Share

Kastil Megah

Author: Suharni
last update Last Updated: 2023-12-08 12:21:25

Mobil sedan hitam membawa Maria dan juga Mark. Di dalam mobil itu mereka hanya diam membisu. Bahkan suara musik pun tidak terdengar sama sekali.

Keheningan menemani mereka menuju kastil megah milik Mark.

Dua jam perjalanan, akhirnya mereka pun tiba. Maria melirik bangunan di depannya. "Apakah ini istana?" batin gadis itu.

"Apa kau lebih suka tinggal di dalam mobil?" cetus Mark yang sudah keluar dari mobil.

"Kalau aku diberi pilihan untuk tinggal di mobil, maka aku lebih baik diam di sini," bisik Maria.

"Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Mark penuh selidik.

"Tidak!"

Maria pun keluar, mengikuti jejak langkah Mark memasuki kastil yang menjulang tinggi.

Warnanya coklat tua, bagian dalam dipenuhi pernak-pernik klasik nan unik.

Di sudut ruangan lantai satu terdapat tirai kristal putih. Ada pula patung harimau yang tampak menyeramkan. Mata hewan buas itu berwarna merah menyala.

Sedangkan lampu gantung terlihat remang-remang.

Hampir seluruh ruangan memiliki bola lampu kuning. Sehingga menambah kesan klasik yang mendalam.

Maria mulai bergidik ngeri tatkala patung harimau itu bersuara. Rupanya suara tersebut merupakan kunci untuk menuju lantai atas.

"Ini rumah atau istana hantu? Mengapa sangat menyeramkan?" batin Maria semakin ketakutan.

Bug!

Seperti biasa, Maria kerap tidak memperhatikan jalannya. Sehingga punggung Mark menjadi sasaran.

"Apa kau selalu menyimpan bola matamu di belakang? Mengapa kau selalu menabrakku?" cetus Mark kesal.

"Maafkan aku. Aku hanya takut pada harimau," sahut Maria jujur.

"Harimau?" Kening Mark berkerut tak paham. Namun, sedetik kemudian pandangannya tertuju pada patung harimau yang terpampang di dinding dekat lift.

Kini Mark paham, bahwa Maria takut pada benda mati tersebut. "Hati-hati, biasanya menjelang malam hari patung itu berubah menjadi mahkuk abstrak." Akan tetapi, alih-alih menenangkan Maria, Mark justru semakin menakut-nakutinya.

"Apa?" Dan benar saja, wajah Maria semakin pucat. Ekspresinya kian kentara.

"Tenang saja, dia tidak akan menggigit bila kau menjadi anak yang patuh," imbuh pria itu. Lantas menekan tombol lift ke lantai sembilan.

Sesampainya di sana, Mark disambut oleh beberapa pelayan. Mereka menunduk memberi hormat. Di antaranya ada yang berbisik, "Apakah gadis itu istri Tuan Mark?"

"Mungkin saja. Dia terlihat sangat polos dan kampungan," kata pelayan yang lainnya.

"Dengar, mulai saat ini kamar di ujung sana adalah miliknya. Tidak boleh ada yang mendekat kecuali perintah dariku. Apa kalian paham?" Mark mulai mengeluarkan mandat. Memerintah para pelayan agar memperlakukan Maria dengan baik selayaknya manusia.

"Baik, Tuan," sahut seluruh pelayan itu secara bersamaan.

"Rebeca, antar dia ke kamarnya. Pastikan semuanya tersedia dengan baik. Jangan sampai ada yang terlupakan," titah Mark kemudian.

"Baik, Tuan."

Maria dibawa oleh Rebeca, pelayan berusia dua puluh sembilan tahun.

"Silahkan, Nona." Wanita dengan rambut pirang itu memberi interupsi kepada Maria untuk mengikutinya.

Sedangkan Mark memasuki kamar pribadinya yang tak jauh dari kamar Maria tadi.

"Silahkan masuk, Nona. Mulai sekarang ini adalah kamar Anda. Jika Anda membutuhkan sesuatu, silahkan panggil saja aku. Sebab, mulai saat ini aku adalah pelayan Anda."

