Share

6. Tawaran

Author: Wida Wianda
last update Last Updated: 2023-02-10 17:17:45

Wanita berbadan ramping itu mendongakkan kepalanya untuk menatap langit. Lalu dia memejamkan mata dan menghirup udara sebanyak–banyaknya. 

Saat matanya terpejam, muncul wajah Erlangga, Tari dan Bulan tersenyum kepadanya. 

"Aku harus bagaimana, Mas? Harus kah aku pergi jauh darimu, setelah mengetahui kalau kamu masih hidup?" 

"Kenapa pula kamu lupa ingatan?" 

Setelah dua hari berlalu, Sabrina sudah memikirkan matang–matang keputusan tentang Erlang. 

Saat ini juga, Tari sudah pergi ke sekolah. Gadis kecil itu benar–benar tak sabar untuk kembali ke sekolah. Padahal dia baru sehari masuk. 

"Bulan!" teriak Tari saat melihat Bulan turun dari mobil. 

Lalu Erlang juga turun setelah Bulan. Kedua orang yang usianya terpaut jauh itu menatap Tari dan Sabrina secara bergantian. 

Bulan menatap Sabrina sekilas lalu beralih pada Tari yang masih diperban bagian tangannya. Sementara Erlang, menatap Tari sekilas lalu menatap Sabrina dengan senyuman yang menawan. 

"Tari sudah sembuh?" tanya Erlang pada gadis yang mirip putrinya dengan posisi berjongkok. 

"Sudah, Om. Sakitnya tinggal sedikit, besok juga sembuh," jawab Tari lalu beralih mengobrol dengan Bulan

Erlang beralih kepada Sabrina. Hari ini, wajah Sabrina terlihat lebih ceria dibandingkan pertemuan–pertemuan yang sebelumnya. 

"Hai," sapa Sabrina yang membuat Erlangga terheran. 

"Dasar wanita, cepat banget berubah," guman Elang dalam hati. 

"Hai juga." Pria itu bingung harus bersikap bagaimana pada Sabrina. 

"Emm, Papanya Bulan, nanti kamu ada waktu nggak." 

"Ada apa?" 

Mereka berempat kini berjalan menuju kelas. Tari dan bulan di depan. Sedangkan Sabrina dan Erlangga di belakang. Sudah seperti sepasang keluarga kecil yang bahagia. 

"Kemarin, aku mendapat tawaran kerja sama. Mereka memintaku untuk menyiapkan ruangan outdoor yang simple dan elagan. Akan tetapi, aku masih sedikit ragu. Bisakah Papanya Bulan melihat hasil kerjaku?" 

"Baiklah. Kapan?" 

Di sebuah taman hotel bintang lima tak jauh dari sekolah Tari dan Bulan, Sabrina mengajak Erlangga kemari. 

Saat memasuki taman dari dua penjuru lorong, sepasang mata yang memandang akan disuguhi pemandangan estetik. 

Ada tiga paket meja dinner yang bersebelahan satu sama lain. Di sekelilingnya, terdapat beberapa tanaman mawar berwarna–warni yang hampir mekar. Bukan hanya tanaman mawar, tanaman hias lainnya juga berjaajar rapi dengan letak yang unik. 

Sebuah pohon kamboja yang tidak terlalu besar, berdiri kokoh di samping salah satu paket meja diner. Pohon itu dillilit oleh lampu hias warna–warni. 

"Ini… kamu yang mendesian konsep outdoornya?" tanya Erlang saat matanya sudah mengitari setiap sudut dan belum puas untuk melihat. Jadi matanya masih berkeliaran untuk kedua kalinya.

"Iya," jawab Sabrina mengangguk. 

"Menurutmu, apakah ada yang kurang?" 

Erlangga menggeleng. Lalu dia berjalan mengitari tempat itu. 

"Ini sudah sangat indah. Kamu tidak perlu mengubahnya lagi. Akan tetapi, kenapa kamu justru meminta pendapaku." 

Sabrina tersentak. Alasan sesungguhnya adalah, dia ingin membuat ingatan Erlangga kembali. Dengan dia menunjukan tempat yang sama persis, dengan tempat yang dulu pernah dia kunjungi bersama Erlangga. 

