Kring Kring Kring
Tiba tiba Arsenio dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering. "Tuan Thomas,” gumamnya. Ia mengintip sejenak ke ruang kerja, terlihat Alexa dengan wajah serius sedang meraba tulisan di atas kertas, kemudian menandatanganinya. Arsenio segera mengangkat panggilan itu dan pergi menjauhi ruangan Alexa. "Ya! Ada apa?” sahut Arsenio. "Arsen, kamu mencabut semua kamera di kamar Alexa, kan? " tanya Tn. Thomas terdengar marah. "Ya! Memang kenapa?" jawab Arsenio kemudian balik bertanya. "Kenapa kamu melakukan itu! Aku perintahkan kamu untuk memasangnya kembali!” bentak Tn. Thomas. "Tidak!” tegas Arsenio. "Kurang ajar! Kamu berani menentang aku. Ingat! Aku yang akan membayarmu nanti!" Tn. Thomas naik pitam. "Aku dibayar untuk menjadi bodyguardnya, dan untuk mengetahui di mana gadis buta itu menyimpan semua aset- asetnya. Selain itu aku menolak!” jawab Arsenio dengan nada tegas dan datar. "Sial!” Tn. Thomas tak bisa bicara apapun lagi. "Aku tutup!” singkat Arsenio. #Tut Tanpa pamit Arsenio menutup panggilan itu dan kembali pergi menuju ruangan Alexa, namun ia terkejut karena gadis itu tak berada di tempatnya. "Keman wanita itu pergi?” gumamnya pelan, dahi berkerut dalam. "Nona? Nona?” Arsenio berteriak, matanya berkeliling. “Ahh… ahh… “ Tiba-tiba terdengar suara desahan dan helaan nafas samar di dalam toilet. Arsenio menoleh, "Apa dia...?" Tanpa pikir panjang ia segera menutup rapat dan mengunci pintu ruangan itu. #Klotakk Terdengar suara benda terjatuh keras di dalam toilet itu. Arsenio berlari kecil untuk memeriksa. #Tok Tok Tok "Nona, apakah anda baik-baik saja?” Arsenio mengetuk pintu toilet dengan keras. #Slap Mendadak pintu terbuka, lalu tubuh Arsenio tertarik masuk ke dalam toilet. Ia seketika terpaku. Di sana Alexa beridiri, bibir bawahnya tergigit, keringat dingin sudah membasahi dahinya. Dan Arsenio sadar, jika Alexa sedang menginginkannya. "Arsen... Hhh... Hhh… Berikan tanganmu, tolong!" Alexa berbisik lirih dengan nafasnya yang memburu, seolah tak tahan ingin segera ada yang menyentuhnya. "Tidak!” Tolak Arsenio, matanya sekuat tenaga menghindar dari tubuh wanita itu. "Cepat! Tolong!” Alexa meraba tubuh Arsenio, dengan cepat ia menangkap kedua tangannya, kemudian meletakkannya di gunung kembarnya. #Glup Arsenio menelan salivanya, wajahnya seketika memerah, "Lepaskan, Nona!" Arsen sontak melepaskan tangannya dari sepasang daging kenyal itu, kemudian langsung pergi, meninggalkan Alexa sendiri di dalam toilet itu. Arsenio menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, "Apa yang dia lakukan! Aku ini bodyguardnya, bukan pemuas hawa nafsunya.” Arsenio menggerutu sambil menggelengkan kepala. Desahan Alexa di dalam Toilet terdengar lebih keras. Sementara Arsenio clingak clinguk mengamati keadaan sekitar, mengintip lewat celah tirai yang tertutup. Memastikan tak ada yang akan masuk ke ruangan itu. "Dasar gadis buta yang bodoh! Apa dia ingin semua orang mendengarnya dan mengetahui kalau dia hyper?” Arsenio kembali menggelengkan kepala. #Ceklek Lima menit kemudian, Alexa melangkah keluar dengan perlahan, wajahnya memerah tampak menahan malu. "A-A-Arsen… Apa kamu masih di sini?” tanya Alexa terbata. "Ya” sahut Arsenio, menatap wajah gadis yang berselimut malu. "Aku... Eumhh aku tadi…” "Tak usah dijelaskan! Jangan pernah melakukan hal itu lagi, lakukanlah sendiri atau bersama pacarmu!” potong Arsenio, ia pun merasa canggung. "Tapi… Aku tak punya pacar, siapa yang mau berpacaran dengan gadis buta sepertiku?” gumam Alexa pelan. Arsenio buru-buru menghindari situasi canggung itu, "Aku harus merokok, aku akan keluar sebentar.” Tanpa