Maria terkesiap. Matanya pun turut membeliak. Betapa tidak, beberapa waktu lalu Mark memintanya untuk menjadi pelayan. Lantas apa yang terjadi saat ini? Mengapa Rebeca justru menjadi pelayannya? Apakah itu artinya pelayan juga mempunyai pelayan? Atau pelayan memiliki tingkatan?

Jika benar demikian, bukankah Maria masih tergolong baru di tempat itu? Lalu bagaimana bisa ia mempunya pelayan? Ataukah Mark sengaja membodohi dirinya untuk menjadikan ia sebagai pendamping?

Bila itu benar, maka Mark merupakan kaum pedofil. Menyukai anak dibawah umur menjadi istri.

"Pelayanku? Bukankah aku juga seorang pelayan di sini? Lalu bagaimana bisa kau..."

"Maaf, Nona. Saya tidak berkewajiban untuk menjawab pertanyaan Anda. Hal itu Anda bisa tanyakan langsung pada Tuan Mark. Permisi," sahut Rebeca penuh misteri.

Wanita bergincu nude itu pun pamit undur diri.

"Ada apa ini sebenarnya? Mengapa aku mempunyai pelayan pribadi? Bukankah kedatanganku ke tempat ini sebagai pelayan seperti yang lainnya? Aku harus bertanya pada Mark," bisik Maria.

Tanpa berpikir lagi, Maria pun keluar kamar. Hendak menemui Mark. Namun, sialnya ia masih belum mengetahui di mana letak kamar pribadi pria tersebut. Alhasil Maria pun tersesat. 

Dia tak tahu arah jalan pulang. Ruangan itu terlalu berliku. Terlebih lagi ada cermin besar sebagai pembatas tembok. Hal tersebut menyebabkan ia kebingungan. Hanya Mark lah yang tahu persis bagaimana cara menemukan jalan keluar.

"Apakah aku tersesat? Mengapa aku tidak menemukan ruangan yang lain? Bukankah tadi ada ruangan lain di ujung sana?" Maria semakin kebingungan. Pasalnya sebelum Rebeca mengantarnya ke dalam kamar, ia melihat ada sebuah pintu di ujung ruangan yang menunjukkan, bahwa masih ada ruang lain di sana.

Maria tidak mau putus asa, ia terus mencari cara untuk keluar. Naas, wanita itu tidak menemukan apapun di sana. Semakin ia bergerak, ruangan itu kian mengecil, hingga menghimpitnya.

Ting!

Namun, beberapa saat kemudian terlihat cermin itu bergerak mundur. Memberi ruang untuk Maria. Lalu tembok yang tadinya menghimpitnya perlahan terbuka. Hingga nampaklah Mark di sana.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini? Mengapa kau keluar dari kamarmu?" tanya Mark penuh penekanan.

Sesungguhnya Mark sangat lelah. Dia hendak beristirahat, tetapi tombol yang menghubungkan kamarnya dan Maria berbunyi cukup kencang.

Tombol itu ibarat alarm, bahwa ada sesuatu yang tidak beres tengah terjadi.

"Aku sedang mencari kamar Anda, Tuan," sahut Maria.

"Kamarku? Untuk apa kau mencari kamarku? Apakah kau ingin menjalankan tugasmu sebagai pelayan?" Jawaban pria itu sontak membuat Maria terdiam.

"Apakah itu artinya aku akan menjadi budak pria ini?" Maria mulai berfantasi liar. Membayangkan ia menjadi budak seks pria tersebut.

"Tuan..."

"Dengar, aku bukan pedofil seperti yang kau pikirkan saat ini. Aku adalah pria normal. Kau hanya murni akan menjadi pelayanku. Bukan partner hidupku. Jadi, singkirkan pikiran buruk dari otak kecilmu sebelum aku melakukan sesuatu yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya." Seakan tahu apa yang dipikirkan Maria, Mark pun mengultimatum gadis manis tersebut. 

"Lalu mengapa Tuan memberiku seorang pelayan?" tanya Maria akhirnya.

Mark tidak langsung menjawab. Pria itu mendekati Maria secara perlahan dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Lantas pemuda tampan itu memasukan kedua tangan ke dalam saku celana sembari berkata, "Karena kau adalah pelayanku, bukan pelayan mereka. Hanya aku yang boleh memerintahmu. Bukan orang-orang itu. Apa kau paham sekarang?"

