Sore itu juga, aku membawa Mira ke dokter kandungan terdekat. Untuk memastikan kalau Mira benar hamil atau tidak. Shakira aku titipkan di rumah tetangga.
Menurut perhitungan dokter, Mira sudah hamil 12 minggu. Itu berarti kehamilan Mira terjadi jauh sebelum dia datang ke rumah kami.Aku bingung mendengar penjelasan dokter. Pikiranku memikirkan yang tidak-tidak. Masa depan Mira, janin dalam kandungannya, dan omongan tetangga. Paling penting pertanggung jawaban orang yang menghamili gadis belia itu.Entah bagaimana caranya aku menceritakan pada Mas Doni. Pria itu pasti murka jika mendengarnya. Namun, aku harus tetap bercerita padanya. Sehingga kami bisa mencari jalan keluar terbaik untuk gadis itu. Tak mungkin juga aku mengatasi masalah sebesar ini sendiri.Setibanya di mobil, aku kembali bertanya pada Mira. Daripada di rumah nanti, Mas Doni akan mendengar. Jadi aku memutuskan untuk tahu lebih dulu. “Siapa yang melakukannya? Apa pria yang ber“Bu, aku takut menghadapi Papa.” Mas Doni memang memiliki watak yang keras. Namun, sebenarnya hatinya lembut. Hanya butuh pendekatan untuk menjinakkannya. “Biar ibu yang akan bicara dengan papamu.” Setelah tenang, aku dan Mira pulang. Selama perjalanan, aku menyiapkan kata untuk menerangkan apa yang terjadi pada Mas Doni agar pria itu tak tersulut emosi. “San, Mira sakit apa?” tanya Mas Doni ketika aku baru saja masuk ke kamar. Mas Doni sedang melipat sajadah yang baru saja dikenakannya. Kami tiba di rumah usai magrib. “Mas, aku ceritakan usai makan malam nanti. Sekarang aku mau salat dulu. Keburu waktu magrib habis.” Mas Doni hanya menjawab dengan anggukan. Dia juga hendak melihat Mira. Shakira yang memberi tahu kalau kakaknya sakit. Makan malam kali ini masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Hanya saja, Mira yang tak berselera makan. Mas Doni juga tak terlalu curiga, karena pri
“Shakira, kamu bobok dulu, ya. Mama mau bicara sebentar sama Papa.” Aku menarik selimut yang ada di bawah kaki Shakira hingga menutupi dadanya. Tidak lupa, aku mengecup pipi gadis itu sebelum keluar. “Mas, aku akan cerita, tapi tidak di sini.” Sejenak aku memandang Shakira. Pria itu mengangguk. Aku meraih tangan Mas Doni. Mengajaknya keluar dari kamar Shakira. Aku langsung menariknya menuju kamar kami. Hanya tempat itu yang paling aman untuk berbicara. “Mas, ada hal tentang Mira yang harus aku katakan padamu.” “Apa lagi yang dilakukannya. Gadis itu memang suka berulah!” Baru saja menutup pintu kamar, pria itu sudah marah “Mas, Mira hamil.” “Apa?!” Seperti yang diduga. Mas Doni begitu marah mendengarnya. Berbagai pertanyaan dilontarkan siapa pelakunya dan banyak lagi. Napas pria itu tampak naik turun, karena amarah. “Mas, tenang. Biar aku jelaskan
Aku memegang tangan Mas Doni. “Itu tidak akan terjadi, Mas. Kita akan selalu di sampingnya untuk melindungi dan menjaga gadis itu. Pria itu mengangguk. Usai berbicara, Mas Doni pamit menuju kamar Mira. Dia ingin melihat gadis belia yang selama ini hidupnya begitu menderita. Aku mengikut Mas Doni. Rencana kalau gadis itu masih terjaga, aku hendak membicarakan rencana kami juga. Namun, ketika kami tiba di kamarnya, Mira sudah tertidur. Kuurungkan niat masuk ke dalam kamar gadis itu. Aku hanya berdiri di ambang pintu untuk melihat Mas Doni yang sedang membenarkan letak selimut gadis itu. Setelahnya Mas Doni membisikan kata maaf padanya. Sebelum keluar kamar, lembut pria itu mengecup dahi putrinya. Pria itu menitikkan air mata. *** “Mir, kamu baru bangun. Sini.” Aku melambaikan gadis yang baru saja masuk ke dapur. Gadis belia itu, pagi tadi kembali tidur usai melaksanakan salat Subuh. Aku sengaja membiarkannya karena kon
Aku begitu syok melihat video yang diperlihatkan oleh Mira. Sebuah adegan tak senonoh antara Jodi dan Mira. Aku segera minta Mira untuk tak lagi memperlihatkan video yang hanya memperlihatkan wajah Mira.Dalam video ada banyak komentar. Kebanyakan komentar tersebut menghujat Mira. Ada yang berkomentar dengan mengatakan Mira itu pelacur, wanita murahan dan masih banyak lagi.Mira terus saja menangis. Gadis itu pasti merasa malu atas video tadi. Apalagi kebanyakan yang berkomentar adalah teman-temannya. “Bu, aku harus bagaimana? Aku benar-benar malu.” Dia menangis tergugu.Semenjak kejadian tempo hari di hotel, membuat Mira memblokir segala akses tentang Jodi. Bukan hanya Wa yang diblokirnya. Pun demikian dengan akun sosmed lainnya. Video tersebut diunggah pada aplikasi berwarna merah muda dengan logo kamera. Video itu diunggah pria tersebut delapan jam lalu. Benar saja, ketika Mira juga membuka blokir nomornya. Banyak laporan pesan dari nomor Jodi. Tak hanya satu atau dua pesan. Ada