Tidak mungkin dia mengatakan alasan yang sebenarnya 'kan? 

"Emm, itu… aku… sebenarnya, sebenarnya aku pernah sekilas membaca koran tentang bakat yang kamu miliki." 

Sebenarnya, tadi malam, Sabrina sudah memutuskan untuk membuat Erlangga kembali kepadanya. Dia akan berusaha melakukan apapun termasuk membuat pengulangan masa–masa yang pernah dilalui. Meskipun tidak seratus persen mirip. 

"Sepertinya aku memiliki fans baru." 

Sekilas Sabrina menoleh ke arah Erlangga. Hal itu membuat Erlangga mengalihkan pandangannya ke depan. Karena sebelumnya tatapan Erlangga tertuju pada Sabrina. 

Kemudian Erlangga mengajak Sabrina duduk di salah satu set meja diner yang terdiri dari dua kursi. Meja itu berbentuk budar dan sekelilingnya terdapat ukiran samar. Jadi kalau ingin menikmati indah nya seni ukir tersebut harus jeli saat melihatnya. 

"Maksudmu aku?" tanya Sabrina sembari menjatuhkan bobot tubuhnya ke kursi. 

Erlangga tersenyum untuk menanggapi pertanyaan wanita di sampingnya. Pria itu sudah lebih dulu duduk. 

"Ya, aku memang fans terberatmu semenjak dulu. Semenjak kita kuliah."

"Kuliah?" 

"Hmm, kamu tidak ingat?" 

Erlangga kembali menanggapi Sabrina dengan gerakan. Dia menggeleng tidak tahu. 

"Kamu tidak amnesia 'kan?" 

"Tidak." 

Wajah Sabrina terlihat kecewa sekilas. Secepat kilat dia mengubah ekspresi wajahnya kembali ceria lagi. Lalu dia tertawa dan membuat Erlangga bingung. 

"Kenapa tertawa?" 

"Kamu lucu banget sih kalau mikir. Lagian aku cuma bercanda, serius amat." 

"Maksudnya?" 

"Ya dulu kita memang satu kampus, tapi aku tidak cukup populer. Sedangkan kamu dulunya adalah ketua BEM yang amat sangat terkenal dan populer. Jadi mana mungkin kamu kenal denganku. Lagi pula mata kuliah yang kita ambil berbeda."

Erlangga terus saja menatap Sabrina dengan tatapan yang aneh. Sehingga Sabrina menatap hal lain untuk menghindari sorot netra Erlangga. 

Ada yang aneh dengan perkataan Sabrina. Erlangga merasakannya. 

"Kenapa menatapku seperti itu?" 

"Tidak, hanya saja, aku benar-benar tidak bisa mengingatmu." 

"Haisssht, sudah aku bilang. Hanya aku yang mengenalmu, sedangkan kamu tidak." 

Semakin Sabrina berbohong, Erlangga juga semakin merasa ada yang janggal. 

"Ehh, sudah waktunya anak–anak pulang. Yukk kita kembali ke paud!" ujar Sabrina lagi mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin terlalu memaksa ingatan Erlang. 

"Tunggu!" Erlangga mencekal tangan dan mencegah Sabrina yang sudah melangkah satu langkah. 

"Hemm?" 

"Ahh, tidak jadi. Maaf!" 

Kemudian Erlangga ikut berdiri dan berjalan di depan Sabrina. 

Sepanjang perjalanan, mereka saling membisu. Sampai di paud pun mereka masih membisu. Hingga Bulan dan Tari menghampiri mereka. 

"Papa!" 

"Mama!" 

Ujar kedua gadis kecil itu secara bersamaan. Tepat setelah Erlangga dan Sabrina masuk ke lorong kelas mereka. 

Masing-masing memeluk Mama dan Papa mereka. Seorang wali siswa paud lain tersenyum melihat mereka berempat yang sudah seperti keluarga. 

"Wahh, Mamanya Tari dan Bulan beruntung ya, bersuamikan Mas Erlangga yang perhatian banget." 