Tidak, Maria masih belum paham. Bagaimana bisa seorang pelayan memiliki pelayan? Bukankah ini artinya berbeda? Maria seakan menjadi pelayan istimewa dalam kastil tersebut. Atau dengan kata lain ia merupakan istri dari Sang pemilik gedung megah itu.

"Tidak! Aku tidak paham," sahut Maria akhirnya.

"Kembalilah ke kamarmu, nanti malam aku akan jelaskan. Sekarang aku benar-benar lelah," ungkap Mark.

"Nanti malam? Apakah itu artinya dia akan memintaku untuk tidur bersama? Bukankah barusan dia berkata, bahwa ia bukanlah seorang pedofil? Lalu apa ini?" Maria mulai panik dalam hati. Berpikir segala kemungkinan yang akan terjadi.

"Mengapa diam saja? Apa kau lebih suka terkurung dalam ruangan ini?" imbuh pria itu setelah tak mendapati pergerakan dari Maria.

"Baiklah," sahut Maria dengan nada pelan.

"Sebenarnya apa yang akan dilakukan pria itu padaku? Apakah ini awal dari segala penderitaan yang ku alami kelak? Ya Tuhan, tolong jangan uji aku sampai melebihi batas kemampuan." Maria berdoa di dalam hati sembari meninggalkan Mark.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Dua Belas Digit   Akhir Dari Segalanya (Tamat)

    Hari yang ku nantikan akhirnya datang juga. "Selamat siang, Tuan Mark. Apa benar kau yang memanggilku?" Akhirnya wanita licik itu masuk dalam perangkapku. Dia datang seorang diri. "Silahkan duduk, Nona Monika. Aku memang ingin bertemu denganmu." Ya, wanita itu adalah Monika. Wanita yang selama tiga bulan terakhir ku curigai kehadirannya. Setiap kali melangkah, wanita itu pasti ada dimana-mana. Bukankah ini sesuatu yang mencurigakan? Bahkan pertemuan kami pun seolah direncanakan dengan matang. "Ada apa, Tuan Mark? Apa kau merindukanku?" Kali ini Monika tak segan menunjukkan jati dirinya. Dia membelai pundak serta dahiku. Seakan hendak menggoda. Faktanya adalah aku tidak tertarik sama sekali. "Tentu saja aku merindukanmu. Kalau tidak, untuk apa aku capek-capek memintamu datang?" Aku sungguh muak terhadap diriku sendiri. Menyentuh paha wanita selain Maria, membuatku jijik dan ingin muntah. "Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi? Silahkan jamah aku." Aku sudah duga, Monika past

  • Gadis Dua Belas Digit   Dan Ternyata

    Tiga bulan sudah istriku menjalani tahap pemulihan. Dan hari ini akhirnya kami diizinkan kembali ke rumah.Senang rasanya bisa melangkah bersama seperti ini. Menghirup udara serta aroma khas rumah yang telah lama dirindukan.Sewaktu berada di rumah sakit, Maria kerap menanyakan rumah ini. Maklum saja, dua tahun koma tentu membuatnya melupakan banyak hal. Selalu yang diingat hanyalah peristiwa enam tahun silam.Tapi tidak masalah, yang terpenting adalah dia telah kembali padaku. Sisanya biar takdir yang urus.Aku tidak ingin hal lain mengusik ketenangan kami. Sudah cukup aku melihat air mata di pipi Maria. Sekarang waktunya dia bahagia."Sayang, berapa lama aku koma? Mengapa semuanya tampak sama? Bukankah kau bilang, bahwa aku koma selama dua tahun? Tapi kau dan aku masih terlihat sama."Entah apa maksud dari pertanyaan ini. Maria duduk di depan cermin rias miliknya. Sedangkan aku meletakkan tas milik istriku itu."Apa menurutmu ada yang berbeda dari rumah ini? Atau cermin itu yang ber

