungan telephon, dan mobil mulai melaju. Dari arah depan, ku liha

  • GODAAN PRA NIKAH   Dipernikahan Mei

    Mas Radit, benar saja aku seperti mengenali suaranya. Ia meraih tanganku yang tengah membersihkan jas.nya. Jarak kami begitu dekat membuat jantungku berdegup kencang. Aku mengatur ulang nafasku, agar tak segugup ini."eh maaf mas, jasmu jadi kotor" tegurku seraya berusaha melepaskan genggaman tangannya.Tapi sialnya, entah kenapa ujung jilbabku tersangkut dijam tangannya. Pandangan kami saling tertaut, seperti terjebak pada satu titik. Hingga beberapa detik kami saling memandang kosong satu sama lain."maaf, jilbabku tersangkut" kataku membuyarkan fokusnya"bentar, pelan-pelan aja Nay nanti jilbabmu sobek kalo dipaksa"Aku menurut saja, tangannya segera mengambil alih berusaha melepas jilbabku. Tapi, dari adah lain Dini datang. Dan...kreekkk!!!Ia menggunting jilbabku,"gitu aja kok repot, nggak usah dilama-lamain biar bisa ambil kesempatan deketin suami orang!" ucapnya keras.'ya Alloh, jilbab kesayanganku pemberian Ilma' batinku"nggak perlu cari-cari alasan biar bisa deket sama m

  • GODAAN PRA NIKAH   Dipernikahan Mei

    "nggak papa kok mah" jawab Mei tersenyumAku sendiri telah paham kenapa sahabatku ini tak mau aku mendampinginya . Aku bahkan tidak keberatan ataupun merasa tersinggung, justru aku senang karena aku bisa leluasa menyembunyikan diriku jika saja ada tamu yang tak ingin ku temui.*****Akhirnya hari pernikahan Mei dan Rifki tiba, beberapa orang sudah mulai mendatangi lokasi."Nay, kok mukanya sedih? aku nikah sama Rifki loh, kita bertiga bakal tetep temenan. Kita tetep bisa pergi bareng-bareng"Mei menggenggam tanganku erat, seperti paham dengan apa yang aku rasakan. "janji ya Mei, sekarang temenku cuma kamu" ucapkuMei menatapku lekat, matanya yang sudah penuh riasan hampir meneteskan air mata. Cepat-cepat tangannya mengelap dengan tisu sebelum berhambur jatuh kepipi. Kami berpelukan sambil menahan tangis masing-maning. Aku menghela nafas, mencoba melonggarkan dada agar tak sesak oleh perasaan sedih. Mei pergi meninggalkan meja rias, ia bersiap ketempat akad. Wajahnya begitu ayu dengan

  • GODAAN PRA NIKAH   menjadi anak, bukan orang lain

    Siang hari terasa menyengat dari biasanya. Seseorang wanita paruh baya terlihat tengah menjemur beberapa lembar pakaian, tangannya nampak kesulitan."MasyaAlloh bu, biar saya bantu""biarin Den, ini tinggal satu aja kok"Deni meraih selembar pakaian yang masih dalam genggaman bu Nani."biar ibu aja Den" cegah sang mertuaDeni mendorong kursi roda bu Nani kedalam rumah. Lalu, ia duduk menekuk setengah lutut dihadapannya, Tangannya menggenggam jari sang mertua."bu, ibu nggak usah ngerjain kerjaan rumah kayak tadi ya. Saya takut ibu kecapean" terang Deni"tapi, ibu nggak enak Den, masa ibu cuma makan tidur aja. Lagian kan cuma beres-beres rumah""kalo ibu ngrasa nggak enak ke saya berarti ibu nganggep saya sebagai orang lain"Bu Nani terdiam, tangannya mengusap peluh di dahinya. "Bu, saat ini saya nggak lagi nganggep ibu sebagai mertua tapi sudah menjadi ibu bagi saya. Ibu adalah keluarga saya satu-satunya disini. Cuma ibu sama pakdhe Narto yang saya punya" Deni masih menatapnya dalam,

  • GODAAN PRA NIKAH   menunaikan undangan

    Akhirnya hari ini aku diharuskan datang kepernikahan mas Radit dengan Dini. Walau aku sudah tak punya perasaan apapun pada mas Radit, tetap saja bayang-bayang penghianatannya masih menyisakan sakit. Aku memaksa diriku untuk kuat hanya sekedar mengucapkan selamat, daripada Dini akan mengecapku sebagai orang yang masih mengharapkan suaminya itu."selamat ya Din" ucapkuDini menarik badanku, memelukku. Alih-alih sikapnya seperti sahabat, ia justru membisikkan sesuatu."pernikahanmu batal ya? yang sabar ya" ucapnya lirih tapi cukup didengar beberapa orang disekitar kamiAku menelan ludah, menarik nafas panjang sembari menekan emosiku."selamat ya mas" Aku ngeluyur dari hadapan Dini, bahkan aku mengabaikan mas Radit yang sudah mengulurkan tangan.Dihari bahagianya pun ia masih sempat meledek nasibku. "Andai Mei, Rifki atau minimal Hendi disini, mungkin mereka tidak akan membiarkan Dini mengucapkan pertanyaan itu" gumamkuSeorang kerabat Dini mempersilahkan aku mengambil hidangan. Karena

  • GODAAN PRA NIKAH   plin plan

    Sebuah toko tampak mulai berbenah, karena memang sudah mulai larut."iya deh calon manten, seharian semangat banget kerjanya" ledek HendiRifki hanya tertawa kecil."makaya nikah dong Hen, eh lupa jomblo" ledek Rifki"sialan. Liat aja ntar kalo aku nikah kamu bakal kaget" jawab Hendi percaya diri"udahlah aku mau pulang" lanjut HendiIa melangkah, tapi tak langsung memacu motornya. Ia duduk diemperan toko membuka Ponselnya yang sedari tadi didalam tas.Tangannya membuka aplikasi biru, wajahnya seketika muram. Melihat sebuah foto dalam aplikasi."kamu wanita baik, cantik. Tapi, kenapa laki-laki selalu bermain-main dengan perasaanmu" batinnyaHendi terus menatapi gambar Nayra. Gambar yang manis dengan balutan senyum yang sederhana. Tapi senyum itu tak seceria dulu. Baru dua menit foto itu diposting, dia segera meninggalkan jempolnya di foto Nayra. Seperti itu setiap hari, Hendi memastikan keadaan Nayra dari media sosial. Seperti dulu."kenapa sih kamu nggak jujur aja sama Nayra?" "eh k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status