Share

Aku menjauh

Beberapa hari setelah pulang dari Rumah sakit, aku mulai melakukan aktifitas seperti biasa. Aku mulai sekolah seperti biasa. Entah kenapa terasa beda, aku seperti orang asing di depan Mey dan Dini. Biarlah, aku masih punya ilma.

Kali ini Hendi benar-benar menjauh. Ia tak lagi mengirimiku pesan, tak ada lagi tanda hati ataupun jempol darinya dipostinganku. Ini yang terbaik daripada aku kehilangan teman temanku.

Kali ini guru bahasa Indonesia menyuruh kami memeperagakan percakapan sebuah drama. 

"Nayra, kamu maju peragakan sebagai peran utamanya" tunjuk guru wanita

"T-ta-ta-pi bu" aku tergagap tak siap

Anak-anak lain hening, cukup lama mereka menungguku

"Biar saya saja bu" potong Hendi cepat

Aku gugup, jantungku tak karuan. Bagaimana bisa aku memperagakan adegan drama dengan Hendi di depan kelas. Sementara Mey duduk persis di hadapan kami. Wajahku memucat,

"Ayo Mey maju" sela Hendi

Mei tersenyum bungah, mendekat pada Hendi dengan hati yang penuh bunga. Sangat  senang kelihatannya.

 

Deeggg

Seketika lamunanku remuk. Aku terlalu percaya diri. Apa yang aku bayangkan sangat jauh dari kenyataan. Justru aku yang harus melihat pemandangan yang tak ku sukai. 

Tubuhku terasa panas. Cuaca dingin karena mendung tak lantas membuat sejuk. Beberapa kali aku menundukkan pandangan tapi tetap saja telingaku mendengar apa yang mereka perankan. Sebenarnya hanya peran tapi tampak lebih menakutkan dari kenyataan.

ilma menendang kecil kakiku. Kepalanya menggeleng saat aku meliriknya. Tiba-tiba ponselku bergetar. Kubuka pelan agar guru di depan tak mengetahui.

"Mey sama Hendi udah balikan" isi pesan itu.

Kulirik Dini dan aku tersenyum mengangguk. Baguslah, aku tak lagi di salahkan oleh perasaan itu lagi, lega. Seharusnya seperti itu. Tapi kenyataannya aku harus menekan nafasku dalam-dalam menerima kenyataan Hendi memilih mey.

"Tapi bukankah itu permintaanku?" Pikirku

Aku memutuskan mengunci semua akses kontak Hendi. Nomer ponsel, Media sosial dan lainnya. Aku memblokirnya. Itu lebih baik, agar Mey dan Dini percaya aku tak akan mengganggu Hendi. Lagipun, Hendi sudah mulai tak memantauku. 

***** 

Aku menginap di rumah ilma. Hanya di rumah ilma aku merasa nyaman dibanding Dini atau Mey. Di rumah Mey aku kikuk karena ia merupakan anak orang berada. Aku merasa tak bebas, gerak dan omonganku serba terbatas. Terlebih sikap orang tua Mey sangat kaku.

Sedang di rumah Dini, aku tak nyaman dengan orang tuanya yang selalu bertengkar.

Sebenarnya ada hal lain. Rumah ilma melewati rumah Hendi. Jadi aku bisa saja melihatnya ketika melintas. Aahh!! Pikiran bodoh apa ini?

Tok tok tok

 

Seseorang mengetuk pintu kamar ilma. Tak lama, seseorang masuk setelah aku dan ilma persilahkan. Ternyata ibu ilma, biasa aku memanggilnya bu dhe Nani

" Nay ini ada surat" kata bu dhe Nani

"Dari siapa bu dhe?" Aku penasaran

"Nggak tau, tadi si Arif yang ngasih. Tapi pas bu dhe tanya dari siapa dia bilang nggak tau" terang bu dhe Nani

"Nay, memelihara perasaan yang terpaksa itu tidak baik. Jika memutuskan untuk melepas yaa lepaskan. Jika memilih untuk bertahan yaa pertahankan" kata bu Dhe nani lagi

 

Aku dan ilma saling memandang heran. Dan kebetulan mengangkat bahu bersamaan. Ibu ilma itu seperti paham apa yang aku rasakan.

"Ibumu koq tau?"tanyaku pada ilma

"Ibuku kan dukun!" Canda ilma nyaris tanpa tertawa

"Ibu denger loohh" jawab bu dhe dari balik pintu, disusul gelak tawa kami berdua.

Aku membuka surat dan membaca isinya.

" Assalamu'alaikum Nay, saya tau kita sudah berakhir. Tapi apa salah saya ingin tau keadaanmu? Apa salah ku, Nay? Tolong jangan blokir nomor ponselku. Jangan blokir media sosialku. Hanya itu caraku melihat keadaanmu. Surat ini tidak perlu dibalas. Wassalamu'alaikum, Hendi"

"Hendi??? " ilma terbelalak lalu mentapaku dengan senyum meledek

“Rumit amat kisah kalian ya?” ledeknya

“apaan sih?” jawabku cemberut

Entah apa yang diinginkan laki-laki itu. Aku ini diibaratkannya seperti layang-layang yang seenaknya saja bisa dia tarik ulur sesuka hati.

