Share

Christian

"Tapi, dia bukan suami gue,” ucap Hana kembali. Kali ini, dengan sendu.

“Ya emang sih… Tapi kan mereka yang ngebayar kita untuk ngasih pelayanan. Mereka nggak ngabisin duit untuk dapet yang burik kan? Lagian, diantara banyaknya cewek di luar sana yang gue yakin bahkan rela ngangkang dengan gratis buat Daddy loe, tapi dia malah lebih milih buat ngontrak loe itu pasti mengharap loe ngasih something better lah.”

“Iya…”

“Nah… Sekarang loe daripada habisin waktu untuk ngobrol hao hao ama gue, mending loe ke salon. Top to toe deh. Dan inget, waxing! Bilang aja Brazillian.”

“Itu apaan?”

“Ya ampun, tolong deh mak… Udah, pokoknya loe ke salon yang ada di mall loe, yang di lantai 4, loe bilang aja loe mau creambath, mau luluran, sama Brazillian Wax. Atau nanti loe telepon gue, biar gue yang ngomong sama mbaknya. Loe nggak usah facial ya.”

“Terserah loe deh. Nanti kalau udah di salon gue telepon lagi.” ujar Hana sambil mengganti sepatu hak tinggi yang dipakainya dengan sepatu keds yang lebih nyaman.

“Oke. Buruan sana.”

“Iya… Bawel!” gerutu Hana dengan kesal. Hanya saja, dia tetap menuruti sahabatnya itu.

Sepulang kerja, dia langsung menuju salon langganan Dita dan menerima beberapa treatment.

***

Tring!

“Halo… Kamu dimana?” tanya Christian sambil melonggarkan dasi di lehernya dan bersandar di kursi kerja miliknya.

“Lagi di… Di salon,” balas Hana cepat, "Aku juga nggak tahu Dita nyuruh mbaknya ngapain. Dia yang ngomong sama mbaknya.” jawab Hana.

“Dita? Siapa itu?” Suara Christian tampak bingung.

“Oh… Dia teman kost aku. Temannya Tony Davidson.”

“Oh i see… Masih lama?”

“Nggak tahu. Ini mereka lagi… Bentar. Mbak, ini lagi diapain?”

“Waxing, kak. Tadi temannya minta Brazillian.” jawab wanita yang mengenakan hairnet hijau tersebut dan sedang memegang sebuah alat dengan sinar laser pada bagian bawah tubuh Hana tersebut.

“Barazillian wax sih tadi katanya. Aku juga nggak ngerti.”

Jawaban Hana barusan lagi- lagi membuat Christian mengulum senyumnya dan merasa jika Hana sangat lucu saat ini.

“Kamu nggak tahu apa itu Brazillian wax?”

“Ng… Semacam waxing gitu kan? Tapi tadi di kaki aku sama sekali nggak sakit kok. Laser hair removal. Gitu lah namanya. Entahlah aku pusing mikirinnya.”

“Oh… Oke… Semoga nanti aku suka sama hasilnya.” goda Christian yang membuat Hana salah tingkah.

“Mbak, itu mau diapain?” tanya Hana ketika wanita tadi mulai menyentuh daerah sensitifnya.

“Hana, just relax… Dan aku menghargai apa yang kamu lakukan. Can’t hardy wait to see you.” ucap Christian lalu memutuskan panggilan teleponnya sambil tersenyum lebar.

“Mbak, saya mau diapain?” tanya Hana lagi yang sudah langsung meletakkan ponselnya.

“Brazillian itu membersihkan rambut halus di daerah intim sampai bersih, kak… Kakaknya tenang aja ya… Ini nggak akan sakit sama sekali dan nanti pasti akan suka sama hasilnya. Ini nggak akan lama karena daerahnya juga sudah cukup bersih kok. Pertama kali kak ya?” tanya wanita tersebut dengan sopan yang ingin mengubah topik pembicaraan mereka agar Hana tidak khawatir.

Deg!

“Ng… Iya sih… Ini pertama kali saya kayak gini.” jawab Hana yang kembali berbaring dengan tenang.

“Tapi kulit kakaknya sudah bersih kok. Di badannya juga nggak begitu banyak rambut- rambut halusnya. Kakaknya udah mulus sebelum kami apa- apain. Kakaknya sering treatment ya?”

“Nggak pernah… Saya nggak mampu, mbak.” jawab Hana dengan jujur.

“Ah, kakaknya bisa aja… Orang udah cantik gini. Sabar ya, kak… Ini nggak lama kok.” ucapnya lagi sambil meneruskan mengerjakan keinginan Dita pada sahabatnya tersebut.

“Sampai bersih? Apa Christian tahu Brazillian itu apa? Jangan- jangan dia tahu dan dia malah mikir gue sengaja lakuin ini buat godain dia. Iiihh… Hana, loe malu- maluin banget deh sumpah… Mestinya loe gugling kek apa kek dulu. Main iya aja.” batin Hana tepat disaat pesan dari Christian masuk ke ponsel miliknya.

Tring!

Sepertinya, Christian akan panjang umur. Baru saja dipikirkan, pria itu mendadak mengirimkan pesan pada Hana.

