Share

Bermain Sendiri

Penulis: Miss Wang
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 12:08:23

Ini... ini..." Pelayan itu bergetar hebat.

"Cepat katakan! Jika tidak, aku akan membunuhmu!" ancam Arsenio.

“Anda tak bisa membunuhku, karena ini perintah dari Tuan Thomas," ucap sang pelayan.

"Apa? Tuan Thomas?" Arsenio terperangah, "Lalu, apa Nyonya Audrey mengetahuinya?" sambungnya bertanya, dahinya berkerut dalam.

"Tidak, Tuan Thomas menyuruhku merahasiakannya dari siapapun, termasuk Nyonya Audrey." Dengan ragu pelayan itu menjawab.

"Berikan itu padaku!" Arsenio merebut obat itu dari tangan pelayan dengan kasar.

Ia mencicipi sedikit dari obat serbuk itu, "Ini obat perangsang? Apa maksudnya dengan ini?" sambungnya bergumam, kedua alisnya bertaut ketat.

"Tapi, Tuan. Nanti Tuan Thomas akan marah padaku," ujar pelayan itu dengan suara bergetar.

"Masalah Tuan Thomas biar aku yang urus. Jangan pernah berikan obat ini pada Nona Alexa lagi! Paham?!" tegas Arsenio.

"Ba-baiklah, Tuan," jawab pelayan itu ketakutan.

"Sejak kapan kamu memberikan obat ini pada Nona Alexa?" tanya Arsenio lagi.

"Sudah lama, Tuan. Setelah Nona Alexa kecelakaan dan menjadi buta. Kira-kira, 7 tahun yang lalu," jawab si pelayan.

"Apa?" Arsenio terperangah, "Sudahlah, Pergi!" bisik Arsenio.

Dengan langkah gontai dan tergesa pelayan itupun pergi dari tempat ia berdiri.

"Tuan Thomas, apa maksudnya dengan ini? Semoga apa yang ada di pikiranku tak benar," gumamnya menghela nafas.

8 jam kemudian, sekitar pukul 11 malam...

#Kreaaaaaatt!

Arsenio diam-diam menyelinap ke kamar Alexa. Di dalam cahaya remang ruangan itu kedua bola matanya berkeliling mencari sesuatu yang ia curiga. Dan benar saja, ia menemukan kamera penyadap di setiap sudut kamar itu.

"Dasar lelaki brengsek! Sungguh tak berkelas! Bisa-bisanya dia melakukan hal rendah seperti ini?!" gumamnya pelan. Dengan cekatan ia segera mencabut semua kamera itu.

#Klotakk!

"Emh..." lenguh Alexa saat mendengar suara benda terjatuh.

Seketika Arsenio mematung dan mudur, mendesak tubuhnya ke sudut lemari, tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

"Apa ada orang?" seru Alexa, ia terdiam, mencoba menelisik sekitar dengan pendengarannya.

"Mungkin aku hanya mimpi," gumamnya kemudian.

Alexa mendadak terduduk di ranjangnya, kedua matanya menghadap ke depan, badannya tiba-tiba merasakan hawa panas, "Eumh... Hhh..." Nafasnya terengah, ia membuka selimut yang menutupi tubuhnya yang hanya terbalut gaun tidur tipis.

"Kenapa ini terus terjadi? Aku sangat menginginkannya," ucapnya tersendat-sendat.

Dalam persembunyiannya, kedua mata Arsenio terbelalak lebar, menahan nafasnya. Terperangah—terkejut saat melihat Alexa melepaskan semua pakaiannya. Kini, gadis itu terbaring tanpa sehelai kain pun. Tepat di hadapan Arsenio.

Melihat wanita itu, mata Arsenio terpaku, tanpa bisa berkedip. Tubuhnya bergetar, jiwa dan raganya berperang dalam diam, menahan gejolak yang nyaris meruntuhkan akalnya. Memicu gelombang hasrat yang mendadak membakar setiap nadi.

Dalam hatinya pria itu berbisik, 'Dia tak meminum obat itu hari ini. Tapi, dia masih merasa terangsang. Itu berarti... dia sudah terbiasa dengan hal itu. Alexa—hyper.'

Napas Arsenio tercekat, diam-diam ia berjalan perlahan—tanpa suara, keluar dari kamar Alexa yang membuatnya mengigil. Ia masuk ke dalam kamarnya lalu menjatuhkan tubuhnya ke ranjang empuk.

‘Sial! Kalau aku tak bisa tidur malam ini, itu berarti semuanya gara-gara dia,’ gerutunya dalam hati.

Waktupun berlalu dengan cepat, bulan telah berganti dengan Sang fajar yang mulai menampakkan cahayanya. Di bawah selimut, Arsenio masih terlelap dalam tidurnya

"Hhh... Hhh... Hhh..." Nafas pria itu tiba-tiba memburu, dadanya naik dan turun.

