Demi JavaScript¹ yang ribetnya kayak cewek PMS, Bianca benar-benar benci jika harus ke kamar mandi tengah malam begini. Ralat, ini sudah subuh sebenarnya. Tapi kan ia baru tertidur pukul satu dini hari, jadi pokoknya ia masih ingin menyelami mimpinya untuk melupakan segala macam tetek bengek per-skripsian. Jujur Bianca takut dirinya kena Stress Disorder karena skripsi. Meski pun sudah di bantu oleh Serena dan bahkan Brian si pemegang predikat cumlaude tetap saja Bianca ingin menangis. Keluar dari toilet, Bianca langsung melompat kaget karena mendapati Brian yang sudah duduk manis di ranjangnya. Saat membantunya mengolah data tadi malam, laki-laki itu pamit untuk ke tempat Daffin. “SAHA MANEH TEH? JURIG NYAK!?” Bianca menunjuk Brian waspada. Brian menipiskan bibir, sebenarnya kenapa ia bisa begitu menyukai perempuan random menyerempet gila macam Bianca ini. “Kenapa sih, Bi? Ngigo?” Brian menanggapinya lelah. Bianca menyentuh wajah Brian dengan jarinya lalu berubah menjadi tarikan
Kabar tentang kehamilan Cath telah menyebar dengan mulusnya. Semua anggota keluarga yang mendengar tentu saja turut bahagia dan mengucapkan selamat. Ah, mungkin ada yang tidak. Serena belum mengucapkan apa pun pada pasangan itu. Bukan, memang gadis itu tidak berminat. Serena juga tidak membencinya. Ia hanya ... sedang berusaha untuk berdamai dengan diri sendiri. Saking senangnya, keluarga Wijaya malam ini membuat acara kecil-kecilan sebagai bentuk rasa syukur untuk cucu pertama mereka, dari mantu pertama. Seperti yang Serena katakan tadi, sebagai bentuk damai dengan diri sendiri Serena pulang ke rumah untuk menghadiri acara itu. Semuanya terlihat berseri. Bahkan langit pun penuh bintang malam ini, seperti sedang ikut turut bahagia. Serena jadi menggertakan giginya kuat-kuat, udara malam saat ini memang dingin namun hatinya jauh terasa lebih dingin. Jean datang menghampiri Serena yang sedari tadi terlihat melamun di balkon. “Kemarin Mami ngobrol sama Diana, loh. Mama-nya Daffin. Kamu
I'm already head over heels on you. Head over heels. Head. Over. Heels. Demi aroma popcorn bioskop yang sangat menggugah selera, Serena memikirkan kalimat Daffin itu semalaman. Bahkan pagi tadi ketika Daffin menjemputnya, Serena kembali teringat. Senyum gadis itu mengembang sempurna mengalahkan kue bolu buatan Jean tadi pagi. Bukan lagi sekedar pernyataan cinta menye-menye ala drama Asia Timur, tapi head over heels katanya.Head over heels on you. On you, Serena. On you! Daffin si manusia cuek bebek itu mengatakannya dengan sadar dalam satu kalimat. Kaki Serena menendang-nendang kecil di bawah meja, hingga tidak sengaja menimbulkan sedikit keributan karena bawahan bangkunya yang beradu. Tapi tentu saja tidak menghilangkan aspek kebahagiaannya.Segera setelah sang dosen di depan mengakhiri kelasnya, Serena langsung melesat pergi dari bangkunya. Tadi ia sudah mengajak Daffin untuk makan siang bersama dan laki-laki itu menyetujuinya. Akhirnya setelah sekian purnama. Biasanya ada saja
Daffin mengerjap polos beberapa kali. Walau kadang tidak mengerti dengan perubahan sikap Serena, tapi hal tersebutlah yang membuat Daffin ingin terus berada di dekatnya. Baru beberapa saat yang lalu Serena memaki dan berteriak padanya lalu dalam sedetik sudah berganti. Tapi apa katanya, I want your lips so bad? Daffin meneguk saliva untuk membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. “Siapa bilang gue enggak suka PDA, hm?” Daffin tersenyum tipis. “Berarti suka?” Serena menyentuh rahang Daffin. Senyum tipis Daffin berubah menjadi sebuah seringaian tapi tak memberikan jawaban. “Tadi bilang apa? Want to taste my lips?” Katanya tepat di depan bibir Serena. “So bad?” Tambah Daffin menggoda. Serena berdesir. Ia langsung kembali membuat jarak dengan Daffin dan menggigit bibirnya sendiri tanpa sadar. “Jangan digigit, dong. Itu bagian gue.” Kata Daffin sambil mengusap pelan bibir Serena dengan ibu jarinya. Serena jadi ikut menyeringai tipis, ia membasahi bibirnya dengan lidah sengaja men