Wida Wianda

Jangan lupa komen dan tambahkan ke daftar baca ya Bestie! Lupyuuuu❤️❤️❤️

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Kembar Membuat Cinta Kembali Berlayar   51. Ending season 1

    "Mama!" "Papa!" Teriak Tari dan Bukan secara bersamaan. Mereka berlari sembari merentangkan tangan pada Bia dan Erlangga. Meskipun baru pulang dari rumah sakit, kondisi Erlangga benar-benar sehat saat ini. Jadi dia memutuskan untuk menjemput kedua gadis kecilnya. Tentu saja dengan meminta bantuan sopir untuk menjemput. Erlangga dan Bia sama-sama berlutut untuk menyambut masing-masing putrinya. "Umm, ceria sekali dua putri Mama," ujar Bia yang mencium pipi Tari. Kemudian, Tari beralih memeluk Erlangga dan begitupun pada Bulan. Kembaran Tari itu ganti memeluk Bia. Erlangga membantu kedua gadis kecil itu masuk ke mobil sembari mereka bercerita tentang kegiatan di sekolah. "Ma, tadi Tari dapat bintang lima loh! Kata Bu Guru, hasil mewarnai Tari rapi dan bagus.""Bulan, juga! Bulan, juga! Bulan juga mendapat bintang lima. Bu Guru juga memuji gambar Bulan." "Benarkah? Karena kedua putri Papa mendapat nilai bagus, bagaimana kalau kita merayakannya?" sahut Erlangga yang antusias deng

  • Gadis Kembar Membuat Cinta Kembali Berlayar   50. Kamu Menyebalkan!

    "Apa katamu?" Erlangga menyerengit. Dia tidak terlalu mendengar karena suara Bia sangat pelan. "Aku tadi mengucapkan semoga cinta kita bisa langgeng. Kenapa?" Bia mengira Erlangga tidak mendengar gumanannya yang samar. Jadi hatinya dag-dig-dug takut Erlangga benar-benar mendengar. "Benarkah?" "Memangnya kamu mendengar aku berkata apa?" Bia berusaha untuk tidak gugup. "Lupakan saja! Ayo kita mandi lalu makan. Aku yakin kamu pasti belum makan." Wanita itu bersyukurlah, Erlangga benar-benar tidak jelas mendengar. "Hum. Aku sangat lapar sekarang." ***Wajah Ratna memerah bak tomat menahan marah melihat putra dan menantunya, turun dari tangga bergandengan tangan dan bercengkrama. Tangannya yang berada di atas sofa terkepal erat hingga buku-buku tangan terlihat. "Selamat siang, Ma!" sapa Erlangga. Ratna kembali melipat koran yang dibaca setelah Bia dan Erlangga sudah di samping sofa. Wanita yang telah melahirkan Erlangga itu hanya menatap keduanya dengan wajah sinis tanpa senyum.

  • Gadis Kembar Membuat Cinta Kembali Berlayar   49. Mendapatkan yang lebih sempurna

    Erlangga terus menatap pintu dan menunggu sosok yang diharapkan datang. Akan tetapi, setelah dua detik waktu yang terlewat dari waktu yang diberitahukan, orang itu belum juga muncul. "Bia kemana sih?" gerutunya sambil berkali-kali mengecek ponsel. "Harus berapa kali Mama bilang kalau istrimu itu tidak akan datang. Tadi pagi aja, waktu Mama ke kamarmu untuk memberitahunya, dia masih tidur pulas," sahut Ratna yang mengemas pakaian Erlangga. Erlangga hanya diam karena sulit percaya dengan apa yang dikatakan oleh ibunya. Menurutnya, Sabrina tidak seperti itu. "Tuh kan! Kamu tidak percaya dengan ucapan Mama." Ratna kembali berucap sinis. Keadaan menjadi hening. Bahkan sampai di depan rumah, ibu dan anak itu hanya bicara seperlunya. Saat memasuki rumah, Erlangga mendapati keadaan rumah yang sepi. Dia heran karena tidak biasanya seperti ini. Hanya Sumi yang menyambutnya di depan pintu. "Bi, kemana Bia dan anak-anak?" tanya Erlangga padanya sedikit sinis. "Neng Bia masih di kamar, Den