menunggu jawaban ia keluar dari ruangan itu, ia menghembuskan nafas lega dan masuk ke dalam ruang istirahat, duduk di kursi pojok untuk bersantai menghisap nikotinnya. Tak lama dua orang karyawan wanita masuk sambil mengobrol dengan nada serius. Tanpa menyadari jika Arsenio berada di sana. "Eh , aku dengar, Nona Alexa akan dijodohkan dengan anak dari CEO perusahaan Athena,” bisik salah satu staff, tangannya sibuk membuat kopi. "Benarkah? Darimana kamu tau?" tanya Staff lainnya. "Aku tau dari temanku, dia bekerja di perusahaan Ny. Audrey. Tanpa sengaja dia mendengarkan percakapan Ny. Audrey dan Tuan Thomas, kalo CEO perusahaan Athena ingin melamar Nona Alexa untuk anaknya.” Wanita itu memicingkan mata, "Apakah pria itu tau kalo Nona Alexa buta? Emang dia benar- benar mau sama dia? Ya… walaupun cantik, dia buta gitu loh. Hihi.” "Ya, mungkin demi bisnis dia pasti mau. Hahaha,” balas temannya dengan suara penuh ejekan. "Udah ah, ayo kita kembali bekerja, kamu tau kan, Nona Alexa itu sangat kritis,” bisik staff wanita itu. "Oke, yuk!" sahut temannya. Mereka pun pergi dari ruangan itu. "Dasar wanita, pandainya bergosip!" bisik Arsenio dengan nada kesal. “Baguslah jika gadis buta itu akan menikah, setidaknya dia tak kan melakukannya sendiri, sebelum dia meninggalkan dunia ini.” Senyum sinis mengembang terukir di wajahnya yang dingin.Empat jam telah berlalu, tapi keheningan antara Alexa dan Arsenio seolah menebal tanpa terpecahkan. Mereka masuk ke pintu belakang mobil, duduk bersebelahan dengan jarak yang begitu dekat. Mobil melaju pelan, sementara mata Arsenio tak pernah beranjak dari sosok Alexa di sisinya — pandangan itu tajam, penuh pertanyaan dan rahasia yang belum terungkap. ‘Kenapa gadis ini bisa buta? Dia banyak bicara, tapi tak pernah membicarakan tentang penyebab kebutaannya,’ batin Arsenio tiba tiba penasaran. "Pak, antar aku ke tempat biasa, ya!” pinta Alexa kepada supirnya yang sudah tua itu. "Baik, Nona,” sahut sang supir singkat. Dahi Arsenio berkerut, hatinya penuh tanda tanya, ‘Kemana dia akan pergi? Apakah dia akan pergi memeriksa aset-asetnya? Bagus… Dengan begitu aku akan segera tau, dan aku akan segera pergi setelah mendapatkan bagianku.’ Tak lama kemudian, supirnya berhenti di depan sebuah toko mainan besar yang bersebelahan dengan toko makanan ringan. “Kita sudah sampai,
Kring Kring Kring Tiba tiba Arsenio dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering. "Tuan Thomas,” gumamnya. Ia mengintip sejenak ke ruang kerja, terlihat Alexa dengan wajah serius sedang meraba tulisan di atas kertas, kemudian menandatanganinya. Arsenio segera mengangkat panggilan itu dan pergi menjauhi ruangan Alexa. "Ya! Ada apa?” sahut Arsenio. "Arsen, kamu mencabut semua kamera di kamar Alexa, kan? " tanya Tn. Thomas terdengar marah. "Ya! Memang kenapa?" jawab Arsenio kemudian balik bertanya. "Kenapa kamu melakukan itu! Aku perintahkan kamu untuk memasangnya kembali!” bentak Tn. Thomas. "Tidak!” tegas Arsenio. "Kurang ajar! Kamu berani menentang aku. Ingat! Aku yang akan membayarmu nanti!" Tn. Thomas naik pitam. "Aku dibayar untuk menjadi bodyguardnya, dan untuk mengetahui di mana gadis buta itu menyimpan semua aset- asetnya. Selain itu aku menolak!” jawab Arsenio dengan nada tegas dan datar. "Sial!” Tn. Thomas tak bisa bicara apapun lagi. "Ak
