Matahari telah meredup, cahaya jingganya telah bergeser ke barat. Angin sore menambah syahdu suasana.
Aku tengah menyender pada sofa panjang di ruang keluarga rumahku. Sembari sesekali menyeruput kopi yang sedari tadi tergeletak di meja. Jemariku asik menggeser layar ponsel membuka tutup aplikasi berwarna biru. Sebenarnya tak banyak yang kulakukan pada benda itu. Aku hanya membuka kunci layar, menatapnya sebentar lalu menguncinya kembali. Begitu seterusnya. Pikiranku bercampur. Antara sedih, senang atau apa, semua membaur menciptakan kebingungan. Ekspresi apa yang harus aku tampakkan."Kenapa dia tiba tiba muncul?" Gumamku.Aku kembali membuka aplikasi biru. Kutelusuri pesan didalammya. Jemariku terhenti pada satu nama.Hendi pradipta
Laki-laki yang sempat menjalin hubungan denganku di masa sekolah dulu. Sejak lulus SMA aku tak tau kabarnya. Lebih tepatnya, aku tak ingin tau kabarnya. Entah mengapa kini dia datang dikehidupanku lagi. Disaat aku akan menikah dengan calon suamiku.
*****
Enam tahun lalu
Hari itu, pagi sudah berganti siang. Anak anak berseragam putih abu abu keluar melewati gerbang. Beberapa terlihat setengah berlari. Akupun berjalan bergegas mengejar beberapa anak didepan.
"Tungguin weeeyyy...!!!" Teriakku sembari menarik bagian belakang tas satu dari beberapa anak itu."Naaayyy sakit" protes anak itu.Lainnya menyambut dengan merangkulku kemudian berjalan beriringan sambil bergurau. Yah, Aku, ilma, Dini dan Mei. Kami bersahabat dari sekolah dasar. Tak pernah ada yang di tutupi seakan rasa canggung telah luntur diantara kami. Bahkan untuk melakukan hal konyol yang memalukan pun kami sudah tak memiliki gengsi. Sangat manis jika diceritakan.Pernah sekali saat aku sakit. Mereka rela menginap di rumahku agar dapat merawat dan menjagaku. Maklum, ibu bekerja sebagai kasir toko saat itu. Waktunya tak banyak dirumah karena harus pergi bekerja dipagi hari dan pulang saat matahari sudah terbenam. Itupun jika tak ada lembur karena barang datang.Setiap hari kami berangkat bersama. Berpisah hanya ketika memasuki gang rumah masing-masing. Selebihnya kami kembali berkumpul pada grup chat di ponsel."Aku duluan yaaa...daahhh" ucapku saat keluar dari angkutan kota yang bisa mereka tumpangi."Daaahhh" sahut lainnya dari dalam angkutanAku menyusuri jalan komplek yang lengang. Karena biasanya siang hari memang sebagian penduduknya belum pulang bekerja." yuk nay naik. Biar sekalian saya antar" tegur Hendi yang mengendarai motor matic dengan warna maroon hitamTanpa menjawab aku biasanya langsung membonceng. Lumayan biar nggak capek pikirku. Hendi adalah anak pindahan dari luar kota. Kebetulan rumahnya berjarak tak jauh dari rumahku. Dia tampan, baik, pandai, supel. Aahh sepertinya idaman banyak siswi disekolahku. Kami sering pulang bersama walau hanya sejauh gang depan komplek sampai gerbang rumahku. Lama-lama hal itu menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagiku. Bahkan pernah suatu kali...******Waktu pulang adalah waktu yang paling ditunggu para murid. Suara bel langsung menghamburkan mereka seolah berebut untuk keluar gerbang terlebih dahulu.Aku selalu keluar terlambat dibanding lainnya. Karena memang harus mengumpulkan tugas teman-teman ke ruang guru."ilmaaaa....Dinii...meeyy...tungguin..." teriakuTapi secepat kilat tangan Hendi menarikku kebalik gerbang. Telunjuknya tertempel dibibir isyraratkan agar aku diam. Rupanya ia telah bersiap. Motornya telah terparkir d balik gerbang.Kali ini Hendi mengajakku pulang bersama. Tentu membuatku berbunga. Jantungku seperti tak beraturan, tanganku dingin. Aahh rasanya sulit dijelaskan.Siang itu banyak yang kita bicarakan. Tapi entah mengapa tak melewati jalan yang biasa kita lewati."Biar lebih lama sampainya, mungkin." gumamku tersipu.Pikiranku kemana-mana. Sangat menyenangkan mengingat awal kedekatanku dengan Hendi. Tapi, lamunan hanyalah lamunan.Braakkkk...!!!! Suara pintu setengah terbanting mengagetkanku"Dipanggilin dari tadi nduukk nduukk...ternyata di sini. Ngelamunin apa si??" Kata ibu dengan nada setengah berteriak. Membuyarkan lamunanku pada masalalu."Astaghfirulloh,,, maaf ma" "Lagi ngelamunin apa