Share

6. Tawaran

Wanita berbadan ramping itu mendongakkan kepalanya untuk menatap langit. Lalu dia memejamkan mata dan menghirup udara sebanyak–banyaknya. 

Saat matanya terpejam, muncul wajah Erlangga, Tari dan Bulan tersenyum kepadanya. 

"Aku harus bagaimana, Mas? Harus kah aku pergi jauh darimu, setelah mengetahui kalau kamu masih hidup?" 

"Kenapa pula kamu lupa ingatan?" 

Setelah dua hari berlalu, Sabrina sudah memikirkan matang–matang keputusan tentang Erlang. 

Saat ini juga, Tari sudah pergi ke sekolah. Gadis kecil itu benar–benar tak sabar untuk kembali ke sekolah. Padahal dia baru sehari masuk. 

"Bulan!" teriak Tari saat melihat Bulan turun dari mobil. 

Lalu Erlang juga turun setelah Bulan. Kedua orang yang usianya terpaut jauh itu menatap Tari dan Sabrina secara bergantian. 

Bulan menatap Sabrina sekilas lalu beralih pada Tari yang masih diperban bagian tangannya. Sementara Erlang, menatap Tari sekilas lalu menatap Sabrina dengan senyuman yang menawan. 

"Tari sudah sembuh?" tanya Erlang pada gadis yang mirip putrinya dengan posisi berjongkok. 

"Sudah, Om. Sakitnya tinggal sedikit, besok juga sembuh," jawab Tari lalu beralih mengobrol dengan Bulan

Erlang beralih kepada Sabrina. Hari ini, wajah Sabrina terlihat lebih ceria dibandingkan pertemuan–pertemuan yang sebelumnya. 

"Hai," sapa Sabrina yang membuat Erlangga terheran. 

"Dasar wanita, cepat banget berubah," guman Elang dalam hati. 

"Hai juga." Pria itu bingung harus bersikap bagaimana pada Sabrina. 

"Emm, Papanya Bulan, nanti kamu ada waktu nggak." 

"Ada apa?" 

Mereka berempat kini berjalan menuju kelas. Tari dan bulan di depan. Sedangkan Sabrina dan Erlangga di belakang. Sudah seperti sepasang keluarga kecil yang bahagia. 

"Kemarin, aku mendapat tawaran kerja sama. Mereka memintaku untuk menyiapkan ruangan outdoor yang simple dan elagan. Akan tetapi, aku masih sedikit ragu. Bisakah Papanya Bulan melihat hasil kerjaku?" 

"Baiklah. Kapan?" 

Di sebuah taman hotel bintang lima tak jauh dari sekolah Tari dan Bulan, Sabrina mengajak Erlangga kemari. 

Saat memasuki taman dari dua penjuru lorong, sepasang mata yang memandang akan disuguhi pemandangan estetik. 

Ada tiga paket meja dinner yang bersebelahan satu sama lain. Di sekelilingnya, terdapat beberapa tanaman mawar berwarna–warni yang hampir mekar. Bukan hanya tanaman mawar, tanaman hias lainnya juga berjaajar rapi dengan letak yang unik. 

Sebuah pohon kamboja yang tidak terlalu besar, berdiri kokoh di samping salah satu paket meja diner. Pohon itu dillilit oleh lampu hias warna–warni. 

"Ini… kamu yang mendesian konsep outdoornya?" tanya Erlang saat matanya sudah mengitari setiap sudut dan belum puas untuk melihat. Jadi matanya masih berkeliaran untuk kedua kalinya.

"Iya," jawab Sabrina mengangguk. 

"Menurutmu, apakah ada yang kurang?" 

Erlangga menggeleng. Lalu dia berjalan mengitari tempat itu. 

"Ini sudah sangat indah. Kamu tidak perlu mengubahnya lagi. Akan tetapi, kenapa kamu justru meminta pendapaku." 

Sabrina tersentak. Alasan sesungguhnya adalah, dia ingin membuat ingatan Erlangga kembali. Dengan dia menunjukan tempat yang sama persis, dengan tempat yang dulu pernah dia kunjungi bersama Erlangga. 