[From : Big Boss]

Aku udah akan berangkat sama orang kantor. Kamu nanti akan dijemput sama sekertaris aku dan langsung ke bandara. See you in Bali.

Hana menghela nafasnya dengan perlahan setelah membaca pesan dari sang Sugar Daddy barusan. Entah mengapa ia merasa sedikit kecewa karena ternyata ia akan berangkat terpisah dari Christian yang mengajaknya.

“Apa sih yang gue harapin? Ya namanya gue juga orang bayaran, ya mau gimana lagi.” batin Hana dengan sendu.

[To : Big Boss]

Oke.

Tak butuh waktu lama, treatment Hana pun selesai.

Dia pun menuju bandara untuk ke Bali, sesuai request sang sugar daddy.

****

Begitu tiba, Hana pun turun dari mobil yang membawanya dari bandara menuju hotel mewah di daerah Seminyak tersebut.

Sejak tadi ia hanya mengekori sekertaris Christian tanpa pernah lagi menerima kabar dari pria tersebut. Sedih dan kecewa yang ia rasakan sejak naik di pesawat membuat ia sama sekali tidak menikmati pemandangan dan perjalanannya. Namun meski begitu, lagi- lagi ia terus merapalkan dalam hatinya jika ia tidak boleh terlalu banyak berharap dan menuntut.

Ia hanyalah salah satu orang bayaran Christian yang harus mengerjakan apapun yang ia minta dan tidak perlu banyak protes selain membuka kedua kakinya untuk pria tersebut kapan saja ia inginkan.

“Mbak Hana, ini kuncinya dan selanjutnya akan diantarkan oleh pelayan hotel. Barang bawaannya juga akan diantar ke kamar. Maaf, saya dipanggil pak Christian untuk mengurus sesuatu dan bapak nggak suka menunggu.” ucap Maya.

“Iya, baik.”

“Apa mbak Hana kurang sehat? Atau butuh sesuatu mungkin?” tanya Maya lagi karena melihat raut wajah Hana yang nampak tidak bersemangat.

“Nggak. Saya hanya kecapean aja.”

“Oh… Baik kalau gitu. Ada lagi yang bisa saya bantu?”

“Nggak ada. Makasih ya.”

“Ng… Mbak Hana semangat ya… Dan sabar aja hadapin bapak. Pak Christian baik kok. Hanya sedikit perfeksionis aja.”

“Iya… Makasih ya, mbak—-“

“Maya aja… Kalau gitu, saya tinggal ya… Mungkin pak Christian selesai meeting sekitar 3 jam lagi. Kalau mbak Hana mau jalan- jalan dulu juga boleh kata bapak. Ini ada—“ ucap Maya sambil mengeluarkan sebuah kartu yang sama seperti yang tadi Christian tawarkan kepadanya.

“Nggak usah, May. Makasih.” sela Hana yang memang tidak berniat membeli apapun lagi.

“Ng… Pegang aja dulu. Ini buat mbak Hana kok.”

“Nggak usah. Nanti kalau saya butuh, baru saya pinjam. Saya takut kalau kartunya hilang.”

“Oh… Ya udah. Nanti kalau butuh apa- apa, mbak Hana tinggal hubungin saya. Semoga pakaian- pakaian yang saya siapkan juga mbak Hana suka.”

“Iya. Makasih ya.”

“Sama- sama, mbak. Kalau gitu, saya permisi.” ucap Maya sambil menjawab telepon yang masuk ke ponselnya.

“Iya, pak. Ini saya sudah menuju. Siap, pak. Baik.” sambungnya lalu berjalan dengan langkah cepat meninggalkan Hana yang kini juga didatangi oleh salah seorang pelayan hotel yang akan mengantarkannya.

****

Kini, Hana  berbaring di kasur sebuah gazebo yang terletak di dekat kolam renang villa hotel yang Christian pilih untuknya. Pria yang sejak tadi belum menghubunginya sama sekali meski jam sudah menunjukkan pukul 8 malam hari. Ia bahkan sudah makan malam, mandi, dan berganti pakaian dengan dandanan tipisnya untuk menyambut kedatangan pria tersebut.

Sejak tadi Hana melirik ponselnya sambil membaca buku yang tadi sempat ia beli saat berkeliling di sekitar hotel mewah berbintang lima tersebut dan hanya sesekali membalas pesan dari Maya yang menanyakan apa ia butuh sesuatu. Tentu ia sangat ingin menanyakan soal keberadaan Christian pada sekertarisnya yang tentu sedang bersamanya, namun ia cukup tahu diri bahwa hal itu lagi- lagi terlarang untuknya.

Hanya saja, Hana sedikit terkejut ketika sosok seorang pria bertubuh tegap dan atletis yang baru saja ia pikirkan kini malah meletakkan jas mahalnya di atas tempat tidur sambil berjalan menuju tempat dimana ia sedang berbaring dan kini memperbaiki posisi duduknya sambil duduk bersandar dan meletakkan buku yang tadi ia baca.

“Lagi apa?” tanya Christian sambil duduk di samping Hana dan melepaskan jam tangan yang dipakainya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status