Tapi pada sisi lain, Sebegitunya Hendi sampai rela menuruti kemauan Nay untuk kembali dengan Mey, tapi ia pun enggak melepas Nay.

Aku bingung, ekspresi apa yang harus keluar dari wajah. Aku senang Hendi tetap ingin tau kabarku. Tapi aku takut Mey salah paham. 

"Gimana ya il?" Tanyaku meminta pendapat

"Menurut aku sih, kamu nggak usah blokir Hendi. Dia nggak salah, Mey sama dini yang sebenernya salah. Salah pada pendapat mereka sendiri" jawab ilma

"Tapi inget, kamu nggak perlu membalas pesan apapun dari dia" lanjutnya.

“makasih ya il, kok aku ngrasa Cuma kamu ya sahabatku. Dini yang  sedari kecil ku kenal sekarang seperti menjauhiku dan justru selalu memihak Mey. Sedang Mey kau tau sendiri lah il” 

Ilma hanya tersenyum lalu memelukku. Sejak saat itu, aku dan Hendi kembali berkabar dalam media.

"Alhamdulillah" tulisku pada sebuah postingan berlampir fotoku dan ilma.

Tak lama muncul postingan baru pada berandaku

Hendi pradipta

"semoga Alloh selalu menjaga" 

Postingan Hendi dengan foto terbarunya. Entah mengapa setiap postingan kami selalu seperti bersahutan. Sederhana tapi berkesan dengan cara kami berkabar. 

 

Sebenarnya cara kami ini cukup jahat. Tapi rasanya sulit melepas Hendi begitu saja. Biar sajalah, toh Mey lah yang sekarang menjadi pasangannya.

****** 

“Selamat pagi nona, semoga pagimu menyenangkan”

Postingan Hendi pagi ini membuatku tersipu di depan layar ponsel. Walau di bawahnya terpampang komentar dari mey, tapi bagaimana bisa aku seyakin ini kalau postingan itu ditujukan untukku. Ah jelas saja, hanya aku yang dipanggilnya nona.

Aku mulai terbiasa dengan egoku. Jelas sangat salah. Bukankah ini juga sebuah penghianatan? Menghianati sababatku, ah entah kami masih bersahabat atau tidak. Sikap kami sudah sangat acuh satu sama lain. 

“Kita masih sahabatan kan Nay?” tanya Mey mengagetkanku

“Eh mey kok kamu di sini?” aku kebingungan, melihatnya tiba-tiba duduk disampingku.

“Aku minta maaf ya...” kalimatnya terhenti

 

Aku meraih tangannya, memandangnya dalam. Perasaan saling tak enak itu seketika lenyap.

 

“Mey, udah ya nggak usah dibahas. Aku udah nggak ada perasaan apa apa sama Hendi. Tolong jangan bahas apapun tentang dia” jawabku

Mata Mey berbinar, tampak kelegaan pada wajahnya. Aku bahagia hanya dengan dia menyapaku seperti itu. Setidaknya ada jalan agar kami seperti dulu lagi. Layaknya seorang sahabat.

Walau, aku membohonginya dan membohongi diriku sendiri. Aku masih meenyimpan banyak perasaan pada Hendi. Tapi sejak sikap Mey mulai melunak dan kami pun mulai akrab lagi. Aku memutuskan tak lagi memikirkan tentang Hendi. Bahkan, aku belajar acuh pada apa yang muncul di postingannya.

*****

Aku mulai dekat dengan Rifki, ia adalah anak dari teman ibuku yang kebetulan juga bersekolah di STM tak jauh dari sekolahku. Kami dekat, kami nyaman tapi sebagai sahabat. Aku, Ilma dan Rifki sering pergi bersama. Bahkan beberapa kali Mey dan Dini pun membaur dengan kami. Rifki pandai menyatukan aku dan Mey yang sempat canggung satu sama lain.

Justru kondisi ini sangat tak disukai Hendi. Tapi biarlah...

"Jadi, sore ini aku bakal di traktir makan enak kan Rif?" Celetukku saat kami pulang bersama

"Oke. Ketemu di taman ya" jawabnya sembari melirik spion

"Dih, nggak sekalian dijemput aja akunya?" Godaku lagi

"Boleh sih, tapi yaa udah ditraktir masa iya dijemput juga" jawabnya disusul tawa kami

Yah, Rifki sering memberiku tumpangan saat berangkat atau pulang sekolah. Tingkahnya sangat kekanakan, tapi pikirannya selalu lebih dewasa saat menyelesaikan sebuah masalah. 

Berteman dengannya serasa mempunyai kakak laki-laki. Menyenangkan. 

Lima belas menit perjalanan tak terasa karena kami asik berbincang.

"Makasih ya ki" kataku sembari turun dari motornya

"Makasih doang nih?" Tanyanya dengan gaya sok ganteng

"Paan sih?" Jawabku sembari melenggang pergi dengan tangan kanan melambai.

"Jangan lupa nanti sore!!!!!" Teriaknya lagi

Aku hanya menjawab dengan acungan jempol. Dan kami kembali pada kegiatan masing-masing siang itu.

Hingga waktu sudah menunjukan pukul empat sore. Aku bersiap menemui Rifki di tempat yang sudah kami janjikan. Tentunya setelah aku mengerjakan empat Roka'at sholat ashar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status