sih Nay?" Tanya mas Radit"Eehh mas Radit,,, enggak kok mas. Cuma sedikit capek aja abis shift malam" terangku meyakinkannyaMas Radit adalah tunanganku. Sebulan lagi kami menikah. Kami sedang sibuk sibuknya mengurus keperluan pernikahan kami. Tapi pikiranku malah kacau oleh pesan singkat dari Hendi."Ya sudah kamu istirahat dulu, kita viting ke rumah mba Reni besok saja. Toh kamu besok libur kan? Ujar mas Radit"Iya mas, makasih ya" jawabku sembari tersenyumMas Radit sosok yang sangat sabar, dewasa sangat berlawanan dengan watakku yang tak sabaran. Satu tahun menjalin hubungan, dia langsung melamarku. Tentu langsung aku terima. Karena dia sosok idaman banyak wanita termasuk aku tentunya.Tapi sebelum pesan itu masuk ke notifikasi ponsel ku. Entah, sekarang rasanya seperti banyak pertimbangan dalam otakku. Perasaanku berkecamuk. Pada satu sisi aku sangat mencintai calon suamiku. Tapi tak dipungkiri aku merindukan Hendi.Rasa ingin menemuinya pun muncul.Banyak pertanyaan yang ingin ku luapkan."Kenapa sekarang?""Kenapa?""Dari dulu kenapa diam?""Kenapa hen?"Enam tahun lalu,,,,"Sudah tidur nona cantik?"Sebuah pesan membuatku tersipu sendiri, pipiku merona."Belum Hen, masih belum ngantuk" jawabku singkatSetelahnya Hendi selalu menelponku. Entah apa yang kami bicarakan hingga tak cukup 2 jam kami mengobrol. Banyak tawa di sela perbincangan, sangat menyenangkan.Kadang sambungan telephon masih tersambung saat kami sudah sama-sama terlelap. Sampai layar tak lagi menyala, baterai habis."Gimana Nay? Sudah ada jawaban" Hendi selalu menanyakan hal itu di sela perbincangan.Sudah beberapa kali Hendi mengutarakan perasaannya, jelas aku sangat senang. Jantungku seakan ingin keluar dari tempatnya, tapi aku masih tertahan. Ada sesuatu yang memberatkan jawabanku."Tapi Hen, gimana Mey? Aku nggak enak" jawabku" Nay, aku dan Mey sudah tak punya hubungan. Dia yang mutusin aku" jelasnya"Tapi Hen..." potongku"Heemmss terserah lah Nay. Apapun itu aku, aku bakal nungg
Beberapa hari setelah pulang dari Rumah sakit, aku mulai melakukan aktifitas seperti biasa. Aku mulai sekolah seperti biasa. Entah kenapa terasa beda, aku seperti orang asing di depan Mey dan Dini. Biarlah, aku masih punya ilma.Kali ini Hendi benar-benar menjauh. Ia tak lagi mengirimiku pesan, tak ada lagi tanda hati ataupun jempol darinya dipostinganku. Ini yang terbaik daripada aku kehilangan teman temanku.Kali ini guru bahasa Indonesia menyuruh kami memeperagakan percakapan sebuah drama."Nayra, kamu maju peragakan sebagai peran utamanya" tunjuk guru wanita"T-ta-ta-pi bu" aku tergagap tak siapAnak-anak lain hening, cukup lama mereka menungguku"Biar saya saja bu" potong Hendi cepatAku gugup, jantungku tak karuan. Bagaimana bisa aku memperagakan adegan drama dengan Hendi di depan kelas. Sementara Mey duduk persis di hadapan kami. Wajahku memucat,"Ayo Mey maju" sela HendiMei tersenyum bungah, mendekat pada
Sore itu, mendung menaungi langit. Mengibaskan desir angin yang menambah dingin suasana. Aku duduk di sebuah taman kecil di kotaku. Aku menunggu Rifki. Hampir setiap sore kami disini, membicarakan banyak hal. Entah apa sebutannya, kami tidak terikat hubungan tapi kedekatan kami melebihi teman.Sudah hampir satu jam tapi dia belum datang.“Mungkin dia nggak dateng, pulang ajalah” gumamkuBelum sempat aku melangkah tiba seseorang datang,“Udah lama ya Nay?” Tanyanya“Hendi? Ngapain kamu kesini?” Tanyaku heran“Loh kan kamu yang katanya pengin ketemu” jawabnya sumringahAku terheran, karena aku tak merasa mengatakan seperti yang dia katakan. Aku belum sempat menjawab apapun. Aku masih mematung sampai seorang lainnya datang. Dan...PLaaaakkkk !!!Seseorang menamparku. Lalu menarik rambutku saat aku masih meringis memegang pipi.“Penghianaatt!!! Tema