Daffin kampret.Jadi ceritanya di hari minggu yang indah Serena ingin naik delman istimewa. Bukan, maksudnya Serena berencana untuk berkuda. Pada awalnya Serena sama sekali tidak tertarik, tapi berhubung Brian bersedia untuk membayar semua biaya Serena pun mau. Brian tentu saja juga mengajak ayang tersayang—Bianca. Tidak mau kalah, ya Serena juga ikut mengajak Daffin.Daffin mau?Tidak. Of course, as always.Setelah membujuk dengan segala siasat, Daffin akhirnya setuju. Namanya juga bucin pasti cepat luluh. Tapi di hari minggu Diana juga meminta Daffin untuk mengantarnya mencari gaun di butik milik Cath. Karena itu Daffin menyarankan untuk mereka bertemu di butiknya Cath. Tidak menemukan alasan untuk mendebat, Serena pun menyetujui.Setelah kemarin berdebat cukup alot mengenai Galendra, Serena tidak ingin menabur garam bernama kecurigaan lagi. Ah, tentang pertanyaan Daffin kemarin Serena tentu saja tidak mengatakan masalahnya dengan Galendra pada Daffin.Serena hanya berkata, “Masalah
Biasanya walaupun jarang turun ke dance floor, Serena tetap hinggap kesana kemarin menggoda laki-laki yang terlihat sendirian. Tapi kali ini tidak, Serena hanya duduk tenang di meja bar dengan ditemani oleh segelas minuman. Ia hanya melihat datar Bianca dan Sarah yang bersemangat menggoyangkan tubuh melepaskan penat berkat tulisan yang bernama skripsi.“Makasih Kak karena udah sempetin dateng. Buat kadonya juga makasih, aku suka banget.”Serena menoleh kemudian tersenyum seadanya. Si pemilik pesta malam ini—Kayla yang berulang tahun ternyata menghampirinya. Adik tingkat Serena itu mengadakan pesta di salah satu night club. Kayla mengundang semua teman-teman dari angkatannya dan beberapa senior yang ia kenal. Serena hanya mengenal Kayla sekilas karena pernah satu project, tapi berhubung gadis itu baik Serena tentu saja dengan senang hati datang memenuhi undangannya. Sekalian Serena juga sedang butuh alkohol untuk meringankan kepalanya.“Oh, iya. Daffin kenapa enggak gabung kak?” Kayla
Setelah mengantar Serena ke gedung apartementnya, Sarah kembali lagi ke night club karena Bianca masih ada di sana. Memang, di antara tiga serangkai itu, Sarah seringkali berperan sebagai ibu yang mengurus dan memastikan keselamatan anak-anaknya. Karena Bianca si childish dan Serena yang terlalu cuek.Tapi Sarah tidak bisa menemukan Bianca. Tadi Sarah meninggalkan Bianca yang masih sibuk di dance floor karena keadaan Serena sudah mabuk terlalu banyak. Dengan mata melotot, Sarah menginspeksi ruangan remang-remang itu hingga ke sudut mencari tanda-tanda eksistensi Bianca.“Takut banget gue mata lo lepas,”Bukannya Bianca malah ada si mantan. Sarah langsung melemparkan tatapan tajamnya.“Nyari Siapa?”“Yang jelas bukan nyari lo,” Sarah lanjut mengedarkan pandangannya.Daniel mengangkat alisnya tinggi dan merapatkan diri pada Sarah. “Kalau adanya gue gimana?”“Enggak minat,” Sarah menyikut tubuh Daniel agar menjauh.“Bianca dah kagak ada. Tadi udah balik, gue pesenin taksi,” kata Daniel e
Dalam beberapa hari ini Serena berusaha mencari ketenangannya sendiri, mengikuti saran Brian untuk tidak mendatangi Daffin sebelum urusannya dengan Galendra selesai. Toh itu bukan apa-apa, jelas yang terluka malam itu adalah Daffin, bukannya Serena. Harusnya Serena mampu, harusnya Serena bisa baik-baik saja, harusnya Serena bisa tenang, dan harusnya Serena tidak merasa sesak. Akan tetapi kenyataannya, Serena tidak baik-baik saja. Pikiran gadis itu melayang entah kemana. Membayangkan kalau saja malam itu tidak terjadi, atau minimal malam itu dia tidak mabuk sehingga bisa mengusir Galendra bukannya malah melampiaskan kerinduan. Kalau saya begitu, saat ini pasti Serena sedang menghabiskan waktunya bersama Daffin. Mereka akan memperdebatkan hal-hal tak penting, membahas apa saja selama detik masih terus berjalan. Sebagai seseorang yang sangat-sangat berlogika, Saat ini Serena sedang tidak bisa menggunakan logikanya. “Fix, berarti lo baper sama Daffin.” Celetuk Bianca enteng. Ketika me