Ini... ini..." Pelayan itu bergetar hebat. "Cepat katakan! Jika tidak, aku akan membunuhmu!" ancam Arsenio. “Anda tak bisa membunuhku, karena ini perintah dari Tuan Thomas," ucap sang pelayan. "Apa? Tuan Thomas?" Arsenio terperangah, "Lalu, apa Nyonya Audrey mengetahuinya?" sambungnya bertanya, dahinya berkerut dalam. "Tidak, Tuan Thomas menyuruhku merahasiakannya dari siapapun, termasuk Nyonya Audrey." Dengan ragu pelayan itu menjawab. "Berikan itu padaku!" Arsenio merebut obat itu dari tangan pelayan dengan kasar. Ia mencicipi sedikit dari obat serbuk itu, "Ini obat perangsang? Apa maksudnya dengan ini?" sambungnya bergumam, kedua alisnya bertaut ketat. "Tapi, Tuan. Nanti Tuan Thomas akan marah padaku," ujar pelayan itu dengan suara bergetar. "Masalah Tuan Thomas biar aku yang urus. Jangan pernah berikan obat ini pada Nona Alexa lagi! Paham?!" tegas Arsenio. "Ba-baiklah, Tuan," jawab pelayan itu ketakutan. "Sejak kapan kamu memberikan obat ini pada Nona Alexa?" tanya
"Ini adalah kamarmu, kepala pelayan akan mempersiapkan semuanya untukmu, dari mulai pakaian dan juga makanan, dan kamarku tepat ada di depan kamar ini," jelas Alexa. Mata Arsenio menelusuri setiap detail ruangan luas itu. Sejenak ia berdecak takjub melihat kamarnya yang dua kali lipat lebih mewah dari kamarnya yang berada di kediaman Tn. Albert. "Apakah kamu sudah tahu apa saja tugasmu?" tanya Alexa kemudian. "Tentu, aku sudah tahu," sahut Arsenio. "Baiklah, sekarang bersiaplah! Antar aku shopping!" seru Alexa dengan semangat. Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik, memacu tongkatnya—melangkah pergi ke keluar dari ruangan itu. "Shopping? Oke! Aku ingin tahu, bagaimana gadis buta berbelanja," gumam Arsenio sambil menggelengkan kepalanya. Singkat cerita, mereka pun tiba di mall terbesar di kota itu, semangat Alexa tak terbendung. Meski kehilangan penglihatannya, setiap aroma dan suara di sekitar menghidupkan imajinasinya. Dia tahu persis arah toko langganannya, tongkat d
Keesokan harinya... "Kamu sudah siap, Arsenio. Kamu... kembali tampan sekarang. Hahaha," ucap Tn. Albert, seperti biasa, tawanya selalu mengiringi ucapannya. Pria dingin itu, mencukur rambut dengan gaya Caesar Cut, gaya rambut yang klasik dan simple, membuatnya semakin gagah, aura dingin dan sangar semakin terpancar. Ia juga menghilangkan semua bulu di wajahnya, mempertegas garis wajahnya yang maskulin. Ditambah dengan setelah jas serba hitam dan sepatu pentofel mengkilat yang menambah kesan wibawanya. "Ya" Dan seperti biasa, jawabannya sangat singkat. Wajah Tn. Albert berubah serius, suaranya serak saat berkata: "Nyonya Audrey, Tuan Thomas dan juga Nona Alexa si gadis buta putri konglomerat itu sudah menunggumu di sana, kamu sudah tahu tugasmu, kan, Arsen?" "Ya, aku mengerti," sahut Arsenio. Tanpa menunggu lama, Arsenio dengan penuh keyakinan dalam mengemban tugas yang telah diperintahkan, pergi menuju Kediaman megah milik Alexa Jennifer. 'Aku harus berhasil menyeles
Suara jeruji besi yang berderit menggema di seluruh ruangan yang lembab dan gelap, menciptakan atmosfer yang mencekam. Tiba-tiba, suara seorang sipir memecah kesunyian, "Tahanan nomor 165, keluarlah! Kamu bebas hari ini," serunya lantang. Seorang pria yang sedang duduk tertunduk perlahan mengangkat kepalanya—Arsenio Alvier, manusia berdarah dingin melekat setiap kali namanya disebut, pria tinggi dan kekar berumur 27 tahun itu berdiri tegak kemudian berjalan melangkah keluar dari balik Jeruji besi yang sudah ia diami selama 7 tahun setelah dituduh melakukan satu pembunuhan. Kedua bola matanya yang coklat berkeliling menatap suasana di luar gedung tinggi dan tertutup itu, kedua alisnya bertaut ketat saat sinar matahari menerpa kedua matanya. Rambutnya yang gondrong berantakan, serta kumis dan juga janggut tipis membuat wajah tampannya terlihat liar dan sangar. Sreeeeetttttttttttt Tiba tiba, sebuah mobil mewah berhenti tepat di hadapan Arsenio. Kaca hitam jendela belakang mobi