Hari ini adalah hari yang kutunggu. Seperti para calon pengantin kebanyakan, pasti akan antusias jika mulai mencoba dan memilih pakaian yang akan dipakai saat hari bahagia.Kebaya putih dengan payet silver tengah ku kenakan. Dipadukan dengan kain jarik coklat lengkap dengan selop yang menambah elok. Aku berdiri sembari sesekali membalikkan badan. Dari pantulan cermin mas Radit nampak tersenyum. Tangannya sibuk memegangi ponsel yang sedari tadi digunakannya untuk memotretku."Gimana mas?" Tanyaku setengah tersipu"Cantik" ucap singkat mas Radit tanpa mengedip“Calon isteriku selalu cantik” ucapnya lagiAku tersipu, pipiku merona. Mas Radit selalu pandai membuatku senang walau hanya dengan kata kata sederhananya.“Berarti sudah cocok yang ini aja ya kebayanya? Tanya mba Reni , seorang pengelola WO yang dipercaya ibu untuk mengurus
Sepulang dari butik mbak Reni, kami memutuskan untuk terlebih dulu singgah di sebuah cafe untuk sekedar duduk berbincang sembari menikmati kudapan khas di tempat itu. "Mau pesan apa mbak?" Tanya seorang pelayan "Emm" aku berpikir sejenak "Teh tawar sama choco brown cake mozarella" jawab mas Radit cekatan pas dengan yang hendak ku katakan. Mas Radit tau persis kesukaanku. Pelayan laki-laki di depan kami mencatat pesanan mas Radit dan kemudian berlalu setelah meminta kami menunggu pesanan. Kami tak banyak bicara saat itu. Kami sibuk dengan hidangan yang tengah dinikmati. Hanya saja, mas Radit terlihat sering sekali melirik ke arahku. Aku melihatnya dari balik pantulan gelas di meja. Sikapnya membuatku salah tingkah. Wajah gugupku tak dapat ku tutupi. "Udah makannya Nay?" Tanya mas Radit "Udah mas" jawabku singkat "Kita langsung pulang saja ya. Sudah mendung soalnya." Lanjutnya Aku mengangguk. Kakiku se
Aku berlari menuju kamar mandi yang sebenarnya bukan tujuanku. Aku hanya salah tingkah dengan kenyataan aku mendapat kiriman paket dari Hendi. Setengah hati aku senang. Selebihnya aku takut mas Radit salah paham. Beberapa menit aku berdiam, sampai akhirnya memberanikan diri kembali duduk dengan ibu dan mas Radit. **** Di ruang tengah ibu terlihat memilah beberapa undangan. Mengumpulkannya berdasarkan alamat. Tapi tak terlihat mas Radit bersamanya. "Mas Radit mana bu?" Tanyaku "Ada di teras Nay, katanya mau cari angin" jawab ibu dengan senyum Aku berlalu meninggalkan ibu yang masih sibuk. Ku lihat mas Radit duduk di lantai dengan kaki menyilang. Di depannya nampak bungkusan plastik hitam. "Ah aku lupa dengan paket itu" gumamku "Lagi ngapain mas?" Tanyaku basa-basi "Lagi nunggu kamu buka ini. Aku penasaran apa yang dikirimkan seorang laki-laki pada mantan kekasihnya" terangnya dengan wajah masam
Aku menuju ruang tamu. Kudapati seorang pria dengan kemeja kotak-kotak tengah duduk di sana. Pandangannya tertuju pada beberapa gambar yang tertempel di dinding. Aku duduk di sofa tepat di hadapannya. Tatapanku sangat teliti pada penampilannya. Dari atas kepala hingga ujung kaki kuperhatikan. Pria itu membalas tatapanku "Rifkiiii" teriakku "Apakabar Nay? Sepertinya sangat sehat?" Sapanya usil melihat aku yang sekarang sudah tak sekurus dulu. "Aku mengembang bersama usia ki" jawabku dengan tawa "Kapan kamu pulang ki? Udah mau wisuda ya?" Sambungku "Aku udah lulus dari beberapa tahun lalu Nay, ini udah enam tahun loh masa kamu masih mikir aku belum lulus" jawabnya cemberut "Hehehe kali aja. Oh iya, jadi kamu sekarang kegiatannya ngapain? Kerja atau lanjut S2?" Tanyaku "Lagi mengunjungi calon isteri Nay" jawabnya "Calon isteri? Siapa? Kenalin dong?" Aku penasaran Dia tak menjawab. Ia menatapku dalam
Mencari tau tentang Nayra adalah kebahagiaan tersendiri bagi Hendi. Baginya ada sesuatu yang belum selesai diantara mereka. Mereka terpisah saat kita masih sama-sama suka. Tapi bagi Hendi biarlah seperti ini saja, asal Nayra bersama orang yang tepat.Hendi mengawasi dua orang yang tengah berjalan beriringan. Mereka terlihat sangat behagia. Bersenda gurau ditengah keramaian. Tak sadar, Hendi pun turut senyum melihat tingkah mereka.Nayra sepertinya tak menyadari Hendi berada di sana dan tengah mengawasinya. Hendi memang sengaja meminta tolong Rifki agar bagaimana caranya dia bisa melihat Nayra."Tingkahnya masih sama, keceriaannya masih sama yang berbeda hanya kini dia bersama orang lain" begitu pikirnyaBanyak sekali yang ingin Hendi katakan. Tapi terpaksa dia tahan karena tak ingin melihatnya kecewa. Melihat tawa Nayra saja sudah sangat membuatnya bahagia.Hendi mengambil ponsel dari saku jaket."Sudah cukup Rif. Makasih ya" pesanku singkat