  • Gadis Kembar Membuat Cinta Kembali Berlayar   48. Nomor tak dikenal

    Saat senja mulai tampak, Fredy memutuskan untuk kembali. "Cepatlah sembuh! Maaf jika nanti, mungkin Papa tidak bisa mengunjungimu lagi." Pria paruh baya itu tersenyum sangat manis pada Erlangga. "Ini adalah uang terakhir tabungan Papa. Jika uang itu sudah habis, mungkin Papa tidak bisa menengokmu lagi." "Kenapa terburu-buru, Pa. Memang Papa tidak merindukan Tari dan Bulan? Mereka berdua sangat merindukanmu." Meskipun ada masalah diantara mereka, tetapi Erlangga masih enggan menerima kalau kenyataan kalau Fredy memilih untuk hidup sederhana di kota kecil yang mungkin terpencil."Papa titip pesan, bilang kalau kakeknya ini juga merindukan mereka. Tapi kamu yakin tidak ada masalah dengan istrimu? Papa hanya khawatir kalau Mamamu kembali membuat ulah." Fredy sedikit menurunkan nada bicaranya. Memang, Ratna tidak berada disana. Namun dia tetap takut ada orang lain yang mendengar. "Nanti setelah pulang, aku akan menyelidiknya, Pa." "Ya sudah, jaga dirimu dan juga keluargamu baik-baik

  • Gadis Kembar Membuat Cinta Kembali Berlayar   47. Merebutmu!

    Tabrakan tak bisa di hindari. Mobil Erlangga terpenjal jauh dan berguling ke depan. Jika tidak ada pembatas, sudah dipastikan akan jatuh ke jurang. Beberapa saat lalu saat berada di kios sate padang, ada seseorang yang membututi mereka di belakang. Seperti kejadian saat mereka makan mie ayam bakso. Namun pria misterius itu tidak mempotret atau memfoto mereka diam-diam. Melainkan melakukan sesuatu pada mobil Erlangga. "Akhirnya punya kesempatan juga. Kalau tidak, sudah pasti Bos Elvano yang akan menggorok leherku." Hanya beberapa menit pria itu selesai mengutik mobil Erlangga. Pria yang mengenakan hodie hitam itu memotong kabel rem mobil. Erlangga dan Sabrina sama sekali tidak curiga karena tidak ada yang mencurigakan. Pria itu sama sekali tidak meninggalkan jejak yang membuat curiga. Rencana Elvano semakin sukses saat ada sopir truk dari arah yang berlawanan sedang mengantuk. Kedua mobil itu sama–sama tidak bisa menghindar dan saling bertabrakan. Erlangga sudah berusaha sekuat

  • Gadis Kembar Membuat Cinta Kembali Berlayar   46. Mas, awas!

    Susi mengatakan itu sembari menatap Sekar dan Leon secara bergantian. Mata jelas penuh harap. Sementara Sekar dan Leon saling padang dan diam sesaat. Tanpa diduga, kemudian mereka tertawa cukup keras. Membuat Susi mengerut heran. Awalnya dia mengira akan banyak pertimbangan dari keduanya. Siapa sangka dugaannya salah. "Tentu saja kami setuju, Sayang. Kami sudah mengenal Farhan. Semenjak kamu pergi, Kakakmu sering mengajak temannya berkunjung ke rumah." Saat itu, Susi dan Aldo tidak mengumbar hubungannya pada siapapun termasuk para sahabat masing-masing. Aldo tidak mengenalkan Susi dengan sahabatnya. Waktu kuliah, Aldo adalah orang yang paling tertutup diantara ketiga sahabatnya. Pun ketiga sahabatnya itu tidak pernah mempertanyakan masalah Aldo. Prinsip mereka, tidak akan ikut campur jika tidak diminta. Makanya, persahabatan itu selalu langgeng sampai sekarang."Terima kasih, Bunda, Papi. Kalau begitu aku panggil Farhan kesini ya?" tanya Susi. Terdengar memang meminta persetujua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status