  • Gadis Dua Belas Digit   Wanita Itu Datang Lagi

    Aku masih menunggu hasil pemeriksaan Maria. Tiba-tiba sosok wanita asing datang menghampiriku."Tuan Mark? Ah, benar itu Anda. Tadinya aku ragu untuk menyapa, takut salah orang. Tapi rupanya benar-benar Anda," ucap wanita yang nyaris membuatku lupa siapa dia."Ah ya, Nona...""Monika."Bahkan aku melupakan namanya saking tidak pentingnya dia. Entah wanita ini datang dari sudut mana, tiba-tiba berdiri di depanku dengan senyuman yang menurutku mencari perhatian."Ah, benar. Monika," gumamku acuh.Tuhan, Kau bisa tahu betapa aku tidak menyukai interaksi ini. Aku sungguh canggung dan merasa aneh."Mark, dia..."Leo menghampiri kami dengan tatapan penuh tanyanya."Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang tak sengaja bertemu. Aku nyaris menabraknya sewaktu menjemput Leo tadi siang. Entah mengapa kami selalu bertemu dimana-mana," jelasku bernada sedikit kesal.Entah mengapa, semenjak Maria siuman. Aku lebih sensitif terhadap wanita lain... Maksduku adalah aku tidak suka ada perempuan lain di

  • Gadis Dua Belas Digit   Jangan Menikah Lagi

    Mark Pov.Setelah sekian lama menyaksikan istriku terbaring koma tak berdaya di rumah sakit yang ku bangun sendiri, kini akhirnya ia kembali pulih.Mungkin Tuhan telah bosan mendengar doa serta keluhanku. Atau mungkin Maria sakit hati setelah aku mengancamnya menikah lagi.Sungguh, aku tersenyum gemas ketika mengingat hari itu. Andai bukan di rumah sakit. Andai kondisinya telah membaik seperti dulu. Maka aku akan menciumnya secara bertubi-tubi. Lalu mengajaknya bercinta sepanjang hari.Maria, istriku itu sangat suka menggoda ketika usianya beranjak lebih dewasa. Bukan tanpa usaha, dia semakin bijaksana dan berwibawa.Sampai detik ini, aku masih belum percaya, bahwa Tuhan akhirnya mengabulkan segala hajat yang ku panjatkan.Pun Joe, Putra kami satu-satunya. Anak itu tak pernah berhenti mendoakan Ibunya yang sekarat. Walau sempat kecewa serta nyaris putus asa karena Maria tak kunjung sadar juga. Akan tetapi, Joe berhasil melalui itu semua.Harus aku akui, Anak itu sungguh luar biasa ber

  • Gadis Dua Belas Digit   Habis Gelap, Terbitlah Terang

    Hari itu Mark dan Joe tengah merayakan ulang tahun Maria yang ketiga puluh satu. Walau wanita itu masih setia dengan tidur panjangnya.Selang infus dan oksigen menjadi saksi bisu mereka merayakan hari kelahiran Ibu satu Anak tersebut. Seolah hendak mengatakan kepada dunia, bahwa meski dalam situasi dan kondisi apapun, mereka tetap setia menanti kehadiran Maria di tengah-tengahnya.Walau entah kapan waktu itu akan segera datang. Yang pasti baik Mark maupun Joe, keduanya kompak tidak ingin putus asa."Happy birthday to you... Happy birthday too you... Happy birthday to you... Happy birthday... Happy birthday to you..."Mark dan Joe menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepada Maria."Maaf, aku terlambat... Belum dimulaikan acara tiup lilinnya? Maaf, tadi aku mampir di butik teman untuk membeli gaun ini sebagai hadiah. Nanti kalau Mommy dari cucuku yang tampan ini sembuh, bisa langsung dikenakan."Sementara Mely datang terlambat, karena masih harus mencari hadiah ulang tahun untuk menantu

  • Gadis Dua Belas Digit   Munculnya Wanita Lain

    Entah dengan jurus doa apa lagi harus Mark dan Joe panjatkan kepada Tuhan agar Maria segera sadar dari komanya.Telah berbagai macam cara dilakukan. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Sampai akhirnya memasuki tahun kedua."Mark, apa kau tidak berencana untuk menikah lagi? Maaf sebelumnya, bukan aku tidak menghormati istrimu. Akan tetapi, bila melihat situasi dan kondisinya saat ini. Sangat sulit untuk selamat. Sebaiknya kau mengambil keputusan cepat. Apa kau tidak memikirkan Putramu? Dia juga menginginkan sosok Ibu," ucap Wilyam."Terimakasih atas nasehatmu, Bro. Aku tahu kau peduli padaku, tapi maaf. Aku tidak bisa. Berbicara mengenai Putraku, tentu saja aku memikirkan masa depannya. Namun, bukankah sangat egois bila aku meminta restunya untuk menikah lagi demi memberi Ibu baru? Sementara Ibu kandungnya masih terbaring tak berdaya di rumah sakit... Maaf, aku tidak bisa," jawab Mark, menolak tegas usulan Wilyam."Baiklah, aku tidak keberatan. Aku hanya ingin menyampaikan gagasank

