Mata Haifa sudah banjir dengan air mata. Tangannya gemetar menahan tubuh Yudha yang ambruk menindih tubuhnya.Aksi nekad Yudha membuat Haifa lolos dari terjangan peluru Reno, tapi kini dia yang terluka. Beruntung peluru menembus pahanya bukan dadanya, tapi urung Yudha terlihat meringis dan memucat. Darah mulai membasahi kakinya.Reno tertawa terbahak-bahak."Dengan kaki yang terluka seperti itu, kau mau lari kemana? Haha."Yudha tidak menjawab. Tangannya berusaha memegangi luka agar darah tidak banyak keluar."Mas, tidak apa-apa?" tanya Haifa terisak."Tidak apa-apa, Fa. Mengapa belum pergi?"Mata Yudha mulai basah. Rupanya dia merasakan sakit yang luar biasa di kakinya."Aku tidak akan pergi meninggalkanmu,"
Grup WA 21Haifa mengibaskan jlhijabnya yang tertiup angin yang berhembus menerobos dari celah jendela kamar ruang rawat inap VIP tempat suaminya sekarang berada.Berada di lantai dua dengan ruangan yang cukup luas dan sejuk, ruangan rawat inap ini cukup nyaman untuk merawat pasien. Selain ada sebuah Hospital bed , di sudut kamar terdapat sebuah lemari dan kulkas kecil juga satu buah sofa untuk penunggu pasien duduk."Mas, jam makan malam." Haifa menatap ke arah Yudha yang jauh terlihat lebih segar. Wajah tampannya tampak lebih tegas di bawah pantulan lampu di atas tempat tidurnya.Yudha mengangguk. Membiarkan Haifa mendekatinya."Fa," panggilnya perlahan."Iya, Mas.""Rio dan Bram sudah pulang?"
Udara malam yang berhembus dari celah jendela rumah rumah sakit terasa mendadak teras gerah bagi Trio Bengek yang kalah pamor di mataYudha."Mas, jangan sok pikun, ya. Kata kamu istrimu itu perempuan paling membosankan dan kampungan." Erika tersenyum mengejek ke arah Haifa." Masa belum juga sebulan kamu sudah lupa, kalau punya janji sama Sekar, buat segera menikah dan menendang istri udikmu." Meri cekikikan, menyebalkan sekali."Kalau aku pikir-pikir antara Haifa dan Sekar, ibarat siang dan malam. Kalau sekolah mah ibarat PAUD dan perguruan tinggi, ibarat Odading dan pitza. Haifa kagak ada apa-apa dibanding Sekar." Meri melanjutkan. Sangat Rasis, dengan membawa-bawa Odading dan Pitza."Sadarlah, Mas. Masak Periuk nasi gosong ini kembali kamu pertahankan? ""Haha." Mereka tertawa jahat.
Gubrakk.Suara pintu yang ditutup trio bengek serasa meruntuhkan bangunan saking kerasnya. Tak ada sopan santun, padahal ini ruang rawat inap dengan kondisi pasien sebagian besar dalam kondisi yang lemah.Sepertinya mereka keluar dari kamar Haifa dengan perasaan yang campur aduk. Kesal, tak berdaya, marah tapi juga terselip perasaaan bangga karena menuai pujian dari pada anggota grup keluarga besar Brahma."Sudahlah, Shil, Erika kita cabut. Percuma ngadepin mahluk udik itu. Dari pada kita terbawa udik, mending segera pulang.Huh.""Hiii...bener, Mbak. Gak kebayang deh, kalau kita ikutan udik." Erika bergidik, diikuti tawa mengejek Shila. Mereka memang saling melengkapi, kalau satu sontoloyo maka yang lain pun ikut sontoloyo. Kalau satu edan maka yang lainpun ikut-ikutan edan.Tapi kalau ada diantara mereka yang eling, maka yang lain protes. Aneh."Bu, Embak...tolong jangan
23"Wadau."Surti hampir terantuk batu di depannya. Kepalanya mendadak berat dengan tingkat kefokusan yang melorot drastis."Kenapa, Mbak Surti? Perasaan jalannya gak ada batu deh " Rio yang merasa berjalan ditempat yang aman dan lurus sedikit keheranan dan kaget"Mas, aku hilang fokus. Maaf."Surti melirik kembali ke belakang, memastikan Trio Bengek sudah pulang menaiki mobil Meri yang di parkir di halaman rumah sakit tak jauh dari tempat Erika menendang kaleng bekas minuman yang mengenai kepalanya."Kenapa? Karena kuakui sebagai kekasihku?" Rio tersenyum jahil."Woalah, iya juga. Aku tadi hampir pingsan mendengar jadi kekasihmu." Surti menjawab polos."Hehe." Rio tersenyum."Kenapa? Kaget?""Hu'um. Kaget banget." Lagi-lagi Surti menjawab dengan jujur.
