Share

Chapter 4: Tetap tatap

Para pengunjung kedai pun mulai pergi termasuk pria berdasi dan pria berkacamata, mungkin ada urusan lain yang lebih penting bagi mereka atau mungkin sudah bosan dengan ruangan yang disajikan kedai tersebut. Tampak pria berbaju kotak-kotak masih bergeming di meja kedai bekas diskusi yang tidaklah penting baginya setelah melihat gadis itu. Hingga tak sadar hanya tinggal dia seorang ditemani secangkir kopi gayo yang dari tadi tak disentuhnya.

“Maaf, Kak, kami akan segara tutup.” kata pelayan kedai sambil menepuk pundak pria berbaju kotak-kotak itu. Pria itu terkejut karena kehadiran pelayan kedai.

“Boleh saya ambil gelas yang sudah kosong, Kak?” kata pelayan kedai.

“Boleh, Kak, silakan.” jawab pria berbaju kotak-kotak itu sambil merapikan barang bawaannya

“Maaf, Kak, ini kopi pesanan kakak tidak dihabiskan?”

“Oh, iya, Kak” sambil menghabiskan kopi gayo. Dia baru tersadar kalau kopi pesanannya tadi masih penuh, sepenuh pikirannya kepada wanita pengunjung kedai tadi.

Lampu-lampu kedai mulai mati satu persatu. Rudra keluar dari kedai dengan pikiran yang masih menyorot terang gadis itu. Pria itu bersiap pulang kembali ke rumah dengan mengendarai sepeda yang mulai pudar catnya. Setiap kayuhan menuju jalan pulang dia masih terbayang akan wajah gadis itu. Pria itu membelah jalanan sepi dengan sinar rembulan yang menerangi pikiriannya yang masih penuh. Jalanan menjadi sebuah takdir untuknya karena dia pasti yakin untuk mendapatkan gadis tadi.

Sesampainya di rumah dia masih terbayang akan gadis itu, dia menanggalkan kemeja kotak-kotaknya dan berganti baju bersiap untuk tidur dia berharap agar dia bertemu dengannya esok hari entah di mana yang terpenting berjumpa denganya dan melihat senyumnya.

Dalam kesiapannya untuk tidur dia masih terbanyang gadis itu, baginya gadis itu seperti Dewi Afrodit yang belum dijamah oleh tangan kasar Zeus. Bayang-bayang wajah gadis itu perlahan membuat dia menuju istirahat malamnya. Dalam bunga tidur pun pria itu masih dihantui gadis, dia mencoba menghampiri si gadis dengan sepeda yang terbang seperti awan sakti Sun Go Kong yang melesat cepat menyelamatkan gurunya dari cengkeraman siluman. Mendekat, mendekat, semakin mendekat, ketika dia sudah dekat dengan gadis itu seketika wajahnya berubah menjadi wanita tua berkacamata dengan hidung yang bulat serta perut yang buncit yang sedang mengunyah anak ayam mentah-mentah, dan berteriak keras seperti bunyi alarm tepat di depan wajah pria itu sampai membuatnya terbangun dari tidur.

“Astaga!!!!” teriaknya sambil mematikan alarm yang sangat cerewet. Jarumnya dengan tajam menunjukkan bahwa sekarang sudah pukul sembilan pagi.

Dia masih termenung di tempat tidurnya dan berpikir mimpi apa dia semalam, bunga tidur yang seharusnya menjadi taman bunga yang indah di tengah musim semi mendadak hancur menjadi taman bunga yang dilindas traktor karena pelebaran jalan. Tiba-tiba suara ponsel berbunyi. Ternyata telepon dari Gofani yang sudah menelepon dia selama sembilan kali berturut-turut. Belum sempat dia berkata halo, pria berkacamata itu langsung menyahutnya.

“Kamu dimana? Sudah jam berapa ini? Astaga mimpimu bisa kabur nanti kalau jam segini kamu belum siap, kita sudah janji.” Kata Gofani si pria berkacamata dengan nada keras.

“Iya, iya aku mau berangkat ini” jawab Rudra.

“Jangan kecewakan kurator kita, ini proyek kesenia....”

Tanpa pikir panjang, Rudra memotong percakapan menyebalkan itu, kemudian bergegas untuk berangkat ke kedai itu lagi. Dengan cepat dia mempersiapkan semua yang ia butuhkan untuk pergi. Terdengar dari dalam kantong celana, ponselnya berdering kembali.

“Halo ada apa lagi ini? Aku sudah mau berangkat.” kata pria itu.

“Kamu sudah ku pesankan ojek online, segeralah berangkat! Dia sudah ada di depan rumah mu.” kata Gofani dengan agak kesal. Tanpa pikir panjang pria itu langsung keluar rumah dan mencari ojek online yang katanya sudah sampai untuk menjemput.

“Atas nama Mas Rudra?” tanya si ojek online.

“Iya, benar saya.” jawab pria itu.

Pengemudi ojek itu pun menyerahkan helm berwarna hijau. Rudra mengenakannya dengan terburu-buru dan segera naik ke jok motor.

"Tujuannya ke kedai...."

"Iya, iya, betul, Mas. Itu teman saya yang pesan, pasti tidak salah. Ayo cepat berangkat."

Dalam perjalanan menuju kedai, Rudra tak habis-habisnya berpikir apa yang harus dia lakukan jika bertemu kembali dengan gadis itu. Walaupun si pengemudi ojek online mengajak ngobrol obral tentang hidupnya yang pelik, tetapi dia tak mendengarkan dan hanya menjawab sekadarnya dengan tawa basa basi. Kepalanya masih penuh dengan gadis itu, sosoknya tak kunjung memudar dalam ingatan Rudra meski hari telah berganti.

“Sudah sampai, Mas.” kata si pengemudi ojek online sambil menepuk kaki Rudra.

"Oh, iya, iya, Mas. Makasih" jawab Rudra beranjak dari jok dan menyerahkan helm.

Melihat dirinya sudah sampai di kedai tujuan, raut wajah pria yang mendung itu seketika berubah menjadi sumringah seperti matahari menyapa bumi di pagi hari.

“Waktu yang sudah berlalu tidak bisa kita pukul mundur meski kita punya artileri atau infantri negara adi kuasa.” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status