#Dor!

#Dor!

#Dor!

Suara letusan pistol menggema di telinganya. "Hhh... Hhh.... Tidak!" teriaknya diikuti kedua matanya yang terbuka lebar. Keringat bercucuran di dahi dan juga seluruh tubuhnya.

Arsenio mengusap wajahnya, raut wajahnya frustasi. Setelah kejadian mengerikan di masa lalunya, pria itu sering dihantui mimpi buruk.

Perlahan ia melihat jam beker di meja samping ranjangnya. "Sial! Aku terlambat," gumamnya.

Arsenio bergegas pergi ke kamar mandi, kemudian bersiap-siap untuk memulai pekerjaan sekaligus misinya. Pria bertubuh tegap itu memakai setelan jas serba hitam yang sudah tersedia dalam lemari. Sebuah earpiece hitam terpasang di telinga kanannya.

"Terima kasih, Bi," ucap Alexa setelah mendapatkan makanannya di atas meja.

Tap

Tap

Tap

Suara langkah sepatu terdengar, menuruni anak tangga dan perlahan mendekat.

"Kamu datang, Arsen?" Alexa bertanya sambil memasukkan potongan telur ke dalam mulutnya.

"Ya," sahut Arsenio.

"Duduklah, kamu harus sarapan sebelum bekerja, " ucap Alexa tersenyum.

Arsenio menatap wajah Alexa yang dengan anggun dan tenang melahap makanannya. Namun seketika ingatannya liar pada kejadian mencengangkan tadi malam. Tubuh dan desahan gadis itu, masih terngiang di benaknya.

"Arsen, hari ini kita akan ke kantor, banyak berkas yang harus aku tandatangani," ucap Alexa.

"Oke, baiklah," sahut Arsenio.

"Arsen, aku ingin bertanya sesuatu padamu, boleh?" tanya Alexa.

" Kenapa?" singkat Arsen.

"Apakah kamu punya keluarga? Di mana keluargamu sekarang?" Alexa bertanya dengan antusias, wajahnya penuh keingintahuan.

"Keluargaku jauh," jawab Arsenio tegas. Dingin. Datar.

"Di mana?" tanya Alexa lagi.

"Pokoknya jauh!" jawabnya lagi terdengar sedikit kesal.

"Oh," kata Alexa, ia terdiam, tak meneruskan pertanyaannya lagi. Namun dalam hatinya tak berhenti bersuara, 'Sepertinya masalah keluarga sangat sensitif untuknya," pikirnya.

"Apa kamu sudah selesai sarapan? Jika sudah, ayo kita pergi," ajak Alexa, mencoba mencairkan suasana.

"Ya, ayo," sahut Arsenio.

***

Dua jam kemudian mereka akhirnya sampai di sebuah perusahaan, nama ALGENIO terpampang di atas gedung itu. Perusahaan elektronik terbesar di kota itu—perusahaan utama milik dari Tn. Genio, ayah dari Alexa.

'Dia begitu kaya raya, tapi kenapa dia tak operasi matanya agar bisa melihat lagi?' tanya Arsen dalam hati, penasaran.

Mereka berdua memasuki gedung pencakar langit itu dengan langkah yang pasti. Setiap staf dan karyawan segera menunduk, menyunggingkan rasa hormat yang mendalam saat Alexa berjalan melewati mereka.

Wajah gadis buta itu, menunjukkan ketegasan yang tak tergoyahkan. Di balik kacamata hitamnya, mata Alexa memancarkan sinar tajam yang mencerminkan kekuatan dan determinasinya. Tongkat di tangannya bukanlah pertanda kelemahan, melainkan simbol kekuasaan yang ia pegang erat, menolak segala bantuan karena kepercayaan dirinya yang luar biasa.

Alexa memasuki ruangannya, diikuti Arsenio di belakangnya, seketika itu juga, Alexa menjatuhkan diri di atas kursi putarnya.

"Hhh... hhh..." Suara nafas Alexa memburu, wajahnya yang semula tegas kini berubah seraut cemas yang dalam, mata berkaca-kaca dan jelas memancarkan kepanikan. Setiap helaan nafasnya seolah mengguncang seluruh tubuhnya yang mulai menggigil tidak terkendali.

Arsenio mengerutkan dahi, ia segera mendekat sambil membawa segelas air putih. "Anda baik-baik saja, Nona?"

ia menggenggam tangan kanan Alexa yang dingin dan menaruhnya di gelas yang dibawanya, "Minumlah, ini akan membuatmu lebih tenang," lanjut Arsenio.

#Glup Glup Glup

Alexa meneguk air itu sampai habis, "Aku baik-baik saja, kamu pergilah dulu! Aku akan memanggilmu jika aku membutuhkan bantuanmu," perintahnya tegas. Dalam hatinya, ia tak ingin seorang pun mengetahui perasaan sebenarnya.