Entah bagaimana menggambarkan rasanya jatuh cinta kembali pada seseorang yang sempat pergi dan hilang dalam hidup? Indah dan luar biasa. Itulah yang dirasakan Yudha yang tengah terpaku menatap seraut wajah cantik yang tengah bersimpuh dan memanjat doa dalam heningnya malam.Yudha tidak menduga kalau dalam hidupnya, dia mendapati seseorang yang dengan mata basah menyebut namanya dalam doa. Dia juga tidak menyangka kalau dia bisa menatap seorang perempuan dengan mata indah dan sendu melangitkan harap untuk kesembuhan dan kebahagiaannya.Ya Allah, anugrah apa yang terasa lebih manis saat mendapati pasangan hidup yang mencintai, menyayangi dan menjaganya dengan doa?Maafkan aku yang pernah mencoba mencampakkan dirimu, Cinta.Maafkan aku yang pernah begitu tolol menganggap dirimu tak berarti. Yudha menghembuskan nafas penyesalan yang entah untuk ke berapa kali.
Erika mengkeret. Tak menduga kalau lemparannya malah mengenai Ibu dan melukai kakinya."Maafkan aku, Bu. Aku tidak sengaja." Erika terbata.Ibu tak menjawab, terlihat sangat marah. Membuat gadis manja itu sedikit ketakutan. Apalagi darah dari kaki Ibu mengalir cukup banyak membuat Haifa dan Bi Marni sibuk membalut dan mengobatinya."Erika, aku memang sangat menyayangimu. Tapi aku tidak menduga kalau kau tumbuh menjadi gadis egois, angkuh dan emosional." Ibu terisak."Kau kubesarkan dengan segenap cinta, aku berharap kau memiliki perasaan yang lembut dan penuh empati, tapi apa yang aku dapatkan?" Lanjut Ibu masih menahan murka dan sudah.Bukan luka di kakinya yang terasa nyeri melainkan mendapati anak gadis semata wayangnya yang tumbuh menjadi gadis angkuh dan bar-bar.&
Haifa mengeliat saat merasakan ada hembusan dingin di tubuh indahnya. Sedikit kaget dan malu, Haifa segera menutupi bagian tubuhnya yang sebagian terbuka.Wajah cantiknya seketika merona saat menyadari untuk pertama kali dalam hidupnya dia mendapati tidur dengan hanya berbalut selimut.Tuhan, aku malu...Tangan Haifa dengan cepat berusaha menjangkau lingerie yang berserak. Mencari sosok pria yang semalam memberinya cinta dan rindu yang tiada berbatas.Sedikit terkantuk Haifa menyibak rambut legamnya yang menjuarai indah menutup sebagian kening dan matanya. Dia mencari Yudha suaminya."Mas?"Mata indah Haifa terpaku pada Punggung yang tengah bersimpuh di atas sajadah dan pelan tengah membaca ayat demi ayat dengan khusu.Ya Allah,itu kah suami hamba?laki-laki yang sekian puluh purnama hilang dan pergi dalam hidupku?