Tidak mungkin dia mengatakan alasan yang sebenarnya 'kan? 

"Emm, itu… aku… sebenarnya, sebenarnya aku pernah sekilas membaca koran tentang bakat yang kamu miliki." 

Sebenarnya, tadi malam, Sabrina sudah memutuskan untuk membuat Erlangga kembali kepadanya. Dia akan berusaha melakukan apapun termasuk membuat pengulangan masa–masa yang pernah dilalui. Meskipun tidak seratus persen mirip. 

"Sepertinya aku memiliki fans baru." 

Sekilas Sabrina menoleh ke arah Erlangga. Hal itu membuat Erlangga mengalihkan pandangannya ke depan. Karena sebelumnya tatapan Erlangga tertuju pada Sabrina. 

Kemudian Erlangga mengajak Sabrina duduk di salah satu set meja diner yang terdiri dari dua kursi. Meja itu berbentuk budar dan sekelilingnya terdapat ukiran samar. Jadi kalau ingin menikmati indah nya seni ukir tersebut harus jeli saat melihatnya. 

"Maksudmu aku?" tanya Sabrina sembari menjatuhkan bobot tubuhnya ke kursi. 

Erlangga tersenyum untuk menanggapi pertanyaan wanita di sampingnya. Pria itu sudah lebih dulu duduk. 

"Ya, aku memang fans terberatmu semenjak dulu. Semenjak kita kuliah."

"Kuliah?" 

"Hmm, kamu tidak ingat?" 

Erlangga kembali menanggapi Sabrina dengan gerakan. Dia menggeleng tidak tahu. 

"Kamu tidak amnesia 'kan?" 

"Tidak." 

Wajah Sabrina terlihat kecewa sekilas. Secepat kilat dia mengubah ekspresi wajahnya kembali ceria lagi. Lalu dia tertawa dan membuat Erlangga bingung. 

"Kenapa tertawa?" 

"Kamu lucu banget sih kalau mikir. Lagian aku cuma bercanda, serius amat." 

"Maksudnya?" 

"Ya dulu kita memang satu kampus, tapi aku tidak cukup populer. Sedangkan kamu dulunya adalah ketua BEM yang amat sangat terkenal dan populer. Jadi mana mungkin kamu kenal denganku. Lagi pula mata kuliah yang kita ambil berbeda."

Erlangga terus saja menatap Sabrina dengan tatapan yang aneh. Sehingga Sabrina menatap hal lain untuk menghindari sorot netra Erlangga. 

Ada yang aneh dengan perkataan Sabrina. Erlangga merasakannya. 

"Kenapa menatapku seperti itu?" 

"Tidak, hanya saja, aku benar-benar tidak bisa mengingatmu." 

"Haisssht, sudah aku bilang. Hanya aku yang mengenalmu, sedangkan kamu tidak." 

Semakin Sabrina berbohong, Erlangga juga semakin merasa ada yang janggal. 

"Ehh, sudah waktunya anak–anak pulang. Yukk kita kembali ke paud!" ujar Sabrina lagi mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin terlalu memaksa ingatan Erlang. 

"Tunggu!" Erlangga mencekal tangan dan mencegah Sabrina yang sudah melangkah satu langkah. 

"Hemm?" 

"Ahh, tidak jadi. Maaf!" 

Kemudian Erlangga ikut berdiri dan berjalan di depan Sabrina. 

Sepanjang perjalanan, mereka saling membisu. Sampai di paud pun mereka masih membisu. Hingga Bulan dan Tari menghampiri mereka. 

"Papa!" 

"Mama!" 

Ujar kedua gadis kecil itu secara bersamaan. Tepat setelah Erlangga dan Sabrina masuk ke lorong kelas mereka. 

Masing-masing memeluk Mama dan Papa mereka. Seorang wali siswa paud lain tersenyum melihat mereka berempat yang sudah seperti keluarga. 

"Wahh, Mamanya Tari dan Bulan beruntung ya, bersuamikan Mas Erlangga yang perhatian banget." 

Wida Wianda

Jangan lupa komen dan tambahkan ke daftar baca ya Bestie! Lupyuuuu❤️❤️❤️

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status