"Baik, Nona," sahut Arsenio, tanpa ragu ia melangkah dari ruangan Alexa. Namun ia tak benar-benar pergi, ia berdiri tepat di depan pintu ruangannya yang sengaja ia buat sedikit terbuka.

"Hiks... hiks... hiks..."

Suara isak tangis menggema di dalam, Arsenio sontak mengintip. Alexa—gadis buta yang terlihat kuat dan mandiri, sedang menangis sendirian.

"Ma... .Pa... kuatkanlah aku... " ucapnya lirih sembari menggenggam liontin berbentuk hati di lehernya.

Beberapa detik kemudian, Alexa menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, menepuk lengannya sendiri, "Alexa, kamu bisa! Kamu harus berani, kerja bagus, Alexa! Kamu sudah bersikap dengan benar, dengan begitu kamu tak kan pernah diinjak oleh siapa pun, tak kan ada yang berani menyakitimu." Alexa berbicara dengan dirinya sendiri, jari-jarinya menghapus air mata yang membasahi pipinya, menguatkan hatinya.

Arsenio menatapnya tajam, terbesit sedikit rasa iba di hatinya. Namun, ia teringat akan masa lalunya yang kejam dan kelam. Yang membuat hatinya kembali membeku, "Di dunia yang keras ini, tak ada waktu untuk mengasihani orang lain." Dengan tegas ia berbalik dan menjauh dari ruangan itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kenzi Kenzo
makasih Thor telah hadir kembali novelnya, semoga laris,, aamiinn
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gadis Buta Hyper & Bodyguard Dingin   Panti Asuhan

    Empat jam telah berlalu, tapi keheningan antara Alexa dan Arsenio seolah menebal tanpa terpecahkan. Mereka masuk ke pintu belakang mobil, duduk bersebelahan dengan jarak yang begitu dekat. Mobil melaju pelan, sementara mata Arsenio tak pernah beranjak dari sosok Alexa di sisinya — pandangan itu tajam, penuh pertanyaan dan rahasia yang belum terungkap. ‘Kenapa gadis ini bisa buta? Dia banyak bicara, tapi tak pernah membicarakan tentang penyebab kebutaannya,’ batin Arsenio tiba tiba penasaran. "Pak, antar aku ke tempat biasa, ya!” pinta Alexa kepada supirnya yang sudah tua itu. "Baik, Nona,” sahut sang supir singkat. Dahi Arsenio berkerut, hatinya penuh tanda tanya, ‘Kemana dia akan pergi? Apakah dia akan pergi memeriksa aset-asetnya? Bagus… Dengan begitu aku akan segera tau, dan aku akan segera pergi setelah mendapatkan bagianku.’ Tak lama kemudian, supirnya berhenti di depan sebuah toko mainan besar yang bersebelahan dengan toko makanan ringan. “Kita sudah sampai,

  • Gadis Buta Hyper & Bodyguard Dingin   Situasi canggung

    Kring Kring Kring Tiba tiba Arsenio dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering. "Tuan Thomas,” gumamnya. Ia mengintip sejenak ke ruang kerja, terlihat Alexa dengan wajah serius sedang meraba tulisan di atas kertas, kemudian menandatanganinya. Arsenio segera mengangkat panggilan itu dan pergi menjauhi ruangan Alexa. "Ya! Ada apa?” sahut Arsenio. "Arsen, kamu mencabut semua kamera di kamar Alexa, kan? " tanya Tn. Thomas terdengar marah. "Ya! Memang kenapa?" jawab Arsenio kemudian balik bertanya. "Kenapa kamu melakukan itu! Aku perintahkan kamu untuk memasangnya kembali!” bentak Tn. Thomas. "Tidak!” tegas Arsenio. "Kurang ajar! Kamu berani menentang aku. Ingat! Aku yang akan membayarmu nanti!" Tn. Thomas naik pitam. "Aku dibayar untuk menjadi bodyguardnya, dan untuk mengetahui di mana gadis buta itu menyimpan semua aset- asetnya. Selain itu aku menolak!” jawab Arsenio dengan nada tegas dan datar. "Sial!” Tn. Thomas tak bisa bicara apapun lagi. "Ak

  • Gadis Buta Hyper & Bodyguard Dingin   Bermain Sendiri

    Ini... ini..." Pelayan itu bergetar hebat. "Cepat katakan! Jika tidak, aku akan membunuhmu!" ancam Arsenio. “Anda tak bisa membunuhku, karena ini perintah dari Tuan Thomas," ucap sang pelayan. "Apa? Tuan Thomas?" Arsenio terperangah, "Lalu, apa Nyonya Audrey mengetahuinya?" sambungnya bertanya, dahinya berkerut dalam. "Tidak, Tuan Thomas menyuruhku merahasiakannya dari siapapun, termasuk Nyonya Audrey." Dengan ragu pelayan itu menjawab. "Berikan itu padaku!" Arsenio merebut obat itu dari tangan pelayan dengan kasar. Ia mencicipi sedikit dari obat serbuk itu, "Ini obat perangsang? Apa maksudnya dengan ini?" sambungnya bergumam, kedua alisnya bertaut ketat. "Tapi, Tuan. Nanti Tuan Thomas akan marah padaku," ujar pelayan itu dengan suara bergetar. "Masalah Tuan Thomas biar aku yang urus. Jangan pernah berikan obat ini pada Nona Alexa lagi! Paham?!" tegas Arsenio. "Ba-baiklah, Tuan," jawab pelayan itu ketakutan. "Sejak kapan kamu memberikan obat ini pada Nona Alexa?" tanya

  • Gadis Buta Hyper & Bodyguard Dingin   Obat Perangsang

    "Ini adalah kamarmu, kepala pelayan akan mempersiapkan semuanya untukmu, dari mulai pakaian dan juga makanan, dan kamarku tepat ada di depan kamar ini," jelas Alexa. Mata Arsenio menelusuri setiap detail ruangan luas itu. Sejenak ia berdecak takjub melihat kamarnya yang dua kali lipat lebih mewah dari kamarnya yang berada di kediaman Tn. Albert. "Apakah kamu sudah tahu apa saja tugasmu?" tanya Alexa kemudian. "Tentu, aku sudah tahu," sahut Arsenio. "Baiklah, sekarang bersiaplah! Antar aku shopping!" seru Alexa dengan semangat. Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik, memacu tongkatnya—melangkah pergi ke keluar dari ruangan itu. "Shopping? Oke! Aku ingin tahu, bagaimana gadis buta berbelanja," gumam Arsenio sambil menggelengkan kepalanya. Singkat cerita, mereka pun tiba di mall terbesar di kota itu, semangat Alexa tak terbendung. Meski kehilangan penglihatannya, setiap aroma dan suara di sekitar menghidupkan imajinasinya. Dia tahu persis arah toko langganannya, tongkat d

  • Gadis Buta Hyper & Bodyguard Dingin   Pertemuan pertama

    Keesokan harinya... "Kamu sudah siap, Arsenio. Kamu... kembali tampan sekarang. Hahaha," ucap Tn. Albert, seperti biasa, tawanya selalu mengiringi ucapannya. Pria dingin itu, mencukur rambut dengan gaya Caesar Cut, gaya rambut yang klasik dan simple, membuatnya semakin gagah, aura dingin dan sangar semakin terpancar. Ia juga menghilangkan semua bulu di wajahnya, mempertegas garis wajahnya yang maskulin. Ditambah dengan setelah jas serba hitam dan sepatu pentofel mengkilat yang menambah kesan wibawanya. "Ya" Dan seperti biasa, jawabannya sangat singkat. Wajah Tn. Albert berubah serius, suaranya serak saat berkata: "Nyonya Audrey, Tuan Thomas dan juga Nona Alexa si gadis buta putri konglomerat itu sudah menunggumu di sana, kamu sudah tahu tugasmu, kan, Arsen?" "Ya, aku mengerti," sahut Arsenio. Tanpa menunggu lama, Arsenio dengan penuh keyakinan dalam mengemban tugas yang telah diperintahkan, pergi menuju Kediaman megah milik Alexa Jennifer. 'Aku harus berhasil menyeles

  • Gadis Buta Hyper & Bodyguard Dingin   Arsenio Alvier

    Suara jeruji besi yang berderit menggema di seluruh ruangan yang lembab dan gelap, menciptakan atmosfer yang mencekam. Tiba-tiba, suara seorang sipir memecah kesunyian, "Tahanan nomor 165, keluarlah! Kamu bebas hari ini," serunya lantang. Seorang pria yang sedang duduk tertunduk perlahan mengangkat kepalanya—Arsenio Alvier, manusia berdarah dingin melekat setiap kali namanya disebut, pria tinggi dan kekar berumur 27 tahun itu berdiri tegak kemudian berjalan melangkah keluar dari balik Jeruji besi yang sudah ia diami selama 7 tahun setelah dituduh melakukan satu pembunuhan. Kedua bola matanya yang coklat berkeliling menatap suasana di luar gedung tinggi dan tertutup itu, kedua alisnya bertaut ketat saat sinar matahari menerpa kedua matanya. Rambutnya yang gondrong berantakan, serta kumis dan juga janggut tipis membuat wajah tampannya terlihat liar dan sangar. Sreeeeetttttttttttt Tiba tiba, sebuah mobil mewah berhenti tepat di hadapan Arsenio. Kaca hitam jendela belakang mobi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status