“Bu, bagaimana ini. Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu?” Gadis itu menangis.“Ibu ada uang. Kita bisa gunakan uang itu.”“Bagaimana, Sayang?” Jodi kembali bertanya. Rasanya benar-benar jijik mendengarnya.“Baiklah, tapi beri aku waktu untuk mengumpulkan uang tersebut,” jawab Mira. Gadis itu awalnya bilang, sayang kalau uangnya diberikan pada Jodi cuma-cuma. Aku meyakinkan Mira, uang masih bisa dicari.“Aku akan memberi waktu hingga besok.” Pria itu benar-benar serakah. Selama ini dia juga sudah menghasilkan uang dari pria yang mendekati Mira. “Aku minta waktu seminggu.” Entah apa yang dipikirkan gadis belia itu, hingga dia meminta waktu selama itu.“Baiklah.” Akhirnya Jodi setuju.“Aku akan menyiapkan uangnya, tapi kamu harus menghapus video itu terlebih dahulu,” pinta Mira. “Ok, tapi ada syarat lain yang harus kamu lakukan kalau kamu ingin aku menghapus video itu sebelum aku mendapat uangnya.” Entah apa lagi yang diinginkan pria itu.“Baiklah. Apa yang kamu inginkan?”“
Sedih. Bimbang. Mungkin saja keputusanku tepat untuk menemui Jodi agar keluargaku tak diganggunya. Usai kudengar mobil Bu Santi pergi, aku merebahkan diri. Menenggelamkan kepala di bantal. Menangis aku pikir dapat melegakan pikiran Nyatanya tidak.Penyesalan demi penyesalan memenuhi pikiranku. Andai aku tak sebodoh itu. Pasti nasibku tak seperti ini. Aku memang bodoh membenci orang tua sendiri. Anak mana yang tak kecewa ketika hadirnya tak di harapkan. Bahkan, dalam administrasi nama ayah dan ibu, bukanlah orang tua yang sebenarnya. Melainkan nenek dan kakek.Ketika mengetahui semua tentang jadi diri dari nenek buyut yang selama ini merawatku, hatiku hancur. Kenapa aku tinggal bersama nenek buyut, alasannya untuk menemani mereka. Memang, mereka membiayai segala kebutuhanku. Akan tetapi, bukan itu yang aku inginkan. Aku ingin seperti anak lain yang hidup berlimpah kasih sayang.Bandel, tak bersemangat untuk hidup membuatku sering bolos sekolah. Hingga pada
“Mira.” Aku merasakan seseorang menyentuhku. Hangat. Mungkin aku sedang bermimpi.“Mira.” Lagi aku merasakannya. Suara itu, mirip suara Bu Santi. Aku membuka mata. Benar. Wanita itu ternyata menyusulku bersama Papa.“Bu.” Gegas aku bangun.Aku tak tahu kapan mereka tiba. Pasti mereka masuk menggunakan kunci lainnya yang ada pada mereka.Beberapa saat kami terdiam di ruang keluarga. Kami bertiga duduk di atas karpet yang sempat aku bersihkan sebelum kami duduki.Dari raut wajah Papa, aku melihat amarah. Pria itu pasti kecewa dengan apa yang terjadi padaku.“Mira, seharusnya kamu bijak dalam memutuskan segala sesuatu. Kamu itu sudah besar.” Papa berbicara sedikit keras padaku. Aku hanya diam mendengarkannya.“Bagaimana dengan Papa. Apakah dulu Papa bisa mengambil keputusan sendiri? Tidak kan?” Apa bedanya aku dengan papa. Papa dulu juga melakukan kesalahan. Bedanya aku perempuan
“Mas, Mira kok belum kelihatan , ya? Apa dia belum bangun, ya?” tanyaku pada Mas Doni yang sedang melipat sajadah yang baru saja dikenakannya.Kami baru saja menunaikan salat Subuh berjamaah, di musala kecil yang ada di dalam rumah. Tadi aku sempat ingin membangunkan Mira, tapi kuurungkan niat karena kasihan dan memberinya sedikit waktu lagi. Namun, hingga aku. Selesai menunaikan kewajiban salat, dia belum bangun.“Coba kamu bangunkan, San?”“Apa dia sudah salat di kamarnya, ya?” tanyaku lagi.“Lebih baik kamu cek dia, San. Khawatirnya dia belum bangun.”Segera aku melepas mukena yang masih menempel di tubuh dan menggantungnya. Bergegas aku menuju ke kamar Mira.“Mir.”Beberapa kali aku mengetuk pintu, tapi tak ada sahutan. Padahal Azan Subuh sudah tak lagi terdengar. Matahari sebentar lagi, muncul. Tanda waktu subuh sudah hampir berakhir.Rencana, usai salat kami ak