  • Gadis Dua Belas Digit   Luapan Hati Joe

    Waktu terus berputar. Akhirnya hubungan antara Mark dan Ibunya kembali membaik. Keduanya telah berdamai dengan keadaan yang selama bertahun-tahun mencekik mereka.Pun Joe, Bocah itu sangat bahagia sekaligus antusias menyambut hubungan barunya bersama Sang Nenek.Namun sayangnya, kebahagiaan itu tak dapat disaksikan oleh Maria yang belum juga sadar dari komanya.Sudah berbagai macam cara telah Mark lakukan demi kesembuhan wanita itu. Bahkan Mark rela membawa Dokter terkenal asal Amerika, Singapoor, Jerman, Turkey, dan Rusia. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Maria seolah enggan untuk bangkit kembali.Tampaknya luka yang disebabkan oleh Casandra sangat parah sehingga menyebabkan Maria mengalami koma berkepanjangan.Luka benturan pada bagian kepawa wanita itu menjadi penyebab utama ia masih belum sadarkan diri hingga satu tahun terakhir.Berbagai macam cara dan doa dipanjatkan oleh Mark demi kesembuhan Sang istri tercinta. Namun, lagi-lagi tak ada perubahan sama sekali. Bahkan jema

  • Gadis Dua Belas Digit   Lembaran Baru

    Hari berganti hari, minggu berganti minggu, hingga bulan berganti bulan. Akhirnya Mely memberanikan diri untuk menemui Maria di rumah sakit. Walau wanita itu masih setia dengan koma panjangnya.Selama ini Mely hanya bisa menatap dari kejauhan tiga orang kesayangannya itu sembari mengenakan kacamata hitam agar tidak dikenali orang-orang.Melalui tembok kokoh, Mely berdiri rapuh menatap jauh cucu tercinta sembari merasa iba. Tak ada yang bisa dilakukan oleh wanita tua itu. Sebab, Mark tidak mengizinkan dirinya untuk mendekati Joe, pun Maria.Mely yang sangat hafal betul karakter Putranya itu, hanya bisa pasrah menerima kenyataan, bahwa ia telah terbuang dari anggota keluarga Mark.Sejujurnya Mark tidak sepenuhnya membenci Maly. Hanya saja Mark ingin melihat ketulusan yang luas dari hati wanita yang telah melahirkannya itu."Maria, hari ini dengan segenap rasa hormat dan penyesalan yang mendalam. Saya meminta maaf padamu, Nak. Karena aku lah kau berakhir seperti ini. Aku terlalu mencinta

  • Gadis Dua Belas Digit   Karma Dibalas Tunai

    Hidup itu tidak seindah berada dalam negeri dongeng, yang ketika sedang mendambakan sesuatu. Maka tinggal minta kepada Ibu peri.Hidup itu tidak sesimple pemikiran membalikkan telapak tangan. Hidup itu tidak semudah memetik bunga di taman.Melainkan hidup itu butuh perjuangan yang besar. Jika ingin hasil maksimal, maka lakukan yang terbaik dalam hidup ini.Tuhan telah memberi berkah-Nya kepada setiap manusia. Akan tetapi, bila seluruh pintu syukur ditutup, maka dunia dan seisinya tak akan membuat kita kenyang.Jangan pernah memandang kenikmatan orang lain hanya untuk membandingkan dengan diri sendiri, agar hati tetap damai dan tak ada kesukaran.Rejeki tidak selalu tentang materi. Melainkan persahabatan, keluarga, serta pendidikan adalah nikmat tiada tara.Akan tetapi, tidak segelintir orang yang berpikir sebaliknya. Masih banyak penghuni bumi ini yang tak pandai bersukur dan lebih memilih mengejar ambisi. Padahal yang diberi sudah lebih dari cukup.Seperti yang telah dialami oleh Cas

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status