Share

Chapter 3: Temu 

Kedai di tengah kota memang menawarkan ribuan tempat untuk menghilangkan penat. Mulai dari kedai kopi dengan tema industrial atau kopi dengan tema ramah lingkungan. Kedai kopi yang sekarang mereka singgahi punya nilai yang paling beda hari ini, hampir seperti kejatuhan durian runtuh. Mereka memberikan racikan kopi yang istimewa dengan rasa yang sangat otentik, tak khayal banyak pengunjung yang datang berkali-kali ke tempat ini.

Suara pengunjung yang bersinambungan dengan riuhnya kota dihaluskan dengan tawa dan desir angin pohon-pohon hijau yang ditanam di sekitar kedai tersebut.

krincing” suara bel pintu masuk kedai berbunyi.

Diskusi itu rehat sejenak, sudah seperti paruh waktu saat pertandingan sepak bola antar negara. Obrolan serius terahlihkan dengan kehadiran seorang wanita yang baru saja terbit dari pintu masuk kedai.

Pandangan pria berkemeja kotak-kotak menjelma pedang yang tajam menusuk aroma kehadiran gadis tersebut. Entah kenapa, dari sekian perempuan yang hadir di ruangan tersebut sosok baru inilah yang mampu menggugah dirinya untuk lebih masuk dan larut ke dalam euforia kehadirannya. Pandangan pria berkemeja kotak-kotak semakin menyelami tiap langkah yang tertata memasuki sela-sela antara kursi dan meja. Mengamati, mengamati dan dengan sangat teliti dia mulai memboyong sosok tersebut ke dalam angannya, dan mendiamkan wanita tersebut di bawah pohon rindang di bukit khayalnya saat ini.

Seperti dongeng anak kecil tentang pangeran berkuda, gadis itu dijadikannya sesosok putri raja yang sedang mengadakan sayembara untuk menjadi suaminya. Pria berkemeja kotak-kotak tidak tinggal diam, dia mengubah bentuknya menjadi seorang ksatria tampan dengan kuda kekar dan menawan, berbaju zirah ala panglima kaisar romawi kuno yang membawa sebilah pedang emas lengkap dengan tamengnya.

Meski di meja itu sudah kembali bertanding dengan saling lempar tangkap ide, pria berbaju kotak-kotak masih melamunkan sesosok gadis yang baru datang tadi. Diskusi di meja itu sudah memiliki titik temu, tetapi pandang mata pria berbaju kotak-kotak masih saja tak jemu memandangi gadis yang baru saja datang.

“Jadi kamu sepakat, Rud?” tanya pria berkacamata.

“Rud!” sambungnya dengan sedikit rasa kesal.

“Rud!” tambahnya dengan rasa yang sudah kesal karena sedaritadi panggilannya tidak dijawab.

“RUDRA!” dengan nada yang lebih tinggi dari tinggi badannya.

“Ada apa sih?” jawab pria berkemeja kotak-kotak.

“Sepakat saja ya? Lagian kamu nih melamun aja. Cari inspirasinya nanti saja”, sambil meminum kopi yang sedari tadi datang memanggilnya meminta untuk diminum.

Sepalingan wajahnya kembali ke sudut di mana gadis itu bertengger. Dia menghilang. Pria berbaju kotak-kotak, mencari di tiap sudut kedai. Matanya berlarian membelalak menulusurinya, mata pria berkemeja kotak-kotak menjelma polisi penyelidik yang sedang memburu burunonan kelas kakap dengan kasus korupsi dana sosial raktyat. Perlahan-lahan mata itu sayu, lemas dan lunglai, tak didapati sebatang hidung si gadis yang memicu hatinya untuk berdetak lebih kencang lagi.

Gadis itu sudah raib ditelan waktu, hanya sekian detik. Pria berkemeja kotak-kotak itu terdiam, lalu menutup matanya hendak mencari sang gadis yang masih ia letakkan dibawah pohon rindang dalam dunia angannya. Pria itu menarik nafas lega, gadis itu masih ada dengan duduk manis di bawah pohon itu.

Adegan di kedai ini ditutup dengan, pria berdasi yang sedang berdiri sambil menerima telpon yang mungkin saja sedang merayu orang-orang kaya yang mau membuang uangnya. Pria berkacamata juga tak kalah saing, dia mengambil setiap sudut estetik di kedai tersebut dengan gawainya. Sedangkan pria berkemeja kotak-kotak sepertinya sedang merapal doa, untuk mengutuk dirinya bertemu kembali dengan sang gadis yang berani mencuri perhatiannya.

“Setiap tatapan yang terbit dari matanya adalah silap keindahan yang menyulap kehampaan menjadi